Senin, 28 Januari 2013

Selamat Datang Di BLOG SAKAYALOWAS...Silahkan anda download semua yang anda butuhkan di website ini semoga bermanfaat SAKAYALOWAS BLOG

BAHAM ; PAHLAWAN ATAU PEMBERONTAK ??

Oleh Ahmad Zuhri Muhtar dan Arief Hidayatnmp

Masarakat Sumbawa generasi sekarang mungkin sedikit yang tahu kalau dahulu ada seorang yang dengan sungguh-sungguh membela tanah air atau desa daratnya dari ketidak adilan khususnya terhadap sepak terjang Belanda yang suka memeras keringat, tenaga bahkan nyawa masarakat untuk kepentingan nya. Dia adalah seorang laki-laki yang dilukiskan berperawakan tinggi besar dan kekar bahkan dikenal sangat kebal dari semua jenis benda tajam bahkan ia tidak tertembus peluru. “ Baham”.. ; itulah nama laki-laki asal Gunung Kecamatan Orong Telu dibagian selatan Kabupaten Sumbawa. Namanya sangat melagenda dikalangan masarakat Orong Telu bahkan di Kabupaten Sumbawa. Namun bersamaan dengan bergantinya zaman, nama Baham seolah terlupakan.
Baham terlahir dari sebuah keluarga sederhana di Dusun Gunung Desa Sebeok Orong Telu. Ia hidup ditengah kesederhanaan keluarganya. Bercocok tanam, itulah pekerjaan utamanya. Dimusim kemarau ia menghabiskan waktu nya untuk berburu menjangan atau mengambil madu di hutan sekitar desanya. Ia juga dikenal sebagai manusia yang paling membenci penjajahan Belanda, temasuk orang-orang yang bekerjasama dengan Belanda. Sebagian pelaku-pelaku sejarah masa lalu, melukiskan Baham sebagai seorang pemberontak terhadap kebijaksanaan pemerintah kerajaan. Sehingga wajar kalau perjuangan seorang Baham tidak pernah ditulis apalagi menempatkan dirinya sebagai seorang pahlawan.
Masarakat Orong Telu ternyata tidak menerima kalau Baham disebut sebagai seorang pemberontak. Ketika saya masih duduk dibangku Sekolah Dasar, saya sering berkunjung ke Dusun Gunung ini. Kala itu seorang cucu Baham masih hidup dan beliaulah yang banyak bercerita tentang kepahlawanan sang kakek. Menurut cucunya ini ( saya lupa namanya ) Baham selalu menentang kalau petugas pajak kerajaan datang mengambil paksa upeti atau pajak untuk raja, tidak peduli kalau masarakat gagal panen. Satu ketika ia membunuh pemungut pajak itu dan semua padi, beras atau apa saja yang diambil petugas itu, dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Baham kemudian dicari untuk ditangkap oleh tentara kerajaan. Namun tak seorang pun dari tentara itu yang berhasil melumpuhkan Baham, walau ia ditembak sekalipun. Baham konon memiliki ilmu kebal dan bisa menghilang dari penglihatan orang yang sirik terhadapnya.
Suatu hari ketika Baham sedang mencari ikan disungai dekat desanya, dua orang tentara Belanda menembaknya dengan peluru bulaeng ( emas ) dari atas tebing sungai. Baham terjatuh dan segera disusul oleh sang penembak. Namun apa yang ditemukan, sosok Baham konon telah berubah menjadi pohon pisang. Nah pohon pisang inilah yang dikuburkan masarakat Gunung dipinggir sungai tersebut. Saat berada di Gunung saya sempat menyaksikan kubur Baham. Terakhir setelah dusun ini berkembang, dikomplek makam Baham ini dibangun sebuah SD Inpres. Namun sayang, semua itu telah hilang. Dusun Gunung pun sekarang ini hanyalah tinggal nama, karena masarakat setempat sudah pindah dan membangun desa baru di jalan lintas Senawang-Sebeok.
Kembali ke cerita Baham ; bahwa ternyata Baham tidak mati. Pohon pisang yang dikuburkan masarakat hanyalah sebuah kamuflase agar tentara Belanda merasa puas karena sudah membunuh Baham. Dari peristiwa itu Baham kemudian bersembunyi disebuah tempat disekitar Peruak ( pendakian ) Batu Anar dikawasan Batu Rotok Kecamatan Batu Lanteh. Cukup lama ia bersembunyi disini dan sebagai penghubung antara Baham dan keluarganya tersebutlah sebuah nama yang dikenal sangat bijak. Namanya Senan. Ia berasal dari Senawang Berang. ( Desa ini senasib dengan Gunung yang ditinggal pergi penduduknya.) Senan inilah yang banyak membantu mulai dari pelarian hingga ke persembunyian Baham. Konon dalam perjuangan melawan kaki tangan Belanda, Baham selalu ditemani Senan. Sejak ia bersembunyi, Baham selalu merepotkan pemerintah kerajaan. Ia diceritakan pernah merampok persediaan makanan kerajaan di Pemangong dan Lenangguar dan banyak aksi-aksi Baham lainnya yang membuat Belanda turun tangan langsung untuk mencari dan membunuh Baham. Kini Baham dan Senan sudah tiada. Tidak seorangpun yang mengetahui secara pasti kapan Baham maupun Senan itu meninggal.
Sekarang untuk mencari kuburan Baham sungguh sangat sulit. Yang ada hanyalah kuburan yang berisi pohon pisang disamping SDN Gunung. Kuburan sesungguhnya dari Baham ini, hingga sekarang tak seorang pun yang tau. Yang jelas Baham dikuburkan disekitar tempat persembujiannya. Begitu pula kuburan Senan. Dahulu kita dapat menjangkaunya dijalan setapak antara Gunung dan Sebeok. Namun sekarang tempat itu sudah dibangun jalan lintas Senawang Sebeok. Kuburan Senan pun hilang tak ketahuan rimba. Sosok Baham adalah pahlawan bagi masarakat Orong Telu, namun ia disebut pemberontak oleh pemerintah kerajaan Sumbawa kala itu.
Baham hidup pada saat Sultan Jalaluddin III memerintah yakni antara Tahun 1833 – 1931. Kisah ini hanyalah sekelumit dari sebuah cerita panjang tentang seorang Baham. Pertanyaan saya kepada pembaca ; perlukah kita menelusuri atau menggali kembali kisah ini, minimal untuk mengetahui secara pasti apakah ia pahlawan atau pemberontak ??
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »
H.MUHAMMAD HATTA

CERITA BUDAYA OLEH H.M.HATTA

H.MUHAMMAD HATTABiografi Penulis:
Nama                                                    :  Muhammad Hatta Utan
Tempat tanggalLahir                       : Utan, 5 Juli 1937
Pendidikan                                         : SDN Utan  Tahun 1951
SGBN Sumbawa  tahun 1956
SPGN Mataram  1968
Kursus Tertulis                                  : Kursus Jurnalistik : K J J Jakarta tahun 1990
Kursus mengarang cerpen Sumatra 1990
Pekerjaan                                           : Pensiunan Penilik Kebudayaan Depdikbud Kecamatan Utan/Rhee
Pengalaman Kerja                           : a.  Guru SDN  tahun 1956
b. Kepala SDN tahun 1969 – 1981
c. Kepala PGAP tahun 1971 s/d  1977
d. Penilik kebudayaan  tahunUtan tahun 1985 – 1998
Karya Tulis                                           : -  Adat Istiadat Sumbawa Biso Tian : FEMINA 1985
  • Kerapan Kerbau : Sahabat Pena dan Tanah Air 1990
  • Rusa Putih  : Tabloit Swadesi 1987
  • Diktat Kebudayaan Depdikbud Kec.Utan
  • Cerita Rakyat :            -  Pedang sepikil
-          Datu Geragus
-          Adat Istiadat Perkawinan
-          Main BAwi
-          Lalo Beli ilmu
-          Dll
Alamat                                                  : Jalan Sudirman no 8 Rt 01 Desa Jorok Kecamatan Utan Kab Sumbawa
NTB  (84352)
Telpon (0371-25239
ShareThis
View page »
Mufti Jauhari

FUNGSI LAWAS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUMBAWA

Mufti Jauhari
Mufti Jauhari
FUNGSI LAWAS
PADA MASYARAKAT  SUMBAWA
(Oleh : Mufti Jauhari Alhusni)
Kelengkapan Referensi Penyusunan Skirpsi salah satu Mahasiswi Universitas Mataram
Lawas adalah salah satu sastra lisan yang berkembang di masyarakat Sumbawa, lawas sangat erat penyatuanya dengan kehidupan sosial masyrakat, karena lawas berfungsi sebagai sarana penyaluran emosi dari interaksi dengan lingkunagan. Dengan bahasa lawas orang bisa berkomunikasi dang menyampaikan maksudnya kepada orang lain dalam berbagai lini hidup, baik itu kehidupan rumag tangga, pergaulan muda mudi, pendidikan bahkan sosial politik. Berikut fungsi lawas pada masyarakat Sumbawa yang merujuk pada fungsi sastra lisan secara umum.

  1. 1.              PROYEKSI ANGAN-ANGAN SUATU KOLEKTEIF
Suatu kolektif pada umumnya membupnyai cita-cita tertentu.  Keingingn itu biasanya tergambar melaui karya seni (seni sastra) mereka. Keinginnan kolektif masyrakat Sumbawa tergambar  seperti pada lawas berikut :
Loba ku manra lalayang                                 (Anadaikan aku bagai layang-layang)
Ya ku ngibar manra piyo                                (Kan ku terbang bagaikan burung)
Me tokal sugi ku layar                    (Kemana (tempat) kekayaan kan ku layar)
Lawas di atas merupakan sebuah cita-cita/motivasi untuk senantiasa berusaha mencari sumber penghidupan walaupun  itu berdada di tempat jauh.
Sia bulaeng tu tino                           (Engkau bagaikan logam emas pilihan)
Lamen to komong salaka              (Jikalau bisa membungkus perak)
Intan sia si tu ketong                      (Maka engkaulah permata yang kami sandarkan)
Lawas di atas merupakan ungkapan bahwa pemipin adalah orang terpilih, jika mampu mengayomi rakyatnya maka ialah pemimpin yang akan disegani dan dihormati
Adapun jenis-jenis lawas yang masuk dalam fungsi ini adalah lawas pasatotang/nasihat (lawas tau loka) dan lawas muda-mudi, karena secara umum fungsi lawas dalam konteks ini merupakan sebuah cita-cita atau harapan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain untuk memperoleh sesuatu yang terbaik. Berikut beberapa contoh berdasarkan jenis tersebut:
-       Lawas pasatotang / lawas tau loka
Bilen pesan guru kaji              (berpesan guru saya)
Na kalanye masa ode             (Masa kecil jangan kau lalaikan)
Nesal mudi nonda tuju          (sesal kemudian tiada guna)
Seorang anak yang mengulang kembali pesan (nasihat)nya dengan harapan agar orang lain yang mendengar dapat mengikunya.
Lamen pendi mares pendi                           (Jika dikasihi terruslah kasihi)
Na musayang manra kemang                     (Jangan kau sayang seprti bunga)
Manra me lema na bosan                             (Bagakan nasi, agar tak bosan)
Sebuah harapan orang tua kepada anaknya yang baru bekeluarga agar cinta kasihnya jaganlah seperti bunga yang jika layu dicampakkan, teapi baigaikan memakan nasi yang tiada bosannya  sepanjang masa.
-          Lawas taruna dadara
Lamen salamat era na                    (Jika selamat di kemudian hari)
Yabarete untung kita                      (Kita raih keberuntungan)
Tupina  bangka ban jati                  (Kan kta buat perahu kayu jati)
Cita-cita pasangan muda-mudi  yang  jika kelak nanti di persatukan dalam pernikahan  ingin membangun rumah tangga yang bahagia dengan tali cinta yang kuat (diibaratkan dengan ban jati / papan jati)
Rasate tu saling beme                    (Hasrat kita saling asah)
Na gama tenri ko capa                   (Jangan sampai jatuh pada celaka)
Nene satenrang palangan            (Oh Tuhan terangilah jalan kami)

