Senin, 22 Agustus 2011

Sakit Hati

Sebenarnya aku dilahirkan menjadi anak yang beruntung. Papa punya kedudukan di kantor dan Mama seorang juru rias / ahli kecantikan terkenal. Sering jadi pembicara dimana-mana bahkan sering menjadi perias pengantin orang-orang beken di kotaku. Sayangnga mereka semua orang-orang sibuk. Kakakku, Kak Luna, usianya terpaut jauh diatasku 5 tahun. Hanya dialah tempatku sering mengadu. Semenjak dia punya pacar, rasanya semakin jarang aku dan kakakku saling berbagi cerita.
Saat itu aku masih SMP kelas 2, Kak Luna sudah di SMA kelas 2. Banyak teman-temanku maupun teman kakakku naksir kepadaku. Kata mereka sih aku cantik. Walaupun aku merasa biasa-biasa saja (Tapi dalam hati bangga lho.., he.., he..) Aku punya body bongsor dengan kulit putih bersih. Rambut hitam lurus, mata bulat dan bibir seksi (katanya sich he.., he..). Saat itu aku merasa bahwa payudaraku lebih besar dibandingkan teman-temanku, kadang-kadang suka malu saat olah raga, nampak payudaraku bergoyang-goyang. Padahal sebenarnya hanya berukuran 34B saja. Salah seorang teman kakakku, Kak Agun namanya, sering sekali main ke rumah. Bahkan kadang-kadang ikutan tidur siang segala. Cuma seringnya tidur di ruang baca, karena sofa di situ besar dan empuk. Ruangannya ber AC, full music. Kak Agun bahkan dianggap seperti saudara sendiri. Mama dan orang tuanya sudah kenal cukup lama.
Saat itu hari Minggu, Mama, Papa, dan Kak Luna pergi ke luar kota. Mak Yam pembantuku pulang kampung, Pak Rebo tukang kebun sedang ke tempat saudaranya. Praktis aku sendirian di rumah. Aku sebenarnya diajak Mama tapi aku menolak karena PR bahasa Inggrisku menumpuk.
Tiba-tiba aku mendengar bunyi derit rem. Aku melihat Kak Agun berdiri sambil menyandarkan sepeda sportnya ke garasi. Tubuhnya yang dibalut kaos ketat nampak basah keringat.
“Barusan olah raga…, muter-muter, terus mampir…, Mana Kak Luna?”, tanyanya. Aku lalu cerita bahwa semua orang rumah pergi keluar kota. Aku dan Kak Agun ngobrol di ruang baca sambil nonton TV. Hanya kadang-kadang dia suka iseng, menggodaku. Tangannya seringkali menggelitik pinggangku sehingga aku kegelian.
Aku protes, “Datang-datang…, bikin repot. Mending bantuin aku ngerjain PR”. Eh…, Kak Agun ternyata nggak nolak, dengan seriusnya dia mengajariku, satu persatu aku selesaikan PR-ku.
“Yess! Rampung!”, aku menjerit kegirangan. Aku melompat dan memeluk Kak Agun, “Ma kasih Kak Agun”. Nampaknya Kak Agun kaget juga, dia bahkan nyaris terjatuh di sofa.
“Nah…, karena kamu sudah menyelesaikan PR-mu, aku kasih hadiah” kata Kak Agun.
“Apa itu? Coklat?”, kataku.
“Bukan, tapi tutup mata dulu”, kata dia. Aku agak heran tapi mungkin akan surprise terpaksa aku menutup mata.
Tiba-tiba aku merasa kaget, karena bibirku rasanya seperti dilumat dan tubuhku terasa dipeluk erat-erat.
“Ugh…, ugh…”, kataku sambil berusaha menekan balik tubuh Kak Agun.
“Alit…, nggak apa-apa, hadiah ini karena Kak Agun sayang Alit”.
Rasanya aku tiba-tiba lemas sekali, belum sempat menjawab bibirku dilumat lagi. Kini aku diam saja, aku berusaha rileks, dan lama-lama aku mulai menikmatinya. Ciuman Kak Agun begitu lincah di bibirku membuat aku merasa terayun-ayun. Tangannya mulai memainkan rambutku, diusap lembut dan menggelitik kupingku. Aku jadi geli, tapi yang jelas saat itu aku merasa beda. Rasanya hati ini ada yang lain. Kembali Kak Agun mencium pipiku, kedua mataku, keningku dan berputar-putar di sekujur wajahku. Aku hanya bisa diam dan menikmati. Rasanya saat itu aku sudah mulai lain. Napasku satu persatu mulai memburu seiring detak jantungku yang terpacu. Kemudian aku diangkat dan aku sempat kaget!
“Kak Agun…, kuat juga”. Dia hanya tersenyum dan membopongku ke kamarku. Direbahkannya aku di atas ranjang dan Kak Agun mulai lagi menciumku. Saat itu perasaanku tidak karuan antara kepingin dan takut. Antara malu dan ragu. Ciuman Kak Agun terus menjalar hingga leherku. Tangannya mulai memainkan payudaraku. “Jangan…, jangan…, acch…, acch…”, aku berusaha menolak namun tak kuasa. Tangannya mulai menyingkap menembus ke kaos Snoopy yang kupakai. Jari-jemarinya menari-nari di atas perut, dan meluncur ke BH. Terampil jemarinya menerobos sela-sela BH dan menggelitik putingku. Saat itu aku benar-benar panas dingin, napasku memburu, suaraku rasanya hanya bisa berucap dan mendesis-desis “ss…, ss…”,. Tarian jemarinya membuatku terasa limbung, ketika dia memaksaku melepas baju, aku pun tak kuasa. Nyaris tubuhku kini tanpa busana. Hanya CD saja yang masih terpasang rapi. Kak Agun kembali beraksi, ciumannya semakin liar, dan jemarinya, telapak tangannya mengguncang-guncang payudaraku, aku benar-benar sudah hanyut. Aku mendesis-desis merasakan sesuatu yang nikmat. Aku mulai berani menjepit badannya dengan kakiku. Namun malahan membuatnya semakin liar. Tangan Kak Agun menelusup ke CD-ku.
Aku menjerit, “Jangan…, jangan…”, aku berusaha menarik diri. Tapi Kak Agun lebih kuat. Gesekan tangannya mengoyak-koyak helaian rambut kemaluanku yang tidak terlalu lebat. Dan tiba aku merasa nyaris terguncang, ketika dia menyentuh sesesuatu di “milikku”. Aku menggelinjang dan menahan napas, “Kak Agun…, ohh.., oh…”, aku benar-benar dibuatnya berputar-putar. Jemarinya memainkkan clit-ku. Diusap-usap, digesek-gesek dan akhirnya aku ditelanjangi. Aku hanya bisa pasrah saja. Tapi aku kaget ketika tiba-tiba dia berdiri dan penisnya telah berdiri tegang. Aku ngeri, dan takut. Permainan pun dilanjutkan lagi, saat itu aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi, aku pasrah saja, aku benar-benar tidak membalas namun aku menikmatinya. Aku memang belum pernah merasakannya walau sebenarnya takut dan malu.
Tiba-tiba aku kaget ketika ada “sesuatu” yang mengganjal menusuk-nusuk milikku, “Uch…, uch…”, aku menjerit.
“Kak Agun, Jangan…, ach…, ch…, ss…, jangan”.
Ketika dia membuka lebar-lebar kakiku dia memaksakan miliknya dimasukkan. “Auuchh…”, aku menjerit.
“Achh!”, Terasa dunia ini berputar saking sakitnya. Aku benar-benar sakit, dan aku bisa merasakan ada sesuatu di dalam. Sesaat diam dan ketika mulai dinaik-turunkan aku menjerit lagi, “Auchh…, auchh…”. Walaupun rasanya (katanya) nikmat saat itu aku merasa sakit sekali. Kak Agun secara perlahan menarik “miliknya” keluar. Kemudian dia mengocok dan memuntahkan cairan putih.
Saat itu aku hanya terdiam dan termangu, setelah menikmati cumbuan aku merasakan sakit yang luar biasa. Betapa kagetnya aku ketika aku melihat sprei terbercak darah. Aku meringis dan menangis sesenggukan. Saat itu Kak Agun memelukku dan menghiburku, “Sudahlah Alit jangan menangis, hadiah ini akan menjadi kenang-kenangan buat kamu. Sebenarnya aku sayang sama kamu”.
Saat itu aku memang masih polos, masih SMP, namun pengetahuan seksku masih minim. Aku menikmati saja tapi ketika melihat darah kegadisanku di atas sprei, aku jadi bingung, takut, malu dan sedih. Aku sebenarnya sayang sama Kak Agun tapi…, (Ternyata akhirnya dia kawin dengan cewek lain karena “kecelakaan”). Sejak itu aku jadi benci…, benci…, bencii…, sama dia.

Minggu, 21 Agustus 2011

Perselingkuhan PERSELINGKUHAN AKU & AYAH TIRIKU.......