Palangan panyayang kita                              (Perjalanan cinta kita)
Leng tenga lenang tanewang                      (Di tengah padang yang bergelora)
Saling siyer nyaman ate                                 (Saling bersahutan dengan hati yang gembira)

Ijo godong saling siyer                   (Hijau daun saling bersahut)
Na tu jolo leng palece                    (jangan biarkkan kita condong pada godaan)
Ila gama na kanampi                       (agar malu tidak menghampiri)
Harapan dan cita-cita sepasang kekasih (“kita” dan “tu”) agar cinta kasih mereka senantiasa terjaga dari kamaksiatan dan selalu dalam ridho Tuhan yang Maha Esa
  1. 2.         ALAT PENEGASAN PRANATA  SOSIAL
Masyarakat manapun di dunia ini selau ingin mempertahankan pranata sosial yang dimiliki sebagai sebuah tatanan nilai budyanya. Upaya tersebut selalu diungkapkan dalam bahasa lawas oleh orang tua kita dulu, seperti contoh berikut ini:
E sarea tu dadara                             (Wahai semua para gadis)
Na gama langgar parenta              (Jangan sampai engkau melanggar adat)
Gita manras tu pangantan            (Lihatah betapa indahnya menjadi penghantin)
Lawas di atas mengungkapkan tentang betapa indahnya menjadi pengantin dengan menjalankan prosesi adat istiadat.
Jenis lawas yang masuk dalam fungsi ini adalah:
-            Lawas pasatotang / lawas tau loka
Mana desa bongka cabe                       (walaupun di kampung kita menanak cabe)
Lamen tu to bawa diri                           (Jikalau kita bisa membawa diri)               
Mulia nan si parana                              (Mulialah diri pribadi)
Lamen tu to bawa diri pada lawas di atas mengandung makna bahwa kita harus bisa mempertahankan ataupun menyesuaikan diri dengan aturan  dan norma  sosial yang berlaku.  Mulia nan si parana merupakan  hasil dari kemampuan kita dalam menempatkan diri dengan lingkungan sosial budaya dan mematuhi norma yang berlaku.
-            Lawas Taruna Dadara
Tutu boa ku saruntang           (Memang ucapanku serampangan)
Ateku pati palajar                    (Hatiku patuh pada perintah)
Do untung pili gama pag        (Duhai nasib/jodoh pilihlah tempat )
Lawas di atas mepupakan penegasan dari seorang gadis  selalu patuh terhadap aturan, walaupun kelihatannya dalam komunikasinya agak terbuka, namun tetap berharap mendapatkan jodoh yang baik.
Rasate tingi panyayang                                  (Kalau inging tingginya cinta)
Lampang mo gama batemung                    (Jarang-jaranglah bertemu)
Ma lema belo panotang                                  (Agar panjang rasa rindumu)
Lamen rampak mo tu ngayo                        (Jiakalau terus-menerus  kita bertandang)
Panulang mata manir mo                              (Pandangan mata menjadi jenuh)
Panyayang turen baroba                              (Rasa cinta turun berubah)
Tu tokal rapat badua                       (Duduk rapat berdua)
Lat manra tali pagar                         (Jaranglah  jaraknya bagai ikatan pagar)
Rapat ya rusak panyanag              (Jikalau rapat kan merusak cinta)
(Mufti  Alhusni. Dari Syair Sayidina Ali bin Abi Thalib)
Lawas di atas menegaskan bahwa dalam pergualan sepasang kekasih hendaknya  tidak teralau sering bertemu, karena akan merusak rasa cinta karena godaan, serta mendatangkan fitnah.
-               Lawas Agama
Riam tu gegan ibadat                              (Semarak nan damai orang yang giat ibadah)
Turet manik pasatelit                             (Mengikuti Firman dan sabda sebagai petunjuk)
Telas nyaman sangka caya                   (Hidup tentram meraih cahaya)
Lawas di atas menegaskan bahwa agama sebagai pranata tertinggi dalam hidup kita hendaknya kita jalankan berdasarkan petunjuk dalam kitab suci, sehingga menjadikan hidup kita tentram dan meraih kesuksesan
  1. 3.         FUNGSI EDUKATIF
Sebagai fungsi edukatif, lawas mencakup pengertian yang luas baik menyangkut masalah sosial maupun keagamaan. Fungsi ini bahkan sudah lazim menjadi dalil dalam dunia sastra.
Nan mu lalo bilen desa                   (kepergianmu meninggalkan desa)
Pariri mata mu nulang                    (Waspadalah dalam pandangan)
Peno’ turusak  kacapa                    (Banyak orang rusak karena meremehkan)
Nilai edukatif dalam lawas hampir tdak terlepas dalam setiap jenis lawas (lawas Nasihat, lawas cinta dan lawas anak-anak), karena kalau dicermati secara teliti setiap jenis lawas tetap mengandung nilai pendidikan. Nilai-nilai tersebut dipoles dengan gaya bahasa yang indah walaupun itu isinya berupa kritikan tajam ataupun motivasi. Tata cara dalam bahasa itulah yang mengedukasi kita tentang tata cara atau etika komunikasi kepada sesama.
Contoh :
Lawas kelakar
Ajan aku dadi renget                                      (Andaikan aku jadi nyamuk)
Ku nyampe leng papar buret                      (Ku hinggap di bokong)
Mana tampo leng mamung entet             (Walaupun dihalau baunya kentut)
Areng ka ku bau ngeset                              (Asalkan bisa ku menggigit)
Nilai edukasi dari lawas di atas adalah walaupun susah dan penuh rintangan tidak ada keputus asaan dalam mencari makan.
Lawas Agama
Ya mubuya nyata iman                  (Kau cari nyatanya iman)
Tili leng godong ma’rifat                (Tertutup tabit daun ma’rifat)
Leng selak syukur ke sabar          (Di antara rasa syukur dan kesabaran)
Nilai edukasi pada lawas religi di atas adalah  kita selaku manusia yang bertaqwa hendaknya mengutamakan rasa syukur dan kesabaran sebagai implementasi keimanan.
Lawas anak-anak
Cik cik lema tu marancik                                (Cik cik ayo kita marancik/bermain)
Cik cik nanta bawi  kuntung                         (Cik cik adu kasihan sang babi buntung)
Tau licik kena tuntung                                    (Orang yang tidak masuk sekolah kena pukul)
Lawas di atas biasa diucapkan anak-anak pada saat bermain bersama. Pada kalimat ketiga (Tau licik kena tuntung) merupakan motivasi bagi diri anak-anak bahwa mereka tidak larut dalam suasana asyik bermain hingga tidak masuk sekolah atau pergi mengaji, karena biasanya guru memberikan hukuman berupa pukulan kapada orang yang alpa (licik).
  1. 4.              ALAT NEGASI /KENDALI SOSIAL
Fungsi lawas sebagai alat negasi dan kendali sosial tampaknya sulit dipisahkan, suatu sistem sosial yang pada umumnya akan tetap dipertahankan oleh pemiliknya. Suatu upaya untuk tetap mempertahankan sistem sosial yang ada dengan megkritik anggota yang tidak menaatinya, namun di balik itu ada keinginan untuk tetap melestarikan sistem yang ada, seperti contoh pada lawas berikut:
Pang ku seman desa ta                  (Suatu kejanggalan di desa ini)
Adat sarea no kenang                    (Adat tak semuanya digunakan)
Me po ka cara rua na                      (Bagaimanakah kebiasaannya)
Lawas di atas kritikan pada kebiasaan di sebuah desa  yang tidak menggunakankan adat kebiasaan sebagaimana mestinya.
Jenis lawas yang masuk dalam fungsi ini adalah :
-       Lawas Agama
Mana  me luk senda datang                     (Walau bagaimanapun suara yang datang)
Na mo giyer ko palece                           (Jangan goyak karena rayuan)
Sakantap iman leng dada                      (mantapkan iman di dalam dada)
Iman  neja caya intan                     (Iman tampak cahaya permata)
Tu sakomong cinde putih             (Terkafan oleh sutra putih)
No tu beang tenri capa’                 (Jangan biarkan jatuh pada celaka)
Fungsi kritis agama terhadap perilaku individu dan kelompok sangatlah ampuh digunakan untuk mengendalikan dampak-dampak buruk dari pergeseran tatanan nilai dalam masyarakat kita, hal ini juga sejalan dengan falsafah Adat Barenti Ko Syra’, Syara’ barenti ko kitabullah. Lawas di atas merupakan seruan dalam upaya penguatan keiman dan penolakan pengaruh budaya luar yang dapat merusak prilaku masyarakat.
Lawas Pasatotang tentang Penjagaan Alam
Gili rea tu tarepa                                      (Tanah nan luas kita pijaki)
Pasuk pedenung ke ate                        (Tancapkan pelindung dengan keikhlasan hati)
No tu beang samar mata                      (jangan biarkan rapuh pandangan mata)
Lamen samar mata nulang                           (Jakau rapuh pandangan mata)
Angin renas no maliser                                  (Angin spoi tak lagi meninabobokan)
Ai barereng kesatmo                                      (Air mengalir kan mengering)
Lawas di atas menyatakan bahwa pentingnya menjaga alam lingkungna kita agar tidak tejadi kerusakan, PADENUNG pada baris kedua bait pertama adalah pelindung baik secara fisik (konservasi) ataupun non fisik keilmuan dan prilaku.
Lawas Taruna Dadara
Ijo godong saling siyer                           (Hijau daun saling bersahut)
Na tu jolo leng palece                            (jangan biarkan kita condong pada godaan)
Ila gama na kanampi                               (agar malu tidak menghampiri)
Harapan dan cita-cita sepasang kekasih (“kita” dan “tu”) agar cinta kasih mereka senantiasa terjaga dari kamksiatan dan selalu dalam ridho Tuhan yang Maha Esa
  1. 5.         FUNGSI HIBURAN
Lawas sebagai sastra tutur pada masyarakat Sumbawa secara umum juga berfungsi sebagai media hiburan. Karena itu merupakan rukh dari sebuah karya sastra. Lawas dapat dikemas dalam bentuk tampilan seni Sakeco, ngumang,  rabalas lawas, langko dan lain-lain yang murupakan konsumsi hiburan masyarakat. Dalam fungsinya sebagai hiburan lazimnya lawas yang dibawakan selalu berisikan lelucon dan kelakar bahkan biasanya menggoda atau menganggu orang lain. Mengganggu orang lain yang dimaksud dalam hal ini adalah membangkitkan semangat dan gairahnya yang mungkin tadinya kelihatan kurang semangat mengikuti sebuah acara.
Contoh :
Ada adiku  sakodeng                                      (Ada adikku seorang)
Ku sempit ngaji ko kaung                              (Kutitipkan ngaji ke Kaung)
Mole-mole basa kaung                                  (Pulang-pulang berbahasa kaung)
Tanya seda basa Kaung                                 (Inilah bunyi bahasa kaung)
Mandore madiata                                            (Mandore madiata)
Kakan sore masi mata                                    (makan kepiting masih mentah)
Ta nya lawas nde ali                        (Inaialah lawas paman Ali)
Sepan aku soro tali                          (Mengira aku mencuri tali)
Matea au ku barari                          (Tunggang langgang ku berlari)
Kutunung petang asarawi                            (Kutidur lelap semalam)
Kubaripi pendek konde                                 (Kubermimpi pegang konde)
Lampa jambo galang guling                          (Ternyata hiasan bantal guling)
  1. 6.              MEMBUKA PERHELATAN  / ACARA
Sebuah acara baik itu acara upacara adat, kegiatan sosial kemasyarakat ataupun permainan rakyat, biasanya juga di buka dengan bahasa lawas sebagai salah satu upaya dalam menempatkan ciri-ciri budaya lokal dalam kehidupan masyarakat Sumbawa.
Contoh :
Ramanik Nabi Muhammad                          (Bersabda Nabi Muhammad)
Sarea anung tu  boat                                      (Seamua yang kita kerjakan)
Tusamula ke bismillah                                    (Kita mulai dengan bismillah)