Kalau kini kuungkapkan kisah kehidupan asmaraku, itu berarti aku sudah tidak mampu lagi menyimpan rahasia ini seorang diri. Aku tahu, aku telah bermain api dengan berselingkuh dengan ayah tiriku. tetapi aku benar-benar telah tenggelam di dalam pesona permainan seks ayah tiriku.
Semuanya berawal ketika aku kehilangan ayah kandungku pada usia 18 tahun. Ketika itu, roda ekonomi keluarga kami tidak terlalu terguncang, karena Ibu pandai mencari uang. Semasa ayah masih hidup, Ibu sudah menopang ekonomi keluarga dengan bisnis kateringnya. Oleh karena itu, sepeninggal Ayah,Ibu tidak berpikiran untuk mencari penggantinya, lantaran terlalu sibuk mengurusku dan kedua adik laki-lakiku.
Dua tahun berselang setelah kematian Ayah, tiba-tiba kami dikejutkan dengan perkataan Ibu yang mohon restu untuk menikah kembali dengan Pak Juwono(45). Kami memang sudah mengenalnya dengan baik, karena dia sering bertandang kerumah kami. Namun, kami berpikir Pak Juwono hanyalah teman baik Ibu. Sebab Pak Juwono bertamu ke rumah kami seperti halnya tamu-tamu yang lain. Lebih-lebih Ibu juga bersikap biasa-biasa saja. Ibu tidak menunjukkan dalam kondisi tengah jatuh cinta.
Kami semua merestui keinginan Ibu untuk menikah lagi. Pertama, karena usia Ibu masih tergolong muda, 38 tahun, untuk mengarungi hidup ini sendirian. Kedua, karena kami tahu bahwa Pak Juwono berstatus duda tanpa anak. Pak Juwono adalah pria yang matang, penyayang,dan bertanggung jawab. Aku dan kedua adikku sudah cukup dekat dengannya.
Masuknya Pak Juwono sebagai anggota baru keluarga kami memang membawa warna-warna lain dalam kehidupan keluarga kami. Aku pribadi sangat senang dengan adanya figur seorang ayah pengganti. Terus terang, sebagai anak perempuan satu-satunya aku haus akan perhatian dan kasih sayang seorang ayah. Apalagi di usia 20 tahunan aku ingin ada yang menuntunku dalam urusan cinta dan berhubungan dengan pria. Aku harap bisa menimba pengalaman dari ayah tiriku ini.
Kedekatanku dengan ayah tiriku membuat Ibu bangga. Beliau senang melihat kami semua akrab dengan suami barunya. Bahkan, boleh dikatakan aku bersikap agak manja kepadanya. Setiap pulang sekolah, aku pasti segera mencari ayah tiriku untuk menceritakan pengalamanku di kampus. Beliau akan dengan sabar mendengar ceritaku, kemudian dengan bijak menasihatiku bila ada hal-hal yang dianggapnya tidak 'sesuai'.
Kadang-kadang atas ijin Ibu, aku mengajak ayah tiriku berjalan-jalan ke mall. Setelah mencicipi hidangan fast food kami mampir untuk nongkrong di toko buku. Aku mempunyai hobi membaca buku filsafat dan psikologi, sama seperti beliau.Tanpa kusadari aku semakin dekat dan semakin akrab kepada ayah tiriku, aku sudah semakin cuek aja dan tidak malu lagi semisalnya keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk mandi sebagai penutup bagian-bagian tubuhku yang vital dihadapan ayahku. Dan kadangkala ayahku pula yang menggendongku ke tempat tidurku apabila aku kedapatan ketiduran di ruang tamu karena ketiduran akibat mataku yang kelelahan karena membaca buku ataupun menonton telivisi.
Lama-kelamaan aku semakin mengagumi sifat-sifat kedewasaan yang dimiliki oleh ayah tiriku, dan ada rasa perasaan khusus tertentu yang tidak bisa kuterjemahkan, entahlah apakah itu adalah perasaan cinta? Mungkin itulah alasannya aku selalu menampik setiap pernyataan cinta yang dilontarkan oleh teman-teman priaku. Terus terang aku tidak tertarik dengan teman-teman pria sebayaku yang cenderung manja dan kekanak-kanakan. Sebaliknya aku mengagumi pria-pria yang dewasa dan matang. Rasanya aku betah berada disisi mereka untuk mendengar cerita ataupun nasehat-nasehatnya, dan itu semuanya kudapatkan penuh dari ayah tiriku ini.
Rupanya gejala ini juga dirasakan dan ditangkap oleh ayah tiriku. Kalau sebelum pergi ke suatu tempat, aku biasa mencium pipi Ibu dan Ayah tiriku. Sekarang bila ibu tidak ada, Ayah akan membalas mencium pipiku. Semula aku merasa kaget dan ada sedikit perasaan malu, bukan kenapa-kenapa ini adalah ciuman pertama dari seorang laki-laki kepadaku dan sekaligus adalah ayahku. Bahkan pernah suatu waktu aku terperangah ketika ayah tidak hanya membalas mencium pipiku, melainkan juga bibirku. Melihat wajahku memerah, karena aku belum pernah pacaran, Ayah hanya tersenyum simpul.
Kejadian seperti itu terus berulang ketika ibuku ada di dapur dan kebetulan aku berpamitan mau ke kampus. Dan akupun mulai terbiasa dengan 'pamitan' gaya baru dari ayah tiriku. Semakin lama kami berani melakukannya lebih lama, kami pernah melakukannya selama beberapa menit dengan panasnya. Kalau tidak mengingat Ibu yang ada di dapur yang sewaktu-waktu bisa memergoki mungkin ayahku tidak akan melepaskanku dari pagutannya.
Beberapa waktu berselang, suatu saat Ibu harus menjenguk salah satu keponakannya yang dirawat di rumah sakit di Bogor. Kebetulan kedua adikku telah memasuki masa liburan sekolah dan keduanya mengantar dan menemani ibu selama di Bogor. Alhasil hanya aku dan Ayah tiriku yang ada di rumah sekarang ini. Menyadari tidak ada orang lain, sebenarnya hatiku berdegup kencang menyadari saat-saat yang tidak terduga tinggal berdua saja dengan Ayah tiriku yang amat kukagumi.
Ketika aku pulang kuliah menjelang sore hari, beliau sudah menungguku di teras rumah dan terlihat kegembirannya yang terbias di matanya ketika menyambut kepulanganku.
"Pulangnya kog malam, Non?" tanya ayah dengan senyum khasnya.Aku menjawab dengan santai, "Tadi jalan-jalan dengan teman Yah. "Senyumnya mendadak agak hilang ketika keceritakan aku berjalan-jalan dengan teman-teman cowok kampusku. Aku tertawa dalam hati melihat sikap ayah tiriku yang terlihat sedikit menyimpan rasa cemburu.Sehabis mandi seperti biasanya aku tetap hanya menggunakan handuk melalui ayah menuju ke arah kamarku.
"Nia, apakah cowok yang menemani kamu adalah pacar kamu?", selidik ayah tiriku.
"Sebentar ayah, Nia mau berpakaian dulu, dan nanti akan Nia ceritakan seluruhnya ke Ayah", jawabku sambil tetap menuju ke arah kamarku, sepintas kulihat ayahku seperti berdiri dari sofa tempat duduknya. Aku menutup pintu kamar dan mulai mengeringkan rambutku dengan menggunakan kipas angin yang kunyalakan.
Tiba-tiba aku mendengar suara derit pintu kamarku terbuka dan kulihat ayah tiriku berjalan masuk menghampiriku. Karena aku masih terbalut dengan handuk aku cuek saja menerima kehadiran ayah tiriku meskipun sesungguhnya hatiku terasa dag dig dug.
"Aduhh.., ayah nih kog penasaran amat sih, dibilang entar juga pasti diceritain", kataku menggoda sembari tetap mengeringkan rambutku yang masih agak basah.
"Nia, kamu serius yah berpacaran dengan cowo yang tadi itu?", masih dengan penasaran ayahku terus menanyaiku.
"Hmm..., Kalo ya kenapa..., kalo tidak juga kenapa?" tanyaku memancing perasaan ayah tiriku.
"Kamu bandel yahh..., udah main rahasia-rahasiaan" ucapnya seraya tiba-tiba tangannya menggelitik pinggulku.Aku tergelitik kegelian sambil meronta-ronta kecil untuk melepaskan dari gelitikan tanggannya. Ayahku tetap menguber-uberku sambil tetap menggelitik seluruh tubuhku, sampai akhirnya kita berdua jatuh ke ranjang dan ayah tetap saja menggelitik seluruh badanku. Sampai akhirnya kita berdua cekakak cekikikan dan akihirnya aku berteriak-teriak kecil minta ampun supaya Ayah menghentikan gelitikannya. Begitu ayah menghentikan gelitikannya tubuhku terasa lemas dan kami berdua ngos-ngosan akibat kehabisan nafas. Ayah tiduran disampingku di atas ranjang sambil tetap memperhatikan wajahku yang masih bersimbah peluh. Aku mencoba menarik napas panjang sambil memejamkan mata untuk menghilangkan rasa lemas yang kurasakan.
Tiba-tiba aku merasakan ciuman lembut menempel di bibirku, namun aku merasakan pagutan ciuman kali ini lebih terasa dan lebih rileks, mungkin karena Ibu tidak ada di rumah. Akupun membiarkan bibirku dilumat dengan lembut, baru kali ini ciumannya membuatku terasa terbang diawang-awang. Tanpa disadari tangan ayah yang tadi mengelus lembut pinggulku..., telah melepas handuk penutup tubuhku. Akupun baru sadar bahwa aku telah tidak berpakaian. Sebelum aku sempat berpikir banyak, ayahku sudah memelukku kembali dengan eratnya seraya mengelus-elus rambutku yang panjang. Terus terang aku sangat terlena dengan sentuhan kasih sayangnya ini.
Ketika ia mengangkat wajahku, aku menundukkan wajahku yang bersemu merah. Aku bisa mendengar suara detak jantung ayah yang berdegup kencang saat matanya menyapu dengan bersih seluruh lekuk-lekuk tubuhku yang sudah tidak terlindung apapun. Ayah mengelus bibirku dan tiba-tiba memagutnya kembali dengan penuh nafsu. Aku hanya bisa pasrah dibawah kenikmatan yang baru kurasakan ini. Bahkan aku mulai berani membalas pagutannya. Ayah kemudian menyeretku kedalam pangkuannya di atas ranjang. Kami terus berciuman, hingga tangannya mulai bergerak mengelus ke daerah-daerah tubuhku yang paling sensitif.
Aku menjerit kecil ketika kurasakan tangannya yang nakal menyentuh dan meremas-remas dengan lembut payudaraku. Sambil melumat bibirku, ayahku secara perlahan-perlahan berusaha melepaskan seluruh pakaiannya. Aku menjerit kecil tertahan tatkala penis ayahku keluar dari celana dalamnya dan dalam keadaan sangat panjang dan 'tegak', baru kali ini aku menyaksikan secara dekat penis seorang lelaki, bentuknya panjang mengeras dan dibagian ujung kepala penis ayah membesar dan berkilat-kilat bagai jamur. Belum sempat logikaku berjalan,ayah sudah kembali memeluk dan mencumbuku kembali, kini kami sama-sama bergumul dengan panasnya tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh kami.
Mataku terpejam rapat sambil berteriak tertahan saat ayah tiriku mencumbui organ kewanitaanku. Ada rasa nikmat luar biasa yang kurasakan, hingga setiap beberapa saat badanku menggelinjang-gelinjang tak kuasa menahan hentakan-hentakan kenikmatan yang keluar dari seluruh sendi-sendi tubuhku. Sampai akhirnya aku merasakan benda panjang dan hangat menyeruak memasuki vaginaku. Saat itulah aku mempersembahkan keperawanan, kehormatan, jiwa ragaku kepada ayah tiriku. Kami bersetubuh tanpa mempedulikan waktu, terus berpacu dan berpacu meliwati klimaks demi klimaks hingga hampir menjelang subuh badan kami sama-sama lemas karena merasakan klimaks yang berkali-kali hingga akhirnya kami rubuh dan tidur berpelukan dalam satu ranjang dengan perasaan puas.
Terus terang pengalaman pertamaku berhubungan seks membawa kesan yang luar biasa dalam hidupku. Aku sama sekali tidak merasakan kesakitan karena ayahku tahu persis bagaimana menjalankan permainan seks kami dengan sebaik mungkin. Malam pertama kami, kami lewatkan dengan mengulang permainan seks hingga tiga kali. Ketika tak berdaya lagi, kami baru berhenti. Seminggu ditinggal Ibu dan adik-adik membuat aku dan Ayah benar-benar menikmati petualangan asmara
Selama hampir setahun menjalin asmara diam-diam dengan ayah, Ibu mulai curiga. Apalagi, Ibu mengetahui kalau sampai berusia 21 tahun aku belum juga mau punya pacar. Padahal aku terhitung cantik dan supel. Apalagi ketika aku sudah menamatkan D-ii bahasa inggrisku, Ibu mendesakku untuk mulai mencari pasangan hidup.
Ketika diam-diam kudiskusikan hal ini kepada Ayah, dia sangat mendukungku menjalin hubungan dengan pria lain. Soalnya, Ayah mulai mencium tanda-tanda kecurigaan di mata Ibu melihat hubunganku dengan Ayah semakin lengket aja.
Maka ketika Wahyu,kakak kelasku yang paling gencar mendekatiku. Kupikir apa salahnya aku membina hubungan dengannya. Apalagi wajahnya lumayan ganteng, postur tubuhnya atletis, dan otaknya encer pula. Singkat cerita aku kemudian serius menjalin hubungan dengannya. Sementara itu, kisah cintaku dengan Ayah terus berlanjut. Kali ini kami lebih banyak melakukan persetubuhan kami di luar rumah. Kadang-kadang kami janji bertemu di hotel A atau B yang letaknya agak jauh dari kota tempat tinggalku.
Enam bulan setelah berpacaran dengan Wahyu, keluarganya datang melamarku. Aku menerima lamarannya dengan perasaan biasa-biasa saja. Terus-terang perasaan cintaku telah kepersembahkan seutuhnya kepada ayah tiriku. Aku menikah hanya untuk menutupi perselingkuhanku dengan ayah.
Untungnya, Wahyu adalah orang yang tidak mempersoalkan keperawananku ketika kami melewatkan malam pertama. Menghadapi permainan seks Wahyu yang tergolong pemula, aku merasa tidak puas. Kadang-kadang aku membayangkan sedang berhubungan badan dengan ayah tiriku yang macho dan berpengalaman. Akhirnya, aku tetap sering menelepon ayah untuk saling bertemu di luar rumah. Usianya yang telah berkepala empat telah mengetahui secara betul segala bentuk permainan seks yang dapat memberikan kepuasan klimaks terhadap gadis-gadis muda seusiaku.

Bercinta dengan ayah tiriku, aku mendapatkan klimaks yang berulang-ulang, hal yang tidak dapat kudapatkan apabila aku berhubungan badan dengan suamiku sendiri. Aku tahu perbuatanku adalah keliru. Namun aku tidak dapat menghapus sosok Ayah tiriku dalam kehidupanku. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menghentikan perselingkuhanku ini. Aku hanyalah seorang wanita yang menginginkan adanya figur pria matang disisiku.

Terjebak Permainan Sang Bos


Cerita Dewasa.Namaku Nina, saat ini aku sedang kuliah semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung. Saat kejadian itu menimpaku, aku sedang duduk di semester dua. Sebenarnya seluruh keluargaku tinggal di kota Jakarta, dan mereka agak keberatan jika aku harus kuliah di luar kota, tapi saat itu aku sudah bertekad untuk belajar hidup mandiri hingga akhirnya mereka mengijinkan aku untuk melanjutkan studi di kota tersebut.
Di Bandung aku tinggal di sebuah kos putri yang letaknya tidak begitu jauh dari kampusku. Aku tinggal bersama seorang temanku yang aku kenal di kampus. Namanya Lenny, dia gadis berdarah Sunda asli. Padahal dia bisa saja tinggal di rumahnya yang juga berada di kota Bandung, tapi menurutnya dia ingin lebih bisa berkonsentrasi dengan kuliahnya, jadi dia memutuskan untuk tinggal di kos bersamaku.
Lenny adalah gadis yang sangat pintar dan juga sopan, begitu sopannya sampai-sampai dia tidak pernah mengenakan pakaian yang seksi atau sedikit terbuka saat bepergian atau berangkat kuliah, padahal menurutku wajah Lenny sangat cantik, rambutnya panjang dan hitam dengan kulit tubuh yang putih mulus, layaknya gadis gadis Sunda pada umumnya, sementara postur tubuhnya juga sangat bagus dan proporsional, pinggangnya ramping didukung oleh kedua belah kakinya yang jenjang, apalagi Lenny juga memiliki payudara yang besar, mungkin dua kali lebih besar daripada buah dadaku. Pokoknya, jika saja Lenny mau berdandan dan sedikit mengubah penampilannya, dia bisa menjadi salah satu gadis tercantik di tempat kuliahku.
Untuk memenuhi kebutuhanku agar tidak terlalu mengandalkan uang kiriman dari orang tuaku, aku memutuskan untuk kuliah sambil bekerja paruh waktu di salah satu club billiard yang cukup besar dan eksklusif di kota Bandung. Aku bekerja menjadi salah seorang penjaga meja, sekaligus merangkap pramusaji di club tersebut, kadang kadang aku merasa sangat lelah dan letih, apalagi jika aku harus terpaksa pulang larut malam dari tempat kerja. Tapi tidak apalah, yang penting aku bisa mempunyai cukup uang dan dapat memenuhi kebutuhanku sendiri tanpa harus mengandalkan kiriman uang dari orang tuaku, lagipula aku sudah bertekad untuk belajar hidup mandiri.
Singkat cerita, hari itu aku sedang bingung, karena besok adalah hari terakhir waktu pembayaran uang semester, padahal kiriman dari orang tua belum juga sampai ke rekeningku, dan saat gajianku masih seminggu lagi, sementara uang tabunganku sudah habis untuk keperluan dan biaya hidupku sehari-hari hingga sore itu aku benar benar pusing memikirkannya. Akhirnya, kuberanikan diri untuk meminjam uang ke club tempat aku bekerja, tapi perusahaan tidak dapat mengabulkan permohonanku dengan alasan saat itu tidak ada dana yang tersedia karena seluruh uang yang ada sudah disetorkan ke pemiliknya.
Malam itu, dengan perasaan sedih dan bingung, aku berkemas untuk pulang kembali ke kosku. Saat itu jam kerjaku memang telah selesai. Aku berjalan lunglai dari ruangan karyawan, bingung memikirkan nasibku besok, saat kulihat Lenny sudah menungguku di ruang tunggu
“Gimana Nin? Dapat pinjaman uangnya?” tanya Lenny.
“Nggak bisa Len.. Nggak apa-apa deh, besok gua minta keringanan aja dari kampus” ujarku dengan nada lemas.
“Elu sendiri, dari mana.? Tumben mampir ke sini?” tambahku sambil melihat ke arah jam tanganku, saat itu sudah hampir jam sepuluh malam, tidak biasanya Lenny berani keluar malam-malam, pikirku heran.
“Gua abis dari mall di depan, ngecek ATM, siapa tahu kiriman gua udah sampai, buat nalangin bayaran elu, tapi ternyata belum sampai..” ujar Lenny dengan nada menyesal.
“Thanks banget untuk usaha lu Len.” ujarku sambil mengajaknya pulang.
Kami berdua berjalan melewati ruangan billiard. Saat itu di sana masih ada empat orang tamu yang sedang bermain ditemani oleh manajerku, mereka adalah teman-teman dari pemilik club tersebut, jadi walaupun club tersebut sudah tutup, mereka tetap dapat bebas bermain. Aku sempat berpamitan dengan mereka sebelum aku kembali berjalan menuju pintu keluar saat tiba-tiba salah seorang dari mereka memanggilku..
“Nin.., Temenin kita main dong..!” serunya.
“Kita taruhan. Berani nggak?” tambah temannya sambil melambaikan tangannya ke arahku.
Aku tertegun sejenak sambil menatap bengong ke arah mereka. Rupanya mereka sedang berjudi, dan mereka mengajakku untuk bergabung. Wah, boleh juga nih. Siapa tahu menang.., pikirku.
“Taruhannya apa? Saya lagi tidak bawa uang banyak..!” seruku, sementara kulihat Pak Dicky manajerku, berjalan menghampiriku.
“Gampang.., kalau kamu bisa menang, satu game kami bayar lima ratus ribu, tapi kalau kamu kalah, nggak perlu bayar, kamu cuma harus buka baju aja, kita main sepuluh game.. Setuju?” seru salah seorang dari mereka.
Aku terkesiap mendengar tantangannya, kulirik Lenny yang saat itu sudah berada di depan pintu keluar, dia tampak menggelengkan kepalanya, sambil memberi tanda kepadaku, agar aku cepat-cepat meninggalkan club tersebut.
“Brengsek! Nggak mau..!” ujarku sambil membalikkan tubuhku. Bisa-bisa aku telanjang kalau dalam sepuluh game itu aku kalah terus, pikirku dengan sebal. Tapi tiba-tiba langkahku terhenti saat tangan manajerku menahan pundakku.
“Terima aja Nin, kamu kan lagi butuh uang, lagipula mereka nggak begitu jago kok..!” ujar manajerku berusaha membujuk.
“Tapi Pak..!” jawabku dengan nada bingung, sebenarnya aku mulai tertarik untuk memenuhi tantangan mereka, dengan harapan aku bisa memenangkan seluruh game, lagipula aku benar benar membutuhkan uang tersebut.
“Sudahlah.! Kalau kamu bersedia nanti saya kasih tambahan uang, lagipula nggak enak menolak tamu-tamu bos..” ujarnya sambil terus membujukku.
“Oke.. Tapi kalau saya kalah terus gimana?” tanyaku kepada mereka.
“Tenang aja, kamu hanya lepas baju aja kok! Kami janji nggak akan berbuat macam macam..!” seru orang yang berada paling dekat denganku.
“Baik.. Tapi janji.. Tidak akan macam macam!” jawabku memastikan perkataan mereka, sementara Lenny langsung berjalan menghampiriku.
“Lu udah gila apa Nin..! Gua ngga setuju!” serunya dengan nada marah.
“Tenang aja Len, elu duduk aja di sana, nungguin gua..! Oke?” ujarku sambil menunjuk ke arah sofa yang berada di pojok ruangan.
“Tapi Nin?” ujar Lenny dengan wajah ketakutan.
“Udah, nggak apa-apa, elu nggak perlu takut..” sanggahku sambil tersenyum menenangkan hatinya, akhirnya Lenny pun berjalan dan duduk di sofa tersebut.
Sudah lima game berjalan, aku menang dua kali dan kalah tiga kali, membuat aku harus menanggalkan jaket, blouse dan celana panjang yang kukenakan hingga saat itu hanya tersisa bra dan celana dalam saja yang masih melekat di tubuhku. Jangan sampai kalah lagi, ujarku dalam hati, dua kali lagi aku kalah, maka aku akan benar-benar bugil. Pikiranku mulai panik, sementara di pojok ruangan, Lenny sudah tampak mulai resah melihat keadaanku.
Tapi naas. Udara dingin dari AC di ruangan tersebut membuat aku sulit untuk berkonsentrasi sehingga aku kembali kalah pada game keenam, membuat mereka langsung bersorak riuh, memintaku untuk segera menanggalkan bra yang kukenakan. Aku sudah hampir menangis saat itu, tapi mereka terus memaksaku, maka dengan perasaan berat dan malu, akhirnya kulepaskan juga bra yang melekat di tubuhku, membuat buah dadaku langsung mencuat dan terbuka di hadapan mata mereka yang tampak melotot saat memandang tubuh telanjangku.