O sarea rama peno                                          (Wahai semua orang banyak)
Ma batompok ma baliuk                               (Ayo merapat berkumpul)
Panto tu jago barempuk                                               (saksikan oranga jago bertinju)

Tu samula ke bismillah                                   (Dimulai dengan bislillah)
Ireng ke salam sawaw                                    (Diirngi salam dan salawat)
Salamat gama parana                                     (selamat sentauasa kiranya tubuh ini)

  1. 7.         SEBAGAI MEDIA INFORMASI DAN PROMOSI
Lawas sebagai salah satu sastra lisan di Sumbawa yang sudah menyatu dengan kehidupan sosial masyarakat sangat berperan dalam proses transformasi nilai budaya, penyebaran informasi dan sebagai sarana pendidikan agama. Seperti lawas pamuji dan lawas tuter Nabi Muhammad merupakan sebuah bentuk inforamsi pendidikan agama yang menggunakan media lawas. Pada era tahun 1950an dan 1960an lawaspun juga digunakan sebagai sarana promosi partai politik. Dewasa inipun tak jarang kita lihat papan-papan yang berisi promosi pembangunan di daerah juga menggunkan lawas.
Contoh :
Samawa tanah bulaeng                        (Sumbawa tanah emas)
Sonap olat kati mega                             (Dikeliling oleh gunung benjulang ke mega)
Katokal tu tanam jangi                          (menjadi tempat menanam masa depan
Sai sate nyaman ate                                     (Siapa yang ingin menyenagkan hati)
Laga tempu desa kami                                   (Ayo bergabung dengan desa kami)
Riam remo pang Samawa                             (Semarak dan damai di tanah Sumbawa)
(Informasi dan Promosi)
Laga sia tana KB                                   (Ayo anda ikut KB)
Dua anak tepang jangka                      (Dua anak cukup saja)
Lema bau bakalako                               (Agar bisa berdaya gun
(Promosi Program KB)

Artikel Terkait : Kumpulan Lawas Religi Samawa





ShareThis
View page »

HUBUNGAN SUMBAWA & SELAPARANG

Kedatangan VOC Belanda ke Indonesia membuat kerajaan-kerajaan di Lombok dan Sumbawa menjadi bagian dari expansi VOC. Kisahnya diawali dengan menutup jalur perdagangan selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa dan Lombok.VOC juga mengemban sebuah misi keagamaan yakni melakukan kristenisasi kepada penduduk. Gelagat VOC ini langsung diantisipasi oleh Kerajaan Goa Sulawesi dengan menduduki Flores Barat dan membangun kerajaan Manggarai.
Sekitar Tahun 1618 kerajaan-kerajaan kecil di Sumbawa bagian Barat mulai ditaklukkan dan dipersatukan oleh kerajaan Goa. Sementara Kerajaan Gelgel dari Karangasem Bali merasa dirugikan oleh meluasnya pengaruh kerajaan Goa di Pulau Sumbawa, lalu sekali-kali melakukan provokasi ke kerajaan Selaparang Lombok dan kerajaan di Sumbawa bagian barat. Kerajaan Goa tidak tinggal diam, kemudian mendekati kerajaan Gelgel di Bali. Ketakutan Raja Goa sangat beralasan, karena Belanda paling tenar memecah belah kerajaan yang ada untuk kepentingannya.
Pada Tahun 1624 Raja Goa kemudian menanda tangani sebuah perjanjian dengan Kerajan Gelgel Bali dalam pembagian penyebaran pengaruh. Kesepakatan itu dilakukan oleh perwakilan masing-masing. Gelgel diwakili pangeran Saganing dan Goa diwakili pangeran Alauddin.
Pada tahun 1633 Kerajaan Bima ditaklukkan oleh Raja Goa, berikut kerajaan Tambora, Sanggar dan Dompu. Tindakan Raja Goa itu, sesungguhnya telah mencemarkan perjanjian yang telah dibuat, namun karena kerajaan Gelgel sedang terjepit oleh Mataram dan kerajaan-kerajaan dari Bali Barat dan Jawa, maka untuk sementara tidak bisa berbuat apa-apa. Raja Goa pun memaafkan kerajaan Gelgel yang  menaklukkan Selaparang pada tahun 1640. Dengan takluknya Selaparang, maka kerajaan-kerajaan kecil di Lombok bergabung dan mengakui kekuasaan Raja Goa. Selanjutnya hubungan Goa dan kerajaan kecil di Lombok,khususnya Lombok Timur semakin akrab. Kawin mengawinpun terjadi antara keluarga dari kerajaan tersebut.
Dulu, gelar para Raja di Lombok disebut Pemban, seperti Pemban Selaparang, Pemban Pejanggik, Pemban Parwa, sedang untuk kerajaan kecil pemimpinnya disebut dengan Datu misalnya Datu Bayan, Datu Sokong, Datu Kuripan, Datu Pujut dll.
Pada tanggal 30 Nopember 1648, Putra raja Selaparang menjadi Raja di Sumbawa. Menurut tesis A.A Cense: “De Kroniek van Banjarmasin” mencatat bahwa Sumbawa dan Lombok merupakan satu kerajaan yang berpusat di Lombok. Akhir abad ke 17 merupakan puncak kejayaan dari dua Kerjaan Besar yakni Selaparang di Lombok Timur dan Pejanggik di Lombok Tengah. Kerajaan Pejanggik yang dipimpin oleh Pemban Mas Mraja Kusuma mengembangkan pengaruhnya terlebih lagi setelah diangkatnya Banjar Getas (Arya Sudarsana) menjadi senapati. Kerajaaan kecil seperti Tempit, Kuripan dan Kentawang dan lain- lain ditaklukkan, dijadikan kademangan (wilayah taklukan), hal ini membuat mereka sakit hati dengan kebijakan yang diambil oleh Pejanggik.
Pada saat yang hampir bersamaan, hubungan Goa dengan VOC makin meruncing, pertempuran sering terjadi baik di laut maupun di darat. Pusat kerajaan dipindahkan ke Sumbawa dimaksudkan untuk memusatkan kekuatan melawan VOC. Daerah Selaparang dipandang kurang aman dan tidak strategis lagi karena ancaman Gelgel yang terus mengintai., terlebih lagi Kondisi Goa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin terjadi perpecahan, ia dihianati oleh beberapa bangsawan Goa. Mengingat keadaan rakyat dalam penderitaan yang tidak berkesudahan, maka pada tanggal 18 Nopember 1667 ia menandatangani perjanjian Bungaya. Setelah itu VOC berusaha menguasai pengaruh Kerajaan Goa dan Pulau Lombok dan Sumbawa. Setelah VOC mengalahkan kerajaan Goa dan mengusirnya maka kerajaan Lombok dan Sumbawa dianggap menjadi satu kerajaan. Sejumlah catatan menyebutkan bahwa antara tahun 1673 dan 1680, kerajaan Sumbawa bertanggung jawab atas wilayah Lombok Timur.
Pada tanggal 16 Maret tahun 1675 timbul pemberontakan di Selaparang. Untuk memadamkan pemberontakan itu VOC mengirim pasukan dibawah pimpinan Kapten Holsteijn. Pemberontakan dapat dipadamkan. Selaparang diwajibkan untuk membayar kepada kompeni sebanyak 15.000 pikul kayu Sepang dalam jangka waktu 3 tahun dengan jaminan Raja Sumbawa meskipun kekuasan Raja Sumbawa atas Selaparang telah dicabut oleh Belanda. Kewajiban itu ditanda tangani oleh Raja Sumbawa Sultan Harunurrasyid I dan dari pihak VOC diwakili oleh Jan France Holsteijn, Gerrit Caster dan Coen Mat van Breijtenbach.
Kemudian Tahun 1677 dan 1678 Kerajaan Gelgel mengirim bala tentara untuk menaklukkan Selaparang namun dapat digagalkan berkat bantuan bala tentara yang dikirim oleh Sultan Sumbawa Harunurrasyid I. Tentara-tentara tersebut berasal dari Kerajaan Taliwang yakni sekumpulan Tau-Tau Karong dari Tepas dan Sermong. Setelah kehancuran Goa oleh VOC pada tahun 1668, pusat penjuangan Kerajaan Goa melawan VOC dialihkan ke Pulau Sumbawa dibawah pimpinan, Daeng Teolo ( Nini Kaki dari Daeng Mayu, Panglima Perang Laut Kerajaan Sumbawa dari Bungin ) , Karaeng Jerinika dan Karaeng Pamelikan. Kedua Karaeng itu kemudian dikabarkan kembali ke Goa Sulawesi dan anak keturunan nya kembali lagi ke Sumbawa untuk membantu pemerintahan Sultan Sumbawa. Dewa Loka Lengit Ling Sampar dan Dewa Ling Gunung Setia..adalah keturunan dari kedua Karaeng tadi.
Begitulah sekelumit hubungan antara Kerajaan Sumbawa dn Selaparang Lombok.
< sumber : babat Selaparang & BUK keluarga >
AZM : http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

ISTANA DALAM LOKA

ISTANA DALAM LOKA
ISTANA DALAM LOKA (ISTANA TUA)
ShareThis
View page »