“Sudah.. Sudah, kita berhenti saja, saya menyerah!” seruku memelas sambil berusaha menutupi tubuh bagian atasku, saat itu aku sudah merasa sangat malu dan tidak lagi berminat untuk meneruskan taruhan itu.
“Nggak bisa..! Perjanjiannya kan sampai kamu telanjang, baru permainannya selesai..!” protes lawan mainku, akhirnya aku hanya bisa menuruti kemauannya.
“Buka.. Buka..!” sorak mereka saat pada game berikutnya aku kembali kalah dan harus melepas celana dalamku.
“Sudah.. Kita batalkan saja taruhannya..!” jeritku sambil meraih pakaianku dan berlari menjauhi mereka, tapi salah seorang dari mereka dengan sigap menubrukku dari belakang, membuatku terhempas di atas meja billiard dengan posisi menelungkup dan laki-laki itu menindihku dari atas.
“Lepaskan..!” teriakku kaget sambil meronta dengan sekuat tenaga, tapi laki laki itu terus menindihku dengan kuat, membuat aku benar benar tidak bisa bergerak sama sekali, akhirnya aku terkulai lemah tak berdaya sambil terus menangis.
“Pak dicky..! Tolong saya Pak..!” jeritku sambil menyapukan pandangan mencari manajerku.
Betapa terkejutnya aku saat kulihat Pak Dicky sedang mendekap tubuh Lenny sambil tangannya berusaha melucuti pakaian yang melekat di tubuhnya dibantu oleh tiga orang temannya. Bersamaan dengan itu kurasakan sesuatu mendesak masuk ke dalam liang kemaluanku. Rupanya saat itu laki-laki yang berada di atas tubuhku, sudah akan memperkosaku. Dia menyelipkan batang penisnya dari sela-sela celana dalam yang kukenakan dan terus menekannya dengan keras, membuat batang kemaluannya makin terhunjam masuk melewati bibir vaginaku.
“Jangan.. Ouh..!!” jeritku sambil berusaha menahan pahanya dengan kedua tanganku, tapi batang kemaluannya terus melesak masuk, sehingga akhirnya benar-benar terbenam seluruhnya di dalam liang vaginaku.
“Jangan keluar di dalam, Pak..!” gumamku pelan sambil menahan tubuhku yang berguncang saat laki-laki itu mulai memompaku.
“Oke.. Uh.. Ssh.. Kamu cantik Nina..!” ceracau laki laki itu saat mulai bergerak di dalam tubuhku.
“Ouh.. Hh..!” desahku lirih.
Aku memejamkan mataku, merasakan getaran yang mulai menjalari seluruh tubuhku, saat pemerkosaku menghentakkan tubuhnya dengan makin cepat, membuat aku mulai terangsang saat itu, dan tanpa sadar aku pun ikut menggerakkan pinggulku, berusaha mengimbangi gerakannya.
Aku memang sudah sering melakukan hubungan badan dengan pacarku sejak aku masih duduk di bangku SMU, malah kegadisanku telah terenggut oleh pacarku saat aku masih di kelas satu SMA, dan sejak saat itu kami rutin melakukan aktifitas seks, sampai akhirnya aku pergi melanjutkan studi di Bandung, dan sekarang aku kembali merasakan kenikmatan itu setelah selama satu tahun aku tidak pernah lagi bersetubuh.
“Ouh.. Shh. Ah.” desahku sambil terus menggoyangkan pinggulku.
Sementara di pojok ruangan, kulihat Lenny sedang berjuang dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari keempat orang yang sedang menggumulinya. Saat itu keadaan Lenny benar benar sudah sangat berantakan, kemeja lengan panjang yang di kenakannya sudah terbuka lebar dan hampir lepas dari tubuhnya, sementara bra yang dikenakannya sudah tampak setengah terbuka hingga membuat satu payudaranya menyembul keluar.
“Jangan.. Jangan.. Lepaskan.. Tolong..!” jeritnya keras sambil berusaha meronta dan melawan dengan gigih saat seseorang dari mereka mulai mengangkat rok panjang yang dikenakan oleh Lenny.
“Jangan..! Toloong..!” jerit Lenny makin keras sambil menendang-nendangkan kedua belah kakinya saat mereka mulai menggerayangi tubuh bagian bawahnya dengan buas.
“Hentikann..! Hentikan.!” teriak Lenny putus asa sambil menangis sejadi-jadinya sementara tangannya berusaha menggapai ke arah bawah, mencoba menahan tangan-tangan yang sedang melolosi celana dalamnya, tapi gerakannya tertahan oleh tangan Pak Dicky yang saat itu terus mendekap tubuh Lenny dari belakang.
Manajerku itu terus memaksanya untuk tetap berada di dalam pangkuannya, sambil sesekali meremas dan mempermainkan puting buah dada Lenny. Beberapa saat kemudian, dua orang dari mereka mengangkat tubuh Lenny sambil merenggangkan kedua belah kakinya, sementara Pak Dicky tetap mendekap tubuh Lenny sambil mulai mengarahkan batang kemaluannya ke sela-sela bibir kemaluan temanku itu.
Saat itu keadaan Lenny sungguh sangat mengenaskan, pakaian bagian atasnya sudah terbuka dengan lebar, sementara roknya pun telah tersingkap sampai sebatas perutnya, dan aku dapat melihat jelas, saat tubuh Lenny tampak menggeliat hebat ketika kedua orang yang mengangkat tubuhnya itu mulai menurunkannya dengan perlahan, membuat batang kemaluan Pak Dicky melesak masuk ke dalam liang vaginanya.
“Ough..! Jangaan..!” jerit Lenny parau sambil meringis kesakitan ketika vaginanya mulai dijejali oleh kemaluan Pak Dicky.
Perlahan, kulihat batang kemaluan itu terus melesak masuk sampai akhirnya lenyap dan terbenam seluruhnya di dalam liang rahim Lenny, saat itu tubuh Lenny benar-benar telah menyatu dengan tubuh Pak Dicky. Dan Lenny tampak mengerang kesakitan sambil menggeliatkan tubuhnya.
“Arghh.. Sakitt.., perihh, lepaskan itu dari tubuhku..!” jerit Lenny dengan nafas yang tersengal-sengal, dia masih berusaha meronta, ketika Pak Dicky mulai bergerak di dalam tubuhnya, membuat Lenny makin menjerit-jerit kesakitan, sampai akhirnya tubuhnya terkulai lemas tak sadarkan diri di dalam dekapan Pak Dicky.
Pak Dicky masih terus memompa tubuh Lenny yang pingsan itu dengan kasar, begitu kasarnya hingga membuat tubuh temanku itu ikut berguncang dengan hebat. Buah dadanya yang besar tampak menggeletar dan terlempar kesana kemari saat tubuhnya bergerak naik turun, sementara saat itu aku pun masih terus digarap oleh laki-laki yang sedang memperkosaku, sampai akhirnya tubuhku menegang dengan keras.
“Ohh..!” aku mendesah keras saat telah mencapai orgasme, seluruh sumsum di tulangku serasa ditarik keluar ketika aku benar-benar telah mencapai puncak kenikmatan, tapi tiba-tiba aku menjadi panik luar biasa saat kurasakan penis laki-laki itu berdenyut keras di dalam liang rahimku.
“Jangan.. Jangan di dalam..! Lepaskan.. Bajingan..!” jeritku putus asa saat kurasakan cairan hangat membanjiri rongga kemaluanku. Laki-laki itu telah menyemburkan cairan spermanya di dalam liang rahimku.
Sesaat kemudian posisinya sudah digantikan oleh temannya, dan aku kembali diperkosa. Sementara di pojok ruangan, Lenny pun masih terus digarap oleh mereka, kulihat darah keperawanannya meleleh keluar dari sela-sela bibir vaginanya, bercampur dengan cairan sperma, saat seorang dari mereka mulai kembali melesakkan liang vagina Lenny dengan batang penisnya.
Malam itu, Aku dan Lenny menjadi piala bergilir, tubuh kami berdua dikerjai dan diperkosa habis-habisan oleh mereka. Siksaan itu baru berakhir saat waktu sudah menunjukkan jam empat subuh. Kulihat di depanku tertumpuk sejumlah uang pecahan seratus ribu. Kuraih uang tersebut sambil berusaha bangkit dan mengenakan seluruh pakaianku, setelah itu aku berjalan mendekati tubuh Lenny yang masih meringkuk di sudut ruangan. Saat itu dia sudah siuman dari pingsannya, dia mengerang kesakitan sambil menangis meratapi kegadisannya yang telah terenggut paksa pada malam itu. Kurangkul tubuhnya dan membantunya berjalan pulang…
This entry was posted on Wednesday, July 14th, 2010 at 7:52 am and is filed under Pemerkosaaan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Istri Majikan

Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku menghendaki agar aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku tetap ngotot untuk mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar. Karena tidak didukung orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari tetangga sebesar Rp.10.000,- buat ongkos mobil ke Makassar dan sisanya buat jajan. Karena aku tidak punya kenalan di Kota Makassar, maka aku terpaksa bermalam di terminal bus sambil mencari kenalan agar aku bisa mendapatkan kerja secepatnya. Kerja apa saja asal halal.
Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di Jl. SA.Aku gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang serba mewah itu. Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua mobil sedang serta 3 mobil kijang pick up di parkir di depannya. Seorang pembantu laki-laki setengah baya mempersilahkanku masuk duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang gadis entah pembantu atau keluarga si pengusaha itu sedang membawa 3 cangkir kopi beserta kue kering. Kue seperti itu rasanya seringkali saya makan di kampungku.

Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu, tiba-tiba:
"Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de' gaga ongkosona?(Ini orangnya yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)" tanya seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi besar, perut gendut dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa Bugis mirip bahasa yang sehari-hari kugunakan di kampungku.

"Iye' puang. Iyana eddi utihirakki (Yah betul. Inilah orangnya yang saya antar)" jawab si sopir yang mengantarku itu. Selama di rumah itu, kami bercakap dengan memakai bahasa daerah Bugis. Namun, untuk memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya kugunakan bahasa Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan kami, apalagi bahasa percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia dan Bugis.

"Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu belum makan malam" katanya pada si sopir itu sambil mempersilahkan kami masuk ke ruang dapur.

"Ayo Nis, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi" ajakan si sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.

"Yah..terima kasih pa'. Rasanya aku masih kenyang" kataku pura-pura kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan malam.

"Ayolah...masuklah...jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini.

Biar sedikit saja di makan" kata sopir bersama dengan si pemilik rumah itu sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata di atas meja telah tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak pernah kosong dari makanan.

Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri kanan dalam ruanga itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu. Seorang di antaranya sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika ditaksir usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi sedang berbaring di atas salah satu tempat tidur sambil membaca koran. Bila ditaksir usianya antara 30 sampai 40 tahun. Namun seorang wanita lagi sedang asyik nonton TV sambil bersandar pada rosban tempat wanita berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak masih muda. Jika ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia masih gadis.

Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah bicara sama sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh wanita setenga baya yang sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip aku sambil memegang korannya. Lebih aneh lagi, setiap kami beradu pandangan, wanita itu melempar senyum manis. Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya, tapi aku tetap membalas dengan senyuman tanpa diperhatikan oleh si sopir teman makanku itu. Kalau bukan karena si sopir itu berhenti duluan makan, aku tidak bakal berhenti makan dan aku semakin betah duduk berlama-lama di kursi makan itu berkat lemparan senyum si wanita setengah baya itu.

Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di ruang tamu,laki-laki berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan berkata "Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?" tanyalaki-laki itu

"Dari Bone pa'. Orang tuaku tinggal di kampung" jawabku.

"Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?" tanyanya lagi serius.

"Di kampung jauh dari kota pa'" jawabku lagi.

"Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu mau tinggal sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti"

"Terima kasih banyak pa' atas budi baik bapak. Aku bersyukur sekali bisa bertemu dengan bapak" kataku dengan penuh kesopanan.

"Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai. Bahkan istri pertamaku tinggal di Kota Sinjai" lanjutnya terus terang.

"Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar ini" kataku.

Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu menyuruh kami masuk ke salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir temanku itu malah minta pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku mengerti dan laki-laki tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah majikanku dan kepala rumah tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si sopir adi pulang ke terminal. Sebelum majikanku itu berangkat untuk mengurus usahanya pada esok harinya, sambil menyantap hidangan pagi bersama istrinya yang kemarin kulihat baca koran dan anak satu-satunya di rumah itu yang kemarin nonton TV di ruang makan, ia memperkenalkan seluruh anggota keluarga dan pembantunya di rumah itu, termasuk sopirnya. Setelah itu ia tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku sehari-hari di rumah itu. Aku diminta menjaga rumah dan membantu istri keduanya ketika ia sedang pergi ke luar kota mengurus perusahaannya.