KERAJAAN BANJAR,SELAPARANG,TALIWANG,SUMBAWA DAN BIMA ADALAH SERUMPUN

Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin, dalam pemerintahan Pangeran Ratu sempat menjalin hubungan bilateral dengan Kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa ( Raden Marabut ) putera dari Pangeran Martasinga yang dinikahkan dengan Mas Surabaya puteri dari Raja Selaparang. Pasangan ini dianugerahi seorang putera bernama Raden Mataram. Mas Surabaya kemudian meninggal dunia. Kemudian Raden Subangsa dinikahkan oleh Raja Selaparang dengan puterinya Mas Panghulu yang tinggal di Sumbawa ( Sumbawa Besar ).
 Pasangan ini memperoleh putera yang bernama Raden Bantan. Raden Subangsa oleh orang Selaparang dan orang Sumbawa ( Sumbawa Besar) digelari Pangeran Taliwang ( Datu Taliwang ), karena ibu Raden Mataram itu berdiam di negeri Taliwang. Ketika di Tanah Banjar dahulu, Raden Subangsa telah memperoleh tiga puteri yaitu Gusti Yada, Gusti Tika dan Gusti Pika. Raden Subangsa merupakan saudara lain ibu dengan Pangeran Singamarta ( Dipati Singamarta).
Kabar berita tentang keadaan Raden Subangsa diketahui di masa pemerintahan Sultan Rakyatullah (1660-1663) yang dibawa oleh Raden Subantaka yang dahulu disuruh memperisterikan Raden Subangsa ke Selaparang. Raden Subantaka itu paman dari Pangeran Singamarta. Pangeran Singa-Marta adalah Menteri Besar yang pernah diutus raja Banjar kepada Kesultanan Bima pada tahun 1701. Di negeri kesultanan Bima, Pangeran Singa-Marta menikahi puteri dari Adipati Thopati Tlolouang. Raden Subangsa merupakan saudara sesusu dengan Raden Kasuma Lalana/Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung.
Pangeran Dipati Anom II inilah yang menyuruh memperisterikan Raden Subangsa ke Selaparang dan demikian juga sanak-saudaranya yang lain juga dinikahkan dengan putera/puteri kerajaan lain. Pada tahun 1618, Kesultanan Gowa menaklukan kerajaan-kerajaan di Sumbawa Barat kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Selaparang. Pada tahun 1673 pusat kerajaan dipindahkan oleh VOC-Belanda dari pulau Lombok ke Sumbawa untuk memusatkan kekuatan. Pada tahun 1674, perjanjian Kesultanan Sumbawa dengan VOC yang isinya bahwa Sumbawa harus melepaskan Selaparang, setelah lepasnya Selaparang dari Sumbawa kemudian VOC menempatkan regent dan pengawas. Kerajaan Selaparang mulai mengalami kemunduran pada tahun 1691 dan akhirnya runtuh pada 1740 karena kekalahannya dalam perang melawan Kerajaan Karangasem.
Sejarah Sumbawa mencatat bahwa dominasi Sultan Sumbawa yang keturunan Bugis-Makasar digantikan oleh sultan dari keturunan raja Banjar. Permulaan keturunan raja Banjar menjadi sultan Sumbawa yaitu, Gusti Mesir Abdurrahman yang bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II (1762-1765). Beliau diangkat menjadi sultan kedelapan Sumbawa karena beliau telah memperistrikan cucunda dari Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1702-1723), Datu Bonto Raja.
Silsilah Raja dari keturunan Banjar mendominasi Kesultanan Sumbawa. Meskipun juga, Datu Seran ( Raja negeri Seran ) dan anaknya sempat menjadi Sultan Sumbawa, namun dilanjutkan kembali oleh dinasti Gusti Mesir Abdurrahman sampai kesultanan di Sumbawa berakhir tahun 1958.(Sumber : Ahmad Zuhri Muhtar :http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat/  )
ShareThis
View page »

KETURUNAN SUMBAWA DI AFRIKA SELATAN

H Rosihan Anwar – Wartawan Senior
Sheikh Yusuf al-Macassari, ulama Sufi asal Gowa abad ke-17, merupakan tokoh dominan yang sangat dihormati oleh Cape Malay, Afrika Selatan, dewasa ini sehingga dikira Cape Malay keturunan Bugis dan Makassar.
Anggapan itu keliru. Sebab yang diangkut oleh VOC Belanda dahulu dari Nusantara ke Afrika Selatan (Afsel) adalah budak dan buangan politik yang berasal dari pelbagai daerah dan etnik, seperti Banten, Betawi, Bengkulu, Jambi, Palembang, Sumatera Barat, dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Di seminar “Perbudakan dan Pembuangan Politik di Cape Town”, 23 Maret 2005, saya berkenalan dengan Lalu Ebrahiem Dea Malela/Manuel dari Simonstown. Dia mengaku keturunan dari leluhurnya Abdulatief Sirat dari Sumbawa. Dia sampaikan kepada saya seberkas kertas berjudul Rahasia-rahasia dari tulisan-tulisan kuno yang disembunyikan dan misterius dalam kitab-kitab dan buku harian orang-orang buangan politik yang diasingkan oleh Kompeni Hindia Timur Belanda/VOC sejak tahun 1667. Guna diungkapkan pertama kali dalam masa lebih dari 300 tahun kerahasiaan. Menuliskan kembali sejarah kami yang telah dilupakan dari halaman-halaman kuno kitab dan buku harian Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa dari Pemanggung Nusa Tenggara Barat, Sumbawa, Indonesia, 1752.
Saya tak sempat membaca dokumen tadi di Afsel. Baru sekembalinya di Jakarta saya serap informasi yang terkandung di dalamnya. Bunyi intro sudah menarik minat. “Pelopor-pelopor Islam di Tanjung Harapan Baik dengan kapal-kapal Belanda dirantai dan dibelenggu. Tidak banyak diketahui tentang asal-usul mereka, pengasingan, pembuangan, pemenjaraan, dan kehidupan mereka di Afrika Selatan. Kini untuk pertama kali kisah mereka akan dipaparkan oleh dua orang keturunan dari Simonstown dan Sumbawa. Sejarah kami adalah hidup dan kitab-kitab serta buku harian sedang bicara”.
Haji Erefan Rakiep (82) dari Bridgetown, setelah berkenalan dengan saya, menceritakan pada tahun 1994 dia menemukan informasi sejarah, bahan arsip dari kitab-kitab dan buku harian yang berkaitan dengan leluhurnya Tuan Guru yang dibuang dari Ternate-Tidore, Indonesia, pada tahun 1770.
Di Afsel tiada seorang pun mampu membaca kitab dan buku harian kuno itu. Hanya dengan bantuan anggota keluarga di Indonesia hal itu dimungkinkan. Kitab-kitab itu mengandung pesan-pesan rahasia dan informasi yang hanya penulisnya serta orang-orang keturunannya di Indonesia yang dapat memahaminya. Keluarga-keluarga yang memiliki kitab-kitab kuno itu mengadakan janji rahasia untuk tidak menceritakan keberadaannya kepada orang Barat.
Ada laporan singkat sejarah dua orang buangan politik di Simonstown dan Cape Town, Afsel, tahun 1752.
Laporan itu menceritakan pertempuran sengit antara VOC Belanda dan para penguasa Sumbawa. Keluarga besar Dinasti Dea menentang penjajahan Belanda. Di barisan depan bertempur pejuang-pejuang Dea Agga, Dea Koasa, Dea Melala, Dea Marlia, Dea Sanapia, dan Dea Penggawa.
Akan tetapi, dengan bantuan kolaborator, para cecunguk di dalam komunitas Sumbawa, VOC berhasil menangkap Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa dan putranya, Lalu Ismail Dea Malela, dari Kampung Pemangong pada tahun 1752. Kejadian pada hari yang menentukan itu 250 tahun yang silam dilihat dari jarak menjauh oleh dua bersaudara Lalu Abdul dan Lalu Ismail yaitu Lalu Agga dan Lalu Marlia yang sedih sangat, lantaran anggota-anggota keluarga mereka ditangkap dan mereka tidak berdaya menghadapi senjata dan serdadu Kompeni Belanda. Banyak lagi anggota keluarga, lelaki perempuan kanak-kanak ditangkap dan dengan kekerasan diangkut ke Afrika Selatan.
Di Simonstown, Afsel, kedua anggota keluarga Lalu Abdul dan putranya, Lalu Ismail, menulis dalam kitab dan buku harian, dan oleh karena itu keturunan dari generasi kesembilan dengan mudah menemukan keluarga mereka.
Pertalian langsung dan hubungan dengan Sumbawa diwujudkan pada tanggal 7 September 1999 oleh Abdulatief Sirat dari Pemangong Sumbawa, Harjadi Suhada dari Bugis Jakarta, Sasa Kralz dari Kroasia, Photographer Leadership Magazine dan seorang keturunan dari generasi kesembilan Ebrahim Manuel dari Simonstown, Afsel. Ebrahim Manuel mengatakan, “Hassjem Salie dari South African Malayu Cultural Society dan Linford Andrews dari Kedutaan Besar Afsel di Jakarta adalah instrumental dalam memudahkan sebagai wakil saya berhubungan dengan stakeholders utama lain di Indonesia sehingga saya bisa menelusuri asal-usul ke Sumbawa Indonesia”.
Kitab kuno leluhur dengan nama Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa diteruskan dari generasi ke generasi di Simonstown. Dia menulis pemenjaraannya pada tahun 1752 di Penjara Ruang Bawah Tanah Simonstown, tentang pelariannya tahun 1755, serta pendaratannya di Bordtjies Drift di Cape Point. “Tatkala leluhur berdiri di Cape Point Mountain dan menyaksikan pemandangan memesonakan dari Samudra Atlantik di sebelah kiri dan Samudra Hindia di sebelah kanan, beliau tentu berpikir ini adalah tempat sempurna yang telah dipilih guna keselamatan dirinya. Tempat dan daerah itu terisolasi dan jauh letaknya dari bahaya waktu memikirkan pemenjaraannya di Kamar Bawah Tanah Terungku Budak Sahaya yang ditakuti itu. Di sini di Cape Point leluhur dapat berasa damai waktu berjalan sehari-hari untuk mengenali lingkungannya. Leluhur itu mempelajari gunung, flora, fauna, kehidupan liar, kehidupan kelautan, iklim, dan dalam kitab buku harian terdapat gambar-gambar mengenai pengamatannya tadi”.
Di tempat penyimpanan arsip negara dalam daftar budak-budak terdapat 60 nama anggota keluarga Sumbawa yang ditangkap VOC dan diangkut dengan kekerasan ke Cape of Good Hope dengan kapal-kapal Belanda. Tertera di situ beberapa tahun lamanya mereka dipenjara di Robben Island yang pada abad ke-19 adalah tempat pembuangan Nelson Mandela.
Pohon silsilah dari tahun 1674 dengan mencantumkan nama dua anggota keluarga yang diasingkan tahun 1752 telah dipinjamkan oleh keluarga di Simonstown, Afsel, kepada keluarga di Sumbawa, Indonesia, untuk dipelajari dan diketahui. Di antara anggota keluarga dari Sumbawa, Indonesia, itu disebut nama Drs Abdul Muis dari Universitas Muhammadiyah dan Dien Syamsuddin (Sekjen Majelis Ulama Indonesia). Dokumen-dokumen resmi yang ditandatangani dan diberi cap stempel oleh keluarga yang mengindikasikan hubungan- hubungan langsung kami dengan para leluhur di Simonstown dan Cape Point dengan akar-akar keluarga kami serta hubungan leluhur dengan dinasti para raja Sumbawa di Indonesia, demikian tulis Ebrahiem Manuel.
Lalu Ebrahiem Dea Malela/Manuel, alamat: 10 St Michels Road, 7th Avenue, Off 1St Road, Grassy Park 7941 Western Cape Ph 021-7061796-7862302, dalam upaya mentrasir asal-usulnya dari Sumbawa telah dua kali mengunjungi Indonesia. Pertama, selama empat bulan pada tahun 1999. Kedua, selama satu bulan pada tahun 2000. Ketika itu dia berjumpa dengan para anggota keluarga Sumbawa, juga dengan penerjemah di Masjid Istiqlal, Jakarta, yang mendapat kesempatan membaca kitab-kitab dan buku harian para leluhur yang dibawanya dari Afsel. Anggota keluarga Sumbawa menawarkan diri datang ke Afrika Selatan guna membantu menerjemahkan kitab kuno dan buku harian leluhur, “jikalau kami mengurus tiket pesawat terbang mereka”, ujar Ebrahiem.
Guna menerjemahkan isi kitab-kitab dan buku harian para leluhur itu, anggota keluarga yang sesepuh dari Sumbawa dan Jakarta mengusulkan untuk melibatkan Pemerintah Afrika Selatan, Indonesia, dan Belanda. Tidak diketahui apakah ada kemajuan dalam hal itu. Rahasia-rahasia apakah yang akan tersingkap dari sejarah perbudakan di Afsel? Ebrahiem mengimbau kepada keluarga-keluarga di Cape Town yang memiliki kitab buku harian leluhur mereka untuk mengeluarkannya dari penyimpanan dan agar diterjemahkan oleh para ahli.
Perbudakan adalah suatu kejahatan terhadap umat manusia dan kemanusiaan. Kita perlu menyembuhkan keluarga-keluarga kita, komunitas-komunitas kita, negara Indonesia, Belanda, dan Afrika Selatan. Dengan menyembunyikan informasi historis dari semua, para leluhur kita tidak akan pernah beristirahat dengan damai, demikian Ebrahiem yang mengatakan kepada saya di Museum Iziko, Cape Town, “Saya keturunan raja Sumbawa”.
Sumber : Kompas Senin, 09 Mei 2005
ShareThis
View page »