Aku senang sekali mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku, apalagi membantu istrinya yang kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak hari pertama aku sudah cukup akrab dengan anggota keluarga di rumah itu dan aku mengerjakan seluruh pekerjaan di rumah itu, termasuk mencuci, memasak dan menyapu sebagaimana layaknya keluarga atau pembantu umum di rumah itu.

Sikap kami berjalan biasa-biasa saja tanpa ada keanehan hingga hari kedua belas. Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai terganggu ketika majikan laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai untuk membeli gabah dan beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau pergaulanku dengan istri keduanya itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir ini istrinya itu sering minta aku membersihkan tempat tidurnya dan berpakaian yang sedikit kurang sopan di depanku saat suaminya keluar rumah. Aku justru sangat gembira mendengarnya.

Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir pribadinya sekitar pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku seperti hari-hari sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu tempat tidur majikanku. Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman belakang, sementara anak gadis satu-satunya itu sedang ke sekolah.

"Nis, bisa ngga kamu membantu aku seperti suamiku membantuku setiap malam?" tanya istri keduanya itu ketika aku sedang membersihkan tempat tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya itu.

Aku tidak segera menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.

"Membantu bagaimana yang ibu maksud?" tanyaku penuh ketakutan.

"Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena mataku tak bisa tertidur sebelum dipijit" katanya sambil sedikit senyum.

"Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah bu'. Aku bisa, tapi..tapiii aaapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu bu?" tanyaku terbata-bata kalau-kalau ia hanya memancingku.

"Ngga bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya. Lagi pula kamu diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang" katanya lagi.

Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca koran di ruang tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu istirahat di kamar tidurku. Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang makan, sedang ibu majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya masing-masing. Setelah siaran berita yang kami tonton habis, pembantu itu pergi tidur di kamarnya yang berdekatan dengan ruang dapur.

Sedangkan anak gadis majikanku masih terlihat belajar di kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Aku kembali teringat dengan perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati kapan perintah itu harus kulaksanakan, karena ibu tidak menjelaskan jam berapa dan di mana. Di ruang makan, atau ruang tamu ata di kamar tidurnya. Aku tunggu saja perintahnya lebih lanjut.

Setelah terdengar pintu kamar anak gadis majikanku itu tertutup dan terkunci rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar pula pintu kamar majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya. Aku pura-pura tidak memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku
itu duduk tidak jauh di sampingku sambil nonton TV bersamaku.

"Nis,, sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?" tanyanya setengah berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.

"Ti..tiiidak bu'. Mmmaaaaf bu', aku hampir lupa" jawabku ketakutan.

"Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut malam"ajaknya

"Ta..tapi di mana bu'?" tanyaku singkat.

"Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di kamarmu" jawabnya

Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang mencurigai aku. Tapi karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang di rumah itu pada tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu majikanku berjalan dengan pelan seolah takut pula diketahui orang lain dan ia menuju kamar tidurnya, sementara aku ikut di belakangnya dengan pelan dan hati-hati pula. Setelah masuk kamar, ia lalu menutup dan mengunci pintunya dengan rapat. Lalu ia membuka daster yang dipakainya dan terus telungkup tanpa memakai baju, melainkan hanya BH dan celana tipis yang agak pendek di badannya.

"Ayo Nis, silahkan dipijit kepala dan leherku bagian belakang lalu punggungku" pintanya seolah tak sabar menunggu lagi. Aku segera duduk di pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan hati-hati menyentuh kepalanya bagian belakang, terus turun ke leher belakangnya.

Setelah aku mencoba menekan dan mengeraskan sedikit pijitanku, ibu majikanku itu tiba-tiba bersuara dengan nada sedikit agak tinggi:

"Wah..kenapa tidak pakai minyak gosok Nis. Ambil di kolom rosban?"

"Yah..yah..maaf bu'. Aku tidak melihatnya tadi" kataku dengan suara agak tinggi pula.

"Jangan terlalu besar suaranya Nis, nanti kedengaran orang" kata ibu.

Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu berbisik "Punggungku juga Nis, biar aku bisa tidur nyenyak". Menyentuh kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup terangsang dibuatnya. Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah telanjang itu. Tapi karena itu adalah perintah majikan, maka aku segera laksanakan.

Ketika aku menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok punggungnya,terasa hangat sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus. Sesekali aku meletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna abu-abu yang dikenakannya. Kedua tanganku semakin lengket dan lambat gerakannya ketika ujung jariku sedikit menyelusup di balik pengikat BH dan
pinggir atas celananya. Bahkan sempat tanganku tidak bergerak sejenak ketika konsentrasiku mulai mengarah ke balik pakaiannya itu.

"Nis, kenapa diam. Ada apa, sehingga kamu tidak menggerakkan tanganmu itu?" tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku sempat melihat sebahagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.

"Ti..tidak apa-apa bu'. Hanya takut?" jawabku dengan nafas terputus.

"Takut sama siapa?. Khan tidak ada orang lain di sini, capek yaah?"

Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah sehingga ia terlentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan BH-nya tanpa sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata:

"Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar tubuhku lebih segar lagi. Ayolah Nis..." katanya sambil meraih kedua tanganku dan meletakkannya di atas pusarnya.

Jantungku terasa hampir copot ketika ibu majikanku itu mengangkat BH-nya sehingga bukit kembarnya nampak jelas menantang di bawah kedua batang hidungku. Aku tak mampu bersuara dan mengatur nafas, bahkan aku sedikit malu menatapnya, tapi:

"Jangan takut dan malu Nis. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan kamu pasti menginginkannya" katanya ketika aku mulai agak menghindar.

"Bbba..bagaimana ini bu'. Kek..kenapa bisa bbbbegggini?" tanyaku penuh ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur.

KEPONAKAN PEMBANTUKU YANG NAKAL

Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.
Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.
Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.
Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu. Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw.
Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap. “mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka. Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi. Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.
Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu. “Mbak....uuuh, enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar. Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar. “Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.
“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian.
Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw. Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.
“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.
“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”
Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.
Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali. Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya. Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya.
Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.......

Sabtu, 20 Agustus 2011

saat aku semester 2 dan kala itu aku berpacaran dengan seorang gadis bernama Nanda.

Baru 2 minggu yang lalu aku nyatakan cinta pada Nanda, saat itu di kantin kampus dan aku sedang asik-asiknya ngobrol dengannya..

Sampai pada satu saat yang kurasa tepat aku bilang " Nda,,aku sayang sama kamu..aku mau mulai sekarang kamu jadi pacarku..."

Lalu dengan tertunduk malu disertai semburat merah dikedua pipinya dia tersenyum manis sekali lalu berkata.. " aku juga sayang sama kamu, tapi aku gak mau kecewa..."

Sore hari di kantin kampus saat itu terasa begitu indaahnya hingga aku malu sendiri dihadapannya karena kegiranganku.

Nanda adalah seorang gadis yang periang..dengan postur tubuh yang sangat ideal untuk gadis-gadis dikampusku..

Tingginya sekitar 165cm, dengan rambutnya yg hitam berkilau panjang sepundak, kulitnya putih bersih tanpa cela, ukuran bra nya 36B.

Ku tau pada saat aku tanyakan padanya di malam minggu pertama waktu aku datang ngapel kerumahnya...tubuhnya yang tegak kala berjalan dengan dagu nya yang sedikit diangkat menambah keanggunan seorang gadis..

Raut wajahnya yang elok cantik dengan bibir yang selalu tersenyum dan matanya yang indah..yang selalu mencerminkan segala emosi yang di rasakannya..sungguh sebuah karya terindah dari seorang gadis yang pernah aku miliki saat itu.

Malam minggu pertama, aku datang dan kami mengobrol diteras samping rumahnya...dia begitu cantik dengan mengenakan rok terusan bunga-bunga dengan seutas tali mengait pundaknya yang memperlihatkan keelokan bahu dan kulit tangannya...

"Papa mama baru aja pergi, katany mau kondangan tuh" jawabnya saat aku tanyakan kedua orang tuanya. "Waah kita bisa bebas dong sayang...??" godaku yang disambut rebahan tubuhnya dipangkuanku.

Lalu setelah obrolan kecil disertai canda ringan aku coba untuk mencium bibirnya yang merah menggoda...lalu kamipun berciuman, begitu lembut bibirnya dan sedikit basah..

Setelah sekitar 15 menit berciuman aku beranikan tanganku untuk meraba dadanya...sempat dia tepiskan tanganku..tapi aku coba lagi...dan selalu dia tepiskan tanganku...dan akhirnya dia biarkan tanganku menyentuh pangkal payudaranya..

Ternyata aku terhalang dengan bra nya..dengan tanpa menyerah aku coba untuk mencari letak puting payudaranya..hingga kutemukan dan kuraba-raba dengan jari-jariku...nafasnya kamipun terrasa mulai memburu...

Lalu dia melepaskan ciuman panjang ku lalu menatap tanganku yang masih sibuk mencari pentil nya..."susah yaa...???