KONSEP DASAR PENGAJI SAMAWA

S
Ada pida macam hal ade terkandung pang dalam istinja ?
J
Yang ter kandung pang dalam istinja ada 3 hal yaitu :
  1. Istinja Dahir
  2. Istinja Batin
  3. Batin Istinja
S
Me sebenar-benar anung tu singin istinja Dahir ?
J
Istinja Dahir ya nan si : rahasia tu sabersih dahir atau tubuh kita ka kalis najis, baik de nan najis ringan, najis sedang maupun najis berat (Muhaffafah, Muhallazah dan mutawassitho) sehingga najis nan ilang mo rupa, ilang mo rasa ke ilangmo mamung ka kalis tubuh kita.
S
Me sebenar-benar anung tu singin istinja batin ?
J
Adapun anung tu singin istinja batin nan ya nansi : Rahasia tu sabersih telas kita ka kalis sifat basolar ke najis.
S
Me sebenar-benar anung tu singin batin istinja ?
J
Batin istinja ya nan si : rahasia makna yang terkandung pang dalam istinja, baik de nan istinja dahir maupun istinja batin.
S
Me cara tu beristinja no ke ai ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Me nya sebenar-benar anung tu singin Junub ?
J
Anung tu singin junub nan ya nan si : Ka lis ai mani akibat ka kalis bergeraknya sahwat baik karena ka berjima’ lansung  maupun ka baripi ka berjima’.
S
Apa sebab  bua tau dalam keadaan junub ya saharus maning atau berjanabat ? sedangkan ling beling kapeno tau ai mani de ka lis nan lamin bau sacere, sah kenang tu ngulu, jadi apa sebab bua harus tu maning ?
J
Sebab bua tau dalam keadaan junub ya saharus maning atau berjanabat  karena ka ada nafsu sedangkan nafsu nan berasal ka pang ai, dadi harus tug anti ke ai.
S
Ada pida macam nafsu ke ka ai me ka asal nafsu nan sopo-sopo ?
J
Adapun macam ke asal nafsu nan sopo-sopo ya nan si :
  1. 1.      Nafsu lawamah singin na berasal ka pang ai brang salsabila, rasa ai brang nan pare’ ka kalis nan asal nafsu lawamah ke ka kalis nan si asal nyawa sarea para malaikat.
  2. 2.      Nafsu amarah singin na berasal ka pang ai brang sanjabila, rasa ai brang nan pit, pakat ke padang, basolar sama sedi na, ka kalis nan asal nafsu amarah, ke  ka kalis nan si asal nyawa jin, syaitan ke iblis alaihi laknat allah.
  3. 3.      Nafsu sawiyyah atau ada si tau beling nafsu sufiah berasal kapang ai brang rahmat, rasa ai brang nan masam, ka kalis nan asal nafsu sawiyyah/sufiah ke kalis nan si asal nyawa jumadut singin na ya nan si nyawa berupa batu, batang, ai ke tanah.
  4. 4.      Nafsu mutmainnah singin na berasal ka pang ai brang telaga kalkausar, rasa ai brang nan tawar, ka kalis nan asal nafsu mutmainnah ke ka kalis nan si asal nur Muhammad
S
Me katokal brang nan sopo-sopo pang kita ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Me cara tu maning no ke ai ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Ling beling ka peno tau, tu nyelam ka kalis otak brang jangka boa brang tu maning, lamin no basa’ bulu satengar, no sah tu maning, ka kuda bua no sah ?
J
Bua no sah tu maning lamin no basa’ bulu satengar nan karena nan pang batemung sarea nafsu nan baik nafsu lawamah, nafsu amarah nafsu sawiyyah/sufiah maupun nafsu mutmainnah.
S
Apa sebenarna de ya kajuluk bulu satengar nan ke me katokal  na pang kita ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Me nya rahasia tu maning no ke ai ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Ada pida macam kandungan anung ada pang dalam sembahyang ?
J
Anung ada terkandung pang dalam sembahyang ada 3 ya nansi :
  1. Anung nyemah (yang menyembah)
  2. Anung tu sanyemah (yang dipersembahkan)
  3. Anung tu semah (yang disembah)
S
Apa kita anung nyemah (apa kita yang menyembah) ?
J
Anung nyemah ta telas kita
S
Apa kita anung tu sanyemah (Apa kita yang kita persembahkan) ?
J
Anung tu sanyemah ta nyawa kita
S
Sai anung tu semah (Siapa yang kita sembah) ?
J
Anung tu semah Allah SWT
S
Me sebenar-benar anung tu singin telas ?
J
Telas kita ya nan si hasil penyatuan nyawa ke rahasia
S
Me sebenar-benar anung tu singin nyawa ?
J
Nyawa adalah semata-mata kudratillah ade ka ya satokal ling allah SWT pang dalm tubuh manusia selain rahasia
S
Me pang katokal telas, nyawa ke rahasia pang dalam tubuh kita ?
J
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
S
Apa na Allah SWT nan tu semah ? Berdasarkan hadits :
  1. 1.      Man abbadal ismu duu nal makna pahua kafirun
“Sai-sai tau semah singin, apabila nongka kewa makna, maka tau nan kafir”

  1. 2.      Wa man abbadal makna, duu nal ismu pahua munafiqun
“Ke sai-sai tau semah makna apabila nongka kewa singin, maka tau nan munafik”

  1. 3.      Wa man abbadal ismu wal makna pahua isyrak
“ke sai-sai tau semah singin ke semah makna maka tau nan syirik”

Jadi Apanya allah itu disembah ?
J
  1. 1.      Man abbadal makna bihakikatin makrifatin pahua mu’minun hakkun
“Sai-sai tau semah makna hakikat serta makrifat allah SWT, nan nya tau mu’min sebenar-benarnya”

  1. 2.      Wa man tarakal ismu wal makna pahua arifum billah
“Sai-sai tau nyemah ya bilin singin key a bilin makna, maka nan nya tau arif billah atau tau berkenalan lansung ke allah SWT.
S
Apa sebab bua ka ya sawajib sembahyang 5 waktu ade 13 rukun nan ?
J
Bua ka ya sawajib sembahyang ling allah SWT karena de ta merupakan utang kita lako allah SWT, ka ada boat ina ke bapak kita sehingga ka ada tubuh kita ya nan si terdiri ka kalis 8 unsur kasar ke 5 unsur halus sehingga dadimo berjumlah 13, nan bua wajib kita bayar ke rukun 13 nan.
S
Menya ade 8 unsur kasar ke 5 unsur halus nan pang kita ?
J
8 unsur kasar nan ya nan si : 4 ka pang ina :
  1. Geti
  2. Isi
  3. Rurung
  4. Mantalutak
4 ka pang bapak :
  1. Tolang (isit)
  2. Urat
  3. Lenong /bulu(bulu bakatokal pang lenong)
  4. Kuku
5 ka pang allah SWT :
  1. Panulang
  2. Pamamung
  3. Pamenong
  4. Pangita
  5. Parasa
ShareThis
View page »

KUMPULAN PUISI KARYA TERBARU DINULLAH RAYES

H.DINULLAH RAYES
 
Salam Hangat….
salam menyulam dihati untuk segala yang mengirim wangi di bathin nuraniku
kehabisan kata-kata dalam milyaran terima kasih dilidah mulut yang berbusa
Maha besar Allah yang menurunkan rezeki dari langit dan mengeluarkan rezeki dari lekuk bumi buat hambanya yang beriman dalam sedekah yang menyebarkan salam senyum dalam silaturrahim…
Ditepi Malam
Tinggal aku dan kau yang tak pernah tidur dan mengeluh
Karena….putih matanya berubah menjadi bianglala
Langit Hati biru,laut hatipun biru…Tiada mendung
Tiada Gelombang
Semoga Tangan diatas menggapai langit maha cahaya yang meniscaya…
Syukron..Wass…Dinullah Rayes
 
 
Alamat : * Jln.Mawar Kota Sumbawa Kabupaten Sumbawa NTB
* jln.Masjid No.200 Rt.02 Rw.03 (Depan Mamik Salon) Ngetrep-
sedati-Kecamatan ngoro Kabupaten Mojokerto Jawa Timur
 
 
Untuk membaca Karya Dinullah Rayes dengan lengkap carilah pada menu subpage diatas
ShareThis
View page »

KUMPULAN PUISIKU

ShareThis
View page »

LAWAS PAMUJI

(1)
Pamuji tentu ko Nene
Ada pang kita bajele
No si bau tu kamaeng

Mana si ada pang kita
Sanompo anung tu puji
Na ke sangka no kamilin

Patit si mana kamilin
Ada pang kita panunas
Balong paham na mangaku

Ka peno ulin mangaku
Kanyung ada ling kangere
No mo totang ka tu tunas

Tanda tentu mo mangaku
Kasasang buya tu puji
Ilang pikir ling katipu

Tipu alis ko kalenge
No tu pato datang bala
Ingat ke jaga pangangan

Lamen sala mo pangangan
Boat nomonda kalako
Balong tu ingat na rusak

Rusak amal ling pangangan
Mara riya buya puji
Goyo imung ling takabur

Takabur ada pang ate
Selin diri ke tu peno
No mo totang ka kahina

No mo totang ka kahina
Asal ada ka pang lesik
Telas iring si ling mate

Lamen totang si ka hina
Takabur ilang pang ate
Amal tenrang no mo rusak

Takabur tentu pang Nene
Na ke asi ya mu turit
Amal rusak no kalako

Mana peno amal tenrang
No mo angan ka mo kena
Nan si ujud gaok diri

Gaok diri peno amal
Siong kita baeng boat
Angan sala paham kasar
(2)
Sai tu gaok ke amal
Mara au bao batu
Kaseang bawa leng angin

Amal tenrang nan mo boat
Samanta jonyong kasuka
Nan po roa bakalako

Kalako amal ka tenrang
Lamen lepas ke biasa
No tu bau kira-kira

Amal tenrang nan ibadat
Paboat aji ko Nene
No ke asi mu samogang

Me po ola tu samogang
Pasuru Nene samanta
Tu kurang takit po capa

Jira capa ko pamelang
Mu santurit me ling ate
Angan kasakit kasuda

Takit era pang akherat
Petang ke ano tu mikir
Nan po ola datang takit

Takit era pang akherat
Petang ke ano tu mikir
Nan po ola datang takit

Lamin nomonda pamikir
No mo takit ko panesal
Kasasang tipu leng setan

Panesal Nene ko ulin
No si mara leng dunia
Pang akherat po tu dapat

Benru masa mo tu dapat
Nan po masa ya tu nesal
Parana roa kasakit

Sesal dosa ka tu boat
Na ke angan mu ramalik
Muntu ajal no po datang

Nesal rena ngeneng ampin
Aku diri rango sala
Nan po lamin ya tarima

Ya tarima si leng Nene
Lamen benar tutu ate
Ampo ajal no po sekat
(3)
Lamen saket mo ke ajal
Tobat nomonda kalako
Balangan rena ke susa

Palangan sekat mo dapat
Ate susa nonda senang
Nan po masa ya tu mikir

Mikir leng dalam kasepit
Nomonda anung tu dapat
Kalampa lalai pang dunung

Lalai lupa ko akherat
Belo angan ko dunia
Umir rena sajan kurang

Mu pikir balong ke ate
Palajar lako akherat
Mu menong rena mu kenang

Ingat ke balong mu paham
Karoa anung mu baca
Nan po roa bakalako

Paham kurang no baguru
Ramenong nonda ling ate
Me po tanang ya tu dapat

Kalenge kurang baguru
Nomonda dapat palajar
Goyo takit po ya ada

Sepan diri ulin takit
Pamelang rena ya boat
Kateman ulin no nyadu

Boat pamelang no putis
Rango arap ke pamendi
Angan lenge no kalako

Kalako apa tu dapat
Tu arap rena tu kewa
Iman kurang takit nonda

Putis arap ko pamendi
Ya sarusak mo parana
Kasasang mara iblis

Arap ke rango pangampin
Selis diri ka pang dosa
Muntu masi bakalako

Dosa peno ka mu boat
Takit ke lema mu tobat
Na mu capa ko pakesal
(4)
Boat ke mana kasakit
Sarea jenis pasuru
Lema senang pang akherat

Ka senang desa akherat
Kaling mate mo tu dapat
Satenris kubir barimung

Ka mate ulin ibadat
Mengas kuping senang ate
Nyawa lalo no marasa

Mengas kuping ling pamuji
Senang ate ling panyayang
Kameri angkang akherat

Pasuru datang lis repan
Lo alu ulin ibadat
Rame rena ke mulia

Mulia rupa parenta
Datang talang ka bulaeng
Ya sangisi sabe ijo

Parenta Nene ko nyawa
Ya sakomong sabe ijo
Seri rupa mampis mamung

Nyawa entek lako arasy
Bilin tubu pang katokal
Rame iring ling malekat

Malekat rame baralu
Saruntung langit batari
Masing-masing ke pamuji

Malekat bawa pamendi
Baturit datang baralu
Ramada rua kasuka

Sarea ulin ya suka
Lepas mo kewa kasakit
Senang mo putis barimung

Kaling mate nan mo senang
Kubir mengas sampar terap
Tokal guar dengan rame

Terap ada me ling ate
Sabarang ragi pakakan
Amal tenrang na saneja

Amal tenrang pang dunia
Ling akherat pang ya balas
Me ka nasa si tu dapat
(5)
Ling dunia pang tu tanam
Pang akherat po tu pata
Ka tu boat nan po ada

Jira nusung ko dunia
Kamilin amal akherat
Siong desa pang tu kekal

Ate nusung ko dunia
Nomonda rajin ibadat
Datang mate nan po mato

Na kalupa totang mate
Mu katipu ling dunia
Nan po rena sajan parak

Benru parak mo ke ajal
Sakit mo boat ibadat
Nan po masa sesal diri

Nesal nomonda kalako
Siong nongka tu satotang
Panyadu kurang pang ate

Benru kurang mo panyadu
Susa mo bilin dunia
Konang ke bau ramalik

Ngeneng ampin ya ramalik
Nong karante ya tarima
Tu sili boe panyili

Me po tanang no tu sili
Pina kateman no patit
Ngeneng ampin siong tokal

Bua menan mo kateman
Ka santuret me ling ate
Nongka ya pikir kasuda

Kasuda tu dadi tau
Nyawa lalo bilin tubu
Mula mo ano akherat

Benru masa mo kamilin
Saling asi mo parana
Senang si lamin sadia

Sadia bekal mu peno
Nopoka sekat palangan
Siong masi mu ramalik

Palangan lako akherat
Mara tu layar let rea
Siong si no kala-kala
(6)
Muntu pang dalam palayar
Ingat kabalong ka mudi
Siong umak no barampek

Benru datang kala-kala
Layar berek mo ling angin
Palabu masi po samin

Benru dapat mo palabu
Turin tampar tu paresa
Nan po nempas mo ka boat

Boat kita leng dunia
Nomonda anung katili
Surat buku basanempas

Benru nempas mo pang buku
Nomonda sama tu ila
Ima ene dadi saksi

Me po tanang no tu ila
Mupakat mata ke kuping
Mangaku rua ka boat

Sedang ila no mo palang
Goyo ampo ya tu rante
Ya oras lako naraka

Siksa api naraka nan
Nomonda dengan tu santaning
No mo patit no tu takit

Tanda tu takit naraka
Jonyong sarea pasuru
Nan po ola tu salamat

Lamin salamat mo nyawa
Kemas mo bilin dunia
Goyo ampo pang akherat

Benru nomonda salamat
Asi mo diri parana
Nangis rena sesal diri

Me po tanang ya no nangis
Datang panesal no palang
Parana dalam parenta

Parenta Nene ko ulin
Ya samilin mo dunia
Umer boe ajal datang

Muntu ling dalam parenta
No mo bau me ling ate
Tu tari rua kasuka
(7)
Benru turin mo kasuka
No mo bau no tu lalo
Pasuru ada mo datang

Nan mu lalo bilen tokal
Ada ke anung mu bentan
Siong desa ka mu tama

Nan mu tama desa susa
Na mu arap ada dengan
Selir rena melasakan

Melasakan ling dunia
Ada si dengan tu mikir
Pang akherat tu salingong

Mu pikir rena mu tangar
Rupa tu bilin dunia
Nongka ke sajan baroba

Benru datang mo baroba
Ilang sarea biasa
Nan pang boe mo kasakit

Patit si mana kasakit
Napas nomonda katedu
Urat korok sajan tarik

Benru tarik urat korok
Kuping nomonda pamenong
Mata ilang mo pangita

Pangita mata baroba
Datang setan sangka benar
Ilang akal ling katipu

Kapusan rena kamoan
Datang setan bawa ai
Nan pang lelas ya tu rusak

Rusak tubu no si jina
Siong si no tu samalik
No si mara rusak iman

Rusak iman katokal nan
Kalumpak bangka ling sisi
Rugi mo lako akherat

Karugi desa akherat
No si mara leng dunia
Neraka desa pang kekal

No mo kekal ya tu tengan
Sedang tu langan na gama
Api ruka sajan karat
(8)
Sedang panas ling dunia
Lalo si buya pang ngusi
Goyo api po ya kawa

Panas api ling dunia
Ka sau api neraka
Balong tu tibar ke ate

Ate mikir ko akherat
Barimung akal ke takit
Bola ke kitab ramada

Pang kitab boe mo nempas
Tanang ulin ke Nene
Susa ke diri parana

Parana nomonda kuasa
Palangan sakit do tutu
Api panas nonda jangka

Palangan mula akherat
Lalo nyawa bilin tubu
Barenang dunung pang kubir

Parenang kubir no tentu
Nyaman ke sakit no selir
Sadia lema na susa

Masa tu koat pang kubir
Nomonda kre salampak
Mata nyongong bonga bao

Saribu ten le tu manang
Nan po datang mo parenta
Pasuru lako mahsyar

Benru dapat mo mahsyar
Ano sajari ke tata
Masing-masing dange sio

Baremin lako mahsyar
Ka peno ulin balangan
Nungang mo ulin katakit

Ulin no takit ko Nene
Hina mo dapat akherat
No si kanyung balong bangsa

Kasakit ulin no takit
Kaling mate tenris kubir
Goyo ampo pang mahsyar

Nan rea lenang mahsyar
Tu baranten po tu manang
Masing masing susa diri
(9)
Ate susa ko panesal
Mana anak no tu totang
Goyo dengan ya tu pato

Saribu ten le tu susa
Saling sawal ke kasakit
Nopoda hukum sanompo

Benru suka mo bahukum
Malayang surat kasawir
Kiri kanan batarima

Tanda mo ulin salamat
Datang surat kalis kanan
Amal tenrang bakalako

Benru datang langan kiri
Takit mo lako kaboat
Nesal nangis pongo ila

Ila rea ling mahsyar
Tangko surat ima kiri
Pisak rua ngunuk otak

No tu tengan baca surat
Lempo leng amal kalenge
Nyata mo isi naraka

Barimung sakit no putis
Panas tian rena kamoan
Datang ungkap mara mega

Barengo isi naraka
Pendi kami gama Nene
Saribu ten nonda nyamung

Nene no zalim ke ulin
Ya sasakit nonda sala
Balas amal no batukar

Marenta Nene ke adil
Ya balas saruntung amal
Ling akherat po pang nempas

Laga ketakit ko Nene
Na mu capa lako dosa
Mana ode na ke tengan

Dosa ode na kalanye
No tu pato sajan peno
Balong jaga na batamin

Mana sopo dosa ode
Rango katakit pang ate
Peno tu rusak kacapa
(10)
Mu capa na gama tengan
Ya samogang mo kalanye
Dosa ode rango balas

Lamin mogang mo pang ate
Dosa ode dadi rea
Palang ke lenge tu ngewa

Sedi dosa na kalupa
Peno amal na mu totang
Arap pangampin no putis

Tu arap rena tu takit
Pasuru wajib tu boat
Nan po tu to mu ba Nene

Pamendi Nene ko ulin
Ya samanta ko ka tenrang
Surga kenang ya balas

Pelang ulin ko kalenge
Tananang dadi salamat
Kasasang lamin no nuret

Lamin kurang mo tu ingat
Dunia manis tu tulang
Ate lalai ko akherat

Ate lalai nonda pikir
Marua sifat binatang
Telas konang nonda akal

Mu pikir alis mu tangar
Parenta Nene ko ulin
Barimung kuat pangeto

Pangeto kewa ma’rifat
Sabenar wajib tu boat
Tu guru balong tu faham

Faham balong na galincir
Kaliwat rena no dapat
Ingat ya sala i’tikat

Kaliwat sala i’tikat
No dapat kurang panutit
Sangesa balong ma’rifat

Sabenar ola ma’rifat
Sabarang anung mu boat
Pangeto Nene no selir

Pangeto kewa kuasa
Mufakat kewa kasuka
Ramenong rena bagita
(11)
Bagita nonda katili
Mufakat telit ling manik
Ramenong sasir no kurang

Ramanik selir ke huruf
No putis nonda kasuda
Balong faham na mu sala

No gampang sala i’tikat
Ibadat nonda kalako
Tu rusak rena tu rugi




ShareThis
View page »