Aku kedalem dulu yaah..aku mau buka bra biar kamu gak susah.." bisiknya sambil menatap sayu padaku dan tersenyum...aku iya kan, sambil dia berlalu aku yang kegirangan segera meluruskan posisi penisku yang terangsang hebat dari apa yang baru saja aku alami.

Tak lama dia datang lalu langsung duduk dipangkuanku kami berhadapan dan tangannya melingkar di leherku..tatapanya tajam kearahku lalu dia berbisik " tangan kamu nakal sayang..." aku balas tersenyum "kamu suka...???"

Kataku, "tersenyum malu sambil menunduk lalu dia kembali menciumku...kami berpagutan kembali...dan tanganku langsung pada sasaran sebelumnya yaitu kedua payudaranya...

Darahku terasa semakin kerasa berpacu karena kurasakan begitu halus dan kencangnya kulit payudaranya..dan saat kusentuh putingnya, ada nafas tertahan dari Nanda dalam keasyikannya melumat lidah dan bibirku...

Nafasnya semakin terengah-engah lalu kurasakan dia menggodaku dengan menggoyang-goyangkan pantatnya..kini aku yang merasa dipermainkan..dia melepas ciumannya dan menatapku tersenyum nakal dan dengan tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya..dengan maksud menggodaku...

“Aduuuh sayaaang...kamu nakal amaat siiiihh...” kataku, “abis kamu duluaan...” jawabnya. “punya kamu keras amat sayang...??? kasian aku ma kamu...mau aku keluarin...???” tanyanya, lalu aku mengangguk tanda mengiyakan...

Lalu dia beranjak dari pangkuanku dan beringsut sujud dibawahku...dengan sabar dia menurunkan resleting jeans ku melepas tali pinggang ku dan menurunkan celana dalamku...sesaat dia tersenyum menatapku dan kembali menatap penisku...

”Punya kamu gede banget sih sayang...” sebenarnya aku masih terasa malu saat itu karena baru 3 hari kita jadian..tapi penisku sudah berhadapan dengan wajahnya yang cantik itu...

Dan selanjutnya dia mulai perlahan menunduk..menyentuh ujung penisku dengan hati-hati...lalu mengecupnya sekali sekali...Ohhh,,,sungguh pemandangan yang luar biasa indah...

“Sayang...aku keluarin yaaa...tapi nanti kalo udah mau keluar bilangin aku yaah...kamu juga liat-liat kedalem yaa..aku takut bi inah pembantuku nanti keluar..bisa diaduin aku sama mama papa...” “Iyaaa....” jawabku

Lalu dia mengulum lembut kepala penisku dengan sekali mempermainkan lidahnya dalam kulumannya...aku nikmati setiap sentuhan bibir dan lidahnya dipermukaan penisku...

”Ohh sayang....” saat dia melepas kulumannya dia menatapku dengan tatapan manja dan senyum yang menggoda...lalu kembali dia mengulum penisku sambil tangannya mengocok perlahan....

Tak beberapa lama aku rasakan dorongan yang begitu kuat terasa di kedua biji pelirku...lalu rasa itu semakin kuat terasa...dan “Sayaaang aku mau keluaaaaaarrr.................!!!!” bisikku tertahan

Lalu dia lepaskan kulumannya dan mengocok semakin cepat pada batang penisku sambil tatapannya tak lepas melihat raut mukaku..seakan menikmati setiap hentakan tangannya...

Sambil sesekali lidahnya menjilat-jilat ujung penisku...dan akhirnya “Aaaaaachhh....sayaaaaang” aku keluar menyemburkan cairan putih kentalku berkali-kali dan kulihat dia tak beranjak dari posisinya bahkan dia membuka mulutnya seakan menampung setiap semprotan-semprotan spermaku didalam mulutnya....

Ohh, benar-benar pemandangan yang sangat menggairahkan...”Ohhh...sayaaang enak bangeeeeeet....!!!!”

Cerita seks di malam minggu ini akan bersambung ke part 2! tongkrongin terus situs cerita dewasa terbaik ini!

Cerita Panas Gadis ABG 17 Tahun

tahun, kisah ini di angkat dari anak gadis yang bernama munga sebut seperti itu. dia masi pelajar dan bunga ini memang manis anaknya, banyak sekali teman-temannya yang meyukai bunga, bukan wajanya yang mani tetapi dia memiliki tubuh yang sangat sexy, dan bunga kalau berjalan sangat menggoda mata siapa saja laki-laki pasti tergoda karena pantatnya yang sangat kenyal dan bisa membuat kita yang melihat bisa halusinai untuk bisa mencintai bunga.

Dan ada anak yang bernama adi yang mana adi ini anaknya pendiam tetapi dia pintar sekali untuk pelajaran apa saja dia pasti mendapat nilai bagus-bagus. Sehingga dia di sukai di sekolahan itu, karena kejeniusannya dalam pelajaran. Tetapi adi ini tidak suka untuk memberikan contekan kepada teman -temannya karena maksut adi agar temanya sama-sama bisa. jawab adi.

Cerita panas ini bermula saat mereka berdua naik kelas 3 pertama-tama memang mereka berdua hanya teman saja dan karena bungan kurang bisa menguasai pelajaran maka adi di manfaatkan oleh bungan. Tetapi adi memang orangnya cuwek dan pendiam membuat bungan harus merayu adi estra keras karena sifat bunga kalau sudah maunya harus bisa di dapatkan.

Tetapi meskipun adi dirayu bungan yang mana bunga adalah artis sma yang sudah tidak diragukan kencatikan dan kemanisan wajah dan juga di imbangi oleh body yang baenol membuat siapa saja laki-laki pasti akan terjerat panah asmara. Tetapi aneh untuk adi ini dia kurang tertarik atas rayuan bunga primadona sma." Ternya adi bukanya tidak tertarik apada bungan tetapi sangat suka sama dia, tapi bunga tidak tau kalau adi tertarik sama bungan. Soalnya bunga kalau merayu adi hanya diyem dan terseyum saja sih...

Pada saat ada PR yang mana guru mereka ini sangat jahat membuat siswa-siswi ketakutan dan perkataan guru ini kalau siapa yang tidak mengerjakan tugas yang saya berikan sansi hukuman tidak boleh mengikuti pelajaran saya lagi. hingga bapak dan ibu kamu menghadap kepada saya. Semua murit merasa katakutan kepada guru tersebut untuk PR nya harus di kerjakan nantik sesudah pulang sekolah dan besoknya akan di kumpulkan.

Adi hanya biasa saja untuk menanggapi PR guru yang jahat itu karena adi sudah bisa untuk mengerjakanya tetapi bunga yang tidak bisa ini harus tergantung sama adi karena adi yang paling pinter di kelasnya.

Pada pukul 20.00 bunga keruma adi untuk mengerjakan PR hanya beberapa meter dari rumahnya bunga. dan bunga mengetuk rumah adi ternyata adi yang membukaan pinti. adi bertanya ada apa bungan ini di saya kurang bisa untuk mengerjakan PR saya meminta kamu untuk mengajari saya kata bungan dan adi mepersilakan masuk bunga. Dan mereka mengerjakan PR di lantai. Dan adi mengajari bungan denga serius dan tampa di duga rok bunga terselingkap dan terlihat sidi warna puti yang terawang hingga terlihat bentuk kelaminya dan adi langsung terangsang karena melihat cd bunga, dan batang kelamin adi menegang, dan bungan mengetahuinya dan itu membuat bungan juga terangsang melihat batang kelamin adi yang menonjol di celananya. Dan bungapun meyikap roknya sehingga terlihat jelas isi dari cdnya dan adi bilang kepada bunga boleh saya memegang punyak mu, dan bunga hanya menganggukan kepal dan bungan juga bilang aq juga boleh memegang punyak kamu dan adi mengangguka kepalnya juga. Dan malam itu mereka melakukan hubungan suami istri bungan yang masi gadis mengelurka darah perawanya dan mereka berdua menikmati malam itu malam yang tidak bisa di lupakan oleh keduanya.

Dan untuk PR nya mereka sudah mengerjakanya dan bunga tidak kesulitan lagi untuk bisa membuat PR. karena itu lah kalau ada PR bunga atau adi yang akan kerumah siapa yang lagi kosong. dan mereka mengerjakan PR duluh lalu mereka melakukan hubungan suami istri. Dan adi kalau mengelurkan seperma tidak pernah di keluarka di dalam karena adi tau kalau saya mengelurkan seperma di dalam maka bungan akan hamil. kata konak sang adi.

Dan mereka berdua bisa menjaga hubungannya hingga dia keraja dan mereka berdua berjanji ingin sehidup semati dan akhirnya mereka menika pada usia 24 tahun dan mereka bisa bahagiya. selamnya. ...............The and...................Cerita panas.

Kamis, 04 Agustus 2011

sex anak smp

Sore itu, aku gerah sekali. Aku mengenakan kain sarung. Biasa itu aku lakukan untuk mengusir rasa gerah. Semua keluargatau itu. Kali ini seperti biasanya aku mengenakan kain sarung tanpa baju seperti biasanya, hanya saja kali ini aku tidak mengenakan CD.