LAWAS TUTER DATU UTAN

Kewa Ku Sangayap Sukur
Ko Repan Nene’ Koasa
Ku Samula Mo Tuter Ta
Tuter Ka Datu Marenta
Ling Gili Tana Samawa’
Lema Sama Mo Tu Paham
Tu Samula Kalis Bao
Ling Dinasti Awan Kuning
Datu Ka Mula Marenta
Masa Dewa Awan Kuning
No Poda Tau To Tutir
Pola Nonda Tu Ka Tulis
Nan Po Ada We Sia Ee
Saman Dewa Maja Purwa
Catatan Bau Tu Tutir
Be Ta Mo Mula Ka Tutir
Diri Dewa Maja Purwa
Sepakat Ke Raja Goa
Sepakat Saling Mo Jatu
Jatu Balong Desa Darat
Lema Aman Sarea Luk
Lengit Dewa Maja Purwa
Pina Ganti Ke Mas Goa
Maris Mo Pimpin Samawa
Konang Nanta Mo Mas Goa
Nomongka Le’ Marenta
Santurin Ling Tau Peno
Sabarenang Dadi Datu
Ling Ka Mangkir Ko Amanat
Imung Bolang Lako Olat
Olat Tokal Lalo Bolang
Rema Ke Joa’ Parjaka
Kena Ling Utan Sia Ee
Dalam Buk Tana Samawa
Tutir Ka Tanang Mas Goa
Tin Enam Olas Pitu Telu
Mas Goa Mo Intan Ee
Pina Mo Katokal Tendu
Poto Pedu Dadi Desa
Pina Benteng Desa Darat
Kalis Planing Ko Manini
Tenris TaganeBatu Nisung
Kaliung Ko Raja Borang
Maris Mo Ko Bara Lembu
No Rawi Jangka Rong Dumpu
Gila Nanta Mo Mas Goa
Sijar Tau Balong Tekad
Mana Lo Bolang Nonda Su
Mas Goa Datu Kasuda
Ling Dinasti Awan Kuning
Purang Mula Tu Marenta
Ling Utan We Sia Ee
Mas Goa Pina Mo Datu
Raja Ode Min Basa To
Marenta Nanta Diri Nan
Jatu Jatan Desa Darat
Adil Makmur Nan Tujuan
Utan Dadi Kerajaan
Lasir Mo Takit Leng Tau
No Sambarang Tu Sangkual
Sa Ten Mo Le Balangan
Desa Pina Lako Lemak
Nong Ling Baringin Sila
Mula Nanta Ka Rapina
Datu Utan Tama Islam
Turit Mo Ling Rama Peno
Benru Islam Mo Mas Goa
Utan Tama Ko Samawa
Mengkasar Sempit Utusan
Utusan Bawa Kabalong
Saling Jatu Desa Darat
Sakompal Diri Ko Sopo
Kamana Si Pet Gila Ee
Lamin Tawa Desa Darat
Sopo Mana Tu Ganua’
Nan Mo Basa Datu Utan
Alu Nanta Tu Mengkasar
Ka Rengang Dadi Mo Rapat
Jangka Mo Lengit Nanta Na
Tau Utan Tama Mo Islam
Mas Cini Gentan Mas Goa
Datang Mo Nanta Ulama’
Ajar Tau Ngaji Ngetan
Imung Boat Uma Tana’
Telu Datang Kalis Banten
Fakeh Usman Ke Ismail
Rema Ke Maulana Ali
Ada Si Lis Kalimantan
Ulama Bima Datang Si
Imung Datang Lis Samawa’
Ulama Pina’ Masigit
Keban Lapan Bangun Si
Maris Pungka Uma Tana’
Remban Mula Ka Yapina
Sasingin Ke Remban Aji
Maris Mo Pina Remban Rea’
Remban Rea’ Otak Benrang
Pina’ Ling Baringin Sila
Jangka To Masi Tu Gita’
Jira Remban Kareng Lapan
Pina Singin Lapan Rea’
Dadi Mo Lapan Panising
Sanising Ko Tau Mudi
Kenang Ai Uma Tana
Lema Bau Sejahtera
Benru Dadi Lapan Rea’
Balabar Tu Pungka Uma
Pola Sate Nyaman Telas
Ai Benrang No Mo Mate
Sijar Nonda Tu Marau
Basewal Mo Ke Saman To
Nan Panising Tu Sapuan
Benrang Rea’ Lapan Rea’
Imung Uma Kemban Angkum
Ada Mo Singin Orong Bako
Orong Sele Uma Pungka
Uma Bage Orong Tenga’
Masi Si Tuter Panising
Kapang Nanta Tau Loka
Nan Singin Sadeka Orong
Jangka To Masi Si Peno
Tu Utan Sadeka Orong
Nan Mo Tanda Tau Sukur
Sukur Mole Pade Antap
Palajar Kapang Ulama’
Maris Dadi Tradisi
Sumber : AHMAD ZUHRI MUHTAR
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat/
ShareThis
View page »

LAWAS TUTIR TALIWANG REMPUNG

Ku Samula Mo Tuter Ta
Lis Desa  Kamutar Telu
Ling Ano Rawi Sia Ee
 
Kamutar Telu Intan Ee
Tegas Telu Kerajaan
Taliwang Seran Jareweh
 
Muntu Perang Selaparang
Ten Enam Olas Empat Sai
Nan Mo Nya Mula Tuter Ta
 
Kerajaan Karang Asem
Datang Nyerang Lako Lombok
Sate Ete Selaparang
 
Raja Samawa Sia Ee
Sempit Mo Nanta Tentara
Lalo Bantu Selaparang
 
Tutir Dalam Buk Samawa
Kamutar Telu Sia Ee
Bagian Kalis Samawa’
 
Tutir Lalo Mo Barangkat
Kekar Layar Bose Jukung
Ete Kalis Labu Lalar
 
Ada Si Tau Pina Ne
Kalis Labu Kertasari
Jira Subu Bilin Desa
 
Ling Tenga’ Kaloran
Sopo Jukung Long Kabalik
Mate Nonda De Salamat
 
Kira Pitu Olas Jukung
Selamat Jangka Labu Aji
Alu Mo Ling Tau Lombok
 
Labu Aji Ko Masbagik
Sabela Ngantang Pang Rempung
Sapuan Masi Batua
 
Bua Ya Sasingin Rempung
Ete Ko Basa Samawa
Rempong Mo Sarea Kayu
 
Rempong Kayu Pina Bale
Sabela Pina Dangan Tear
Nan Sanjata Tau Kita’
 
Salin Tear We Siae
Kayu Pina’ Sarung Berang
Imung Mo Ke Dompas Poke
 
Dua Rombongan Ya Pina
Sopo Turin Lako Cakra
Sisa Patis Mo Pang Rempung
 
Tau Tepas Ke Saremong
Pina Benteng Mo Pang Rempung
Tu Taliwang Angkang Cakra
 
Tutir Ling Dalam Perang Nan
Tu Samawa Peno Si Mate
Jangka Mo Panglima Perang
 
Benru Jira Mo Perang Nan
Tu Tliang No Roa Mole
Maris Mo Bakarang Juru
 
Nan Mo Tutir We Siae
Karang Taliwang Pang Cakra
Sapuan Asal Taliwang
 
Menan Si Luk Tau Tepas
Imung Mo Ke Tu Saremong
Nongka Mole Lako Desa
 
Tendu Tenris Mo Pang Rempung
Pina Desa Karang Juru
Maris Mo Jangka Ano Ta
 
Barape Nanta Tu Rempung
Rapang Menong Tu Taliwang
Pola Ka Basa Nini Kaki
 
Nan Si Luk Karang Taliwang
Mana Campir Ke Tu Sasak
Basa Papin No Kalupa
 
Ku Mole Ngesar Pang Tapir
Mangan Manjaer Ku Sepat
Pin Ali Nanta Les Elar
 
Nan Mo Loe Ku Batuter
Sala Ngaro Mo Satepat
Pola Tu Benru Balajar
 
Oleh Ahmad Zuhri Muhtar
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

MENGENANG KEMBALI KERAJAAN AI RENUNG

Oleh Ahmad Zuhri
Sejumlah situs purbakala yang tersebar dibeberapa tempat di Kabupaten Sumbawa, kini kondisinya sangat memperihatinkan dan memerlukan perhatian semua pihak untuk tetap terpelihara. Sebut saja Situs Ai Renung yang merupakan situs pertama yang ditemukan di wilayah Kabupaten Sumbawa. Peneliti pertama situs ini adalah Dinullah Rayes seorang budayawan di Sumbawa Besar. Ketika itu Haji Dinollah Rayes masih menjabat Kabid Kebudayaan Depdikbud Kabupaten Sumbawa ( Diknas sekarang ) sekitar tahun 1971 bersama Drs. Made Purusa dari Balai Arkeologi Denpasar serta tenaga ahli dari pusat Arkeologi nasional yang melakukan penelitian pertama. Pada penelitian pertama hanya ditemukan tiga buah sarkofagus ( kuburan batu). Kemudian pada penelitian berikutnya ditemukan lagi tujuh buah sarkofagus.
 
Ai Renung ( Ai = Air ..Renung = Pohon Kapuk ), artinya air yang keluar dari akar pohon kapuk. Situs ini berlokasi dikawasan persawahan Ai-renung. Disekitar tempat ini dahulunya ada sebuah desa yang bernama Ai Renung tidak jauh dari Desa Batu Tering Kec.Moyo Hulu. Nini Kaki atau leluhur masarakat Desa Batu Tering sendiri berasal dari Ai Renung. Dahulu Desa Ai Renung ini merupakan sebuah Desa Besar dan pusat dari sebuah kerajaan kecil diwilayah Moyo Hulu. Disini dahulunya konon bertahta seorang raja yakni Datu Ai Renung. Sebagian masarakat Batu Tering menyebut desa ini sebagai desa loka’ ( desa tua ) bahkan ada yang menyebutnya “ Desa Talo “ atau desa yang ditinggal penghuninya pindah ke Desa Batu Tering sekarang.
 
Setelah dilakukan pemugaran pada tahun delapan puluhan, situs Ai Renung ini sebenarnya sudah dapat dijadikan obyek wisata budaya. Namun untuk menjangkaunya terlampau sulit karena akses menuju tempat ini hanya tersedia jalan setapak. Kendati demikian tidak jarang para mahasiswa dan peneliti asing datang ke Ai Renung, terlebih mahasiswa arkeologi.
 
Berjalan sekitar dua jam, sampailah kita ke sebuah lokasi dimana terdapat Sarcophagus atau kuburan batu yang oleh masarakat setempat menyebutnya dengan “ Batu Peti “. Kubur batu itu letaknya terpisah pada lima lokasi. Lokasi pertama terdapat dua sarkopag, yang satu unit bagian bawah dan penutupnya masih lengkap, yang satu unit lagi badannya sudah pecah dan penutupnya bergeser beberapa meter dari badannya.
 
Kondisi sarkopag yang tidak jauh berbeda (terpecah-pecah) terletak di timur laut dan utara dari lokasi pertama. Satu sarkopag yang berlokasi di lereng sebuah bukit, kemudian ada sarkopag ganda terdapat juga di lereng perbukitan tadi yang disebut Olat ( Gunung ) Sangka Bulan. Diperlukan waktu 15-20 menit mendaki lokasi sarkopag yang terakhir ini.
 
Rata-rata pada peti batu ini terpahat sejumlah ornamen seperti topeng, gambar biawak, manusia (perempuan) dalam posisi mengangkang dengan jenis kelaminnya menonjol, ada yang berdiri mengangkat dua tangan ke atas, ada pula dalam posisi tidur.
 
Motif hias pada batu wadah mayat di Ai Renung, umumnya ditemukan pada wadah sama di tempat lain seperti di Besuki, Sulawesi, Sumba, dan Bali. Mungkin pola hias itu menggambarkan alam pikiran manusia saat itu yang umumnya tersebar di Nusantara.
 
Gambar alat kelamin, misalnya, melambangkan kesuburan. Binatang melata (kadal, biawak) merupakan simbolisasi hubungan alam arwah. Satwa itu “ditugasi” menjaga arwah si mati agar tidak diganggu kekuatan jahat dalam perjalanan ke alam arwah.
 
Ada penelitian yang menyebutkan, kedua jenis binatang melata itu menduduki tempat penting dalam alam pikiran dan kepercayaan bangsa Indonesia dan Polinesia. Bahkan dianggap penjelmaan roh nenek moyang atau roh pemimpin suku guna melindungi keturunan dan sukunya. 
 
Wadah batu jasad manusia di Ai Renung juga dinyatakan satu-satunya temuan di Indonesia dan dunia, yang menunjukkan tingginya peradaban manusia.Itu mengarah ke Olat Sangka Bulan. Ini bisa jadi berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Prasejarah yang menganggap arwah berada di tempat yang tinggi.
 
Tidak jelas siapa yang dikuburkan didalam kuburan batu itu. Namun dari cerita masarakat setempat bahwa Ai Renung adalah bekas sebuah pusat kerajaan, maka sudah dipastikan kuburan batu itu adalah kuburan raja ( datu ai renung ) dan keluarganya. 
 
Itulah sebuah kerajaan kecil di wilayah Desa Batu Tering Kecamatan Moyo Hulu, bernama Ai Renung yang kini hanya menyisakan batu sebagai saksi bisu dari keberadaan nya. Peninggalan yang disebut sebagai situs ini, tidak lagi terpelihara dan terawat yang pada akhirnya  tidak seorang pun dari masarakat Sumbawa yang tau akan sejarahnya.
 
Sekarang siapa yang peduli ???
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »
tari

NILAI-NILAI FILOSOFI DALAM TARI TRADISIONAL SUMBAWA

tariTari merupakan bahasa tubuh yang divisualisasikan dalam bentuk gerak berirama. Seperti juga puisi, maka dalam tari terdapat simbol-simbol yang memiliki makna beraneka ragam. Ada yang bercerita tentang kesetiaan, kesedihan, keramahtamahan, dll. Dalam tarian Sumbawa, setiap geraknya memiliki makna khusus. Ada gerakan yang langsung dapat dimaknai, namun ada juga yang tidak. Tarian Sumbawa berbeda dengan tari Bali maupun Lombok yang dinamis dengan hentakan musik yang keras. Gerak dasar dalam tarian Sumbawa sebagian besar merupakan gerakan-gerakan yang halus dan lembut, kecuali pada beberapa gerak dasar tarian laki-laki yang sedikit agak menghentak.
Tarian Sumbawa memiliki beraneka ragam gerak dasar, baik tari laki-laki maupun perempuan, diantaranya adalah : tanak, nyema kuri, bagitik, tabe bede aji, rempak sisik, payung kagisir, ngumang, lunte bataria, dsb, yang kesemuanya memiliki simbol-simbol khusus.
Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang beberapa nilai-nilai filosofi yang terdapat dalam gerak dasar tari Sumbawa.
  1. 1.      Gerak Dasar Tanak Kedo
Gerak dasar ini diangkat dari Upacara Tanak Eneng Ujan yang dipersembahkan oleh tau juran yaitu, para pendatang yang diberikan penghidupan oleh Sultan Sumbawa di dalam wilayah ibu negeri kerajaan. Dalam upacara ini terdapat 2 (dua) anak laki-laki yang baru akil balik melakukan gerak betanak sambil mengayunkan tangan dan kaki. Gerakan ini melambangkan kepasrahan kepada Tuhan. Dalam tari Sumbawa, gerakan ini biasanya diiringi dengan menggunakan rebana kebo.
  1. 2.      Gerak Dasar Bolang Kemang
Gerak dasar bolang kemang merupakan sebuah gerak tari yang dilakukan dengan berjalan sambil membuang kembang yang terdapat di dalam sito (tangkil). Gerakan ini memiliki makna keramahan
Masyarakat Sumbawa merupakan masyarakat yang terbuka dan ”wellcomisme”. Oleh para seniman Sumbawa masa dulu, sifat ini kemudian dituangkan dalam berbagai bentuk lawas, salah satunya adalah :
Ka datang sangka ku angkang
Mole ku santuret kemang
Lema mampis bawa rungan
  1. 3.      Gerak Dasar Tabe Bede Aji
Gerak Dasar Tabe Bede Aji diangkat dari gerak “tabe”, sebuah gerakan khas yang seringkali muncul dalam kehidupan sehari-hari tau Samawa dan masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai cerminan karakter dan norma adat ketimuran, dimana gerakan ini hampir-hampir tidak ditemukan di negara-negara barat yang individualis dan bebas. Gerakan ini biasanya muncul secara spontan, misalnya ketika akan melewati sekelompok orang yang sedang duduk di sebuah gang kecil, atau lewat di depan orang yang lebih tua, dsb. Simbol utama dalam gerakan ini kerendahan hati.
  1. 4.      Gerak Dasar Nyema Kuri
Gerak Dasar Nyema Kuri merupakan gerak dasar yang diangkat dari gerak nyema atau menyembah yang terdapat dalam tradisi nguri, sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa ketika memberikan persembahan (pasaji) kepada raja. Gerakan yang terdapat dalam Tari Nguri dan beberapa tari Sumbawa lainnya ini melambangkan tentang penghormatan dan kepasrahan.


ShareThis
View page »

NILAI-NILAI FILOSOFI DALAM PROSESI PERKAWINAN SUMBAWA

Dalam setiap daerah di Indonesia terdapat prosesi perkawinan dengan ciri khas dan keunikannya masing-masing, begitu pula dengan kabupaten Sumbawa. Dalam tulisan ini, selain akan dikupas secara detail tentang prosesi perkawinan Sumbawa mulai dari bejajag sampai basai, juga akan dijelaskan tentang nilai-nilai filosofi yang terkandung didalam masing-masing prosesi tersebut. Prosesi perkawinan yang akan dijelaskan adalah prosesi perkawinan
PROSESI PERKAWINAN DAERAH SUMBAWA
  1. 1.      Bejajag
Bajajag merupakan tahap awal yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perkawinan. Seorang jejaka yang menaruh hati pada seorang gadis sebelum resmi meminang memerlukan waktu khusus untuk mengadakan semacam observasi mengenai gadis tersebut. Biasanya kerabat dekatnya (saudara perempuan atau bibi) diutus bertandang ke rumah sang gadis untuk mengadakan pendekatan  sedemikian rupa sehingga segala data tentang gadis tersebut dapat diperoleh yang meliputi kepribadian, keterampilan, dsb, sudah tentu yang terpenting adalah kesungguhan sang gadis untuk berumah tangga. Biasanya data tersebut dipergunakan untuk lebih memantapkan persiapan si jejaka untuk segera meminang (rata-rata pasangan tersebut sudah pacaran sebelumnya).
  1. 2.      Bakatoan
Bakatoan atau meminang dilaksanakan oleh sebuah tim kecil yang ditentukan oleh pihak keluarga laki-laki yang terdiri dari kerabat terdekat yang dituakan ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Sebelum prosesi Bakatoan dilaksanakan, seorang kurir dari pihak laki-laki mendatangi orang tua pihak perempuan untuk memberitahukan bahwa akan datang rombongan dari pihak laki-laki pada waktu tertentu yang telah disepakati oleh pihak laki-laki.
  1. 3.      Basaputis
Biasa juga disebut Saputis Ling. Pada tahap ini segala bentuk keperluan dari kedua belah pihak untuk mendukung suksesnya perkawinan dimusyawarahkan dan dibicarakan secara tuntas. Pihak perempuan yang menurut adat menjadi pelaksana hampir seluruh upacara, pada kesempatan itu menyatakan keperluan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang biasanya dalam bahasa Sumbawa disebut Mako. Besar kecilnya keperluan tersebut tergantung hasil musyawarah antar keluarga perempuan. Pada saat inilah peran dukun atau sanro menonjol, seperti misalnya untuk menentukan hari baik bulan baik upacara selanjutnya. Tentu saja dengan tetap mempertimbangkan keinginan kedua belah pihak.
  1. 4.      Bada’
Bada’ adalah pemberitahuan secara resmi kepada si gadis bahwa dia tidak lama lagi akan menikah. Petugas unutk itu biasanya ditunjuk istri tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Waktu yang dipilih pagi hari, dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
“Mulai ano ta, man mo mu lis tama, apa ya tu sabale sapara kauke si A anak si B”. Setelah mendengar ucapan itu, sang gadis biasanya langsung menangis ditingkahi oleh suara rantok (alat penumbuk padi) bertalu-talu seolah-olah menjadi publikasi spontan kepada masyarakat kampung bahwa seorang gadis telah akan meninggalkan masa remajanya.
  1. 5.      Nyorong
Nyorong merupakan sebuah upacara adat dimana pihak keluarga calon pengantin laki-laki datang dengan rombongan yang cukup besar untuk menyerahkan bawaan kepada pihak keluarga calonn pengantin wanita. Upacara ini biasanya diiringi dengan kesenian Gong Genang dan Ratib Rebana Ode. Di pihak wanita telah menanti juga dalam jumlah yang cukup besar, wakil-wakil dari pihak keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Setelah diawali dengan basa-basi dalam acara berbalas pantun, maka barang-barang bawaanpun diserahkan.
  1. 6.      Barodak Rapancar
Untuk mempersiapkan kedua mempelai dalam menghadapi upacara selanjutnya seperti layaknya yang terjadi pada etnik lain, di Sumbawapun di kenal apa yang disebut dengan Barodak Rapancar. Dalam upacara tersebut, calon pengantin di lulur dengan ramuan tradisional yang disebut Odak. Odak dibuat dari ramuan kulit-kulit beberapa jenis pohon yang serba guna yang diproses secara khusus (ditumbuk halus). Fungsi utama odak adalah agar kulit menjadi kuning dan halus. Di samping itu, dengan ramuan daun pancar (pemerah kuku), kedua mempelai di cat kukunya (kaki maupun tangan) oleh Ina Odak, petugas khusus sebagai juru rias. Selain yang bersifat fisik, selama menjalani proses barodak, kepada mereka diajarkan pula hal-hal yang berhubungan dengan persiapan menjadi suami istri, termasuk menjaga makanan/minuman.
  1. 7.      Ete Ling
Dua atau tiga hari sebelum upacara terpenting yaitu Nikah tiba, 2 (dua) orang petugas agama (P3NTR) atas permintaan orang tua pihak wanita mendatangi calon pengantin wanita untuk secara resmi meminta jawaban dan keinginan sang gadis dinikahkan dengan calon pengantin pria. Pada saat itu, sang gadis menyampaikan maksudnya bahwa memang betul dia ingin dinikahkan dengan jejaka tersebut, dan meminta agar hal tyersebut disampaikan kepada orang tuanya. Ling (ucapan) tersebut disampaikan kepada orang tua, dan langsung saat itu dirundingkan apakah akad nikah nanti dilaksanakan sendiri olehg ayah sang gadis atau diwakilkan.
Bila segala sesuatu telah siap, maka dengan berpedoman pada jadwal waktu yang telah ditetapkan pada acara basaputis, maka upacara nikahpun akan segera dilaksanakan.
  1. 8.      Nikah
Sebagai penganut agama Islam, bagi masyarakat Sumbawa sebenarnya inilah inti dari segala rangkaian upacara adat perkawinan. Petrugas agama dan tokoh-tokoh masyarakat yang diundang dalam upacara ikut menjadi saksi telah terjadinya ikatan perkawinan yang suci dan sangat disucikan. Kembang-kembang nikah yang ditancapkan mengelilingi sebatang pohon pisang yang diletakkan dalam sebuah bokor kuningan berisi beras dibagi-bagikan kepada hadirin.
  1. 9.      Basai
Pada