“Wandy (nama samaran)…ibu pergi dulu ya. Temani Shindy, ya,” ibu kosku setengah berteriak dari ruang tamu.

“Ok…bu!”jawabku singkat. Aku duduk di tempat tidurku sembari membaca novel Pramoedya Ananta Toer. AKu mendengar suara pintu tertutup dan Shindy menguncinya. Tak lama Shindy datang ke kamarku. Dia hanya memakai minishirt. Mungkin karean gerah juga. Terlihat jelas olehku, teteknya yang mungil baru tumbuh membayang. Pentilnya yang aku rasa baru sebesar beras menyembul dari balik minishirt itu. Shindy baru saja mandi. Memakai celana hotpant. Entah kenapa, tiba-tiba burungku menggeliat. Saat Shindy mendekatiku, langsung dia kupeluk dan kucium pipinya. Mencium pipinya, sudah menjadi hal yang biasa. Di depan ibu dan ayahnya, aku sudah beberapa kali mencium pipinya, terkadang mencubit pipi montok putih mulus itu.

Shindy pun kupangku. Kupeluk dengannafsu. Dia diam saja, karen tak tau apa yang bakal tejadi. Setelah puas mencium kedua pipinya, kini kucium bibirnya. Biobir bagian bawah yang tipis itu kusedot perlahan sekali dengan lembut. Shindy menatapku dalam diam. Aku tersenyum dan Shindy membalas senyumku. Shindy berontak sat lidahku memasuki mulutnya. Tapi aku tetap mengelus-elus rambutnya.

“Ulurkan lidahmu, nanti kamu akan tau, betapa enaknya,” kataku berusaha menggunakan bahasa anak-anak.

“Ah…jijik,”katanya. Aku terus merayunya dengan lembut. Akhirnya Shindy menurutinya. Aku mengulum bibirnya dengan lembut. Sebaliknya kuajari dia mkenyedot-nyedot lidahku. Sebelumnya aku mengatakan, kalau aku sudah sikat gigi.

“Bagaimana, enak kan?” kataku. Shindy diam saja. Aku berjanji akan memberikan yang lebih nikmat lagi. Shindy mengangukkan kepalanya. Dia mau yang lebih nikmat lagi. Dengan pelan kubuka minishirt-nya.

“Malu dong kak?” katanya. Aku meyakinkannya, kalau kami hanya berdua di rumah dan tak akan ada yang melihat. Aku bujuk dia kalau kalau mau tau rasa enak dan nanti akan kubawa jajan. Bujukanku mengena. Perlahan kubuka minishirt-nya. Bul….buah dadanya yang baru tumbuh itu menyembul. Benar saja, pentilnya masih sebesar beras. Dengan lembut dan sangat hati-hati, kujilati teteknya itu. Lidahku bermain di pentil teteknya. Kiri dan kanan. Kulihat Shindy mulai kegelian.

“Bagaimana…enakkan? Mau diterusin atau stop aja?” tanyaku. Shindy hanya tersenyum saja.

Kuturunkan dia dari pangkuanku. Lalu kuminta dia bertelanjang. Mulanya dia menolak, tapi aku terus membujuknya dan akupun melepaskan kain sarungku, hingga aku lebih dulu telanjang. Perlahan kubuka celana pendeknya dan kolornya. Lalu dia kupangku lagi. Kini belahan vaginanya kurapatkan ke burungku yang sudah berdiri tegak bagai tiang bendera. Tubuhnya yang mungil menempel di tubuhku. Kami berpelukan dan bergantian menyedot bibir dan lidah. Dengan cepat sekali Shindy dapat mempelajari apa yang kusarankan. Dia benar-benar menikmati jilatanku pada teteknya yang mungil itu.

“Shindy mau lebih enak lagi enggak?” tanyaku. Lagi-lagi Shindy diam. Kutidurkan dia di atas tempat tidurku. Lalu kukangkangkan kedua pahanya. Vagina mulus tanpa bulu dan bibir itu, begitu indahnya. Mulai kujilati vaginanya. Dengan lidah secara lembut kuarahkan lidahku pada klitorisnya. Naik-turun, naik-turun. Kulihat Shindy memejamkan matanya.

“Bagaimana, nikmat?” tanyaku. Lagi-lagi Shindy yang suka grusah grusuh itu diam saja. Kulanjutkan menjilati vaginanya. Aku belum sampai hati merusak perawannya. Dia harus tetap perawan, pikirku. Shindy pun menggelinjang. Tiba-tiba dia minta berhenti. Saat aku memberhentikannya, dia dengan cepat berlari ke kamar mandi. Aku mendengar suara, Shindy sedang kencing. AKua mengerti, kalau Shindy masih kecil. Setelah dia cebok, dia kembali lagi ke kamarku.

Shindy meminta lagi, agar teteknya dijilati. Nanti kalau sudah tetek di jilati, ***** Shindy jilati lagi ya Kak? katanya. Aku tersenyum. Dia sudah dapat rasa nikmat pikirku. Aku mengangguk. Setelah dia kurebahkan kembali di tempat tidur, kukangkangkan kedua pahanya. Kini burungku kugesek-gesekkan ke vaginanya. Kucari klitorisnya. Pada klitoris itulah kepala burungku kugesek-gesekkan. Aku sengaja memegang burungku, agar tak sampai merusak Shindy. Sementara lidahku, terus menjilati puting teteknya. Aku merasa tak puas. Walaupun aku laki-laki, aku selalu menyediakan lotion di kamarku, kalau hari panas lotion itu mampu mengghilangkan kegerahan pada kulitku. Dengan cepat lotion itu kuolesi pada bvurungku. Lalu kuolesi pula pada vagina Shindy dan selangkangannya. Kini Shindy kembali kupangku.

Vaginanya yang sudah licin dan burungku yang sudah licin, berlaga. Kugesek-gesek. Pantatnya yang mungil kumaju-mundurkan. Tangan kananku berada di pantatnya agar mudah memaju-mundurkannya. Sebelah lagi tanganku memeluk tubuhnya. Dadanya yang ditumbuhi tetek munguil itu merapat ke perutku. Aku tertunduk untuk menjilati lehernya. Rasa licin akibat lotion membuat Shindy semakin kuat memeluk leherku. Aku juga memeluknya erat. Kini bungkahan lahar mau meletus dari burungku. Dengan cepat kuarahkan kepala burungku ke lubang vaginanya. Setelah menempel dengan cepat tanganku mengocok burung yang tegang itu. Dan crooot…crooot…crooot. Spermaku keluar. Aku yakin, dia sperma itu akan muncrat di lubang vagina Shindy. Kini tubuh Shindy kudekap kuat. Shindy membalas dekapanku. Nafasnya semakin tak teratur.

“Ah…kak, Shindy mau pipis nih,” katanya.

“Pipis saja,” kataku sembari memeluknya semakin erat. Shindy membalas pelukanku lebih erat lagi. Kedua kakinya menjepit pinggangku, kuat sekali. Aku membiarkannya memperlakukan aku demikian. Tak lama. Perlahan-lahan jepitan kedua aki Shindy melemas. Rangkulannya pada leherku, juga melemas. Dengan kasih sayang, aku mencium pipinya. Kugendong dia ke kamar mandi. Aku tak melihat ada sperma di selangkangannya. Mungkinkah spermaku memasuki vaginanya? Aku tak perduli, karean aku tau Shindy belum haid.

Kupakaikan pakaiannya, setelah di kamar. Aku makai kain sarungku. Mari kita bobo, kataku. Shindy menganguk.

“Besok lagi, ya Kak,” katanya.

“Ya..besok lagi atau nanti. Tapi ini rahasia kita berdua ya. Tak boleh diketahui oleh siapapun juga,” kataku. Shindy mengangguk. Kucium pipinya dan kami tertidur pulas di kamar.

Kami terbangun, setelah terdengar suara bell. Shindy kubangunkan untuk membuka pintu. Mamanya pulang dengan papanya. Sedang aku pura-pura tertidur. Jantungku berdetak keras. Apakah Shindy menceritakan kejadian itu kepada mamanya atau tidak. Ternyata tidak. Shindy hanya bercerita, kalau dia ketiduran di sampingku yang katanya masih tertidur pulas.

“Sudah buat PR, tanya papanya.

“Sudah siap, dibantu kakak tadi,” katanya. Ternyata Shindy secara refleks sudah pandai berbohong. Selamat, pikirku.

Setelah itu, setiap kali ada kesempatan, kami selalu bertelanjang. Jika kesempatan sempit, kami hanya cipokan saja. Aku menggendongnya lalu mencium bibirnya.
Hal itu kami lakukan 16 bulan lamanya, sampai aku jadi sarjana dan aku harus mencari pekerjaan.

Malam perpisahan, kami melakukannya. Karena terlalu sering melaga kepala burungku ke vaginanya, ketika kukuakkan vaginanya, aku melihat selaput daranya masioh utuh. Masa depannya pasti masih baik, pikirku. Aku tak merusak vagina mungil itu.

Sesekali aku merindukan Shindy, setelah lima tahun kejadian. AKu tak tahu sebesar apa teteknya sekarang, apakah dia ketagihan atau tidak. Kalau ketagihan, apakah perawannya sudah jebol atau tidak. Semoga saja tidak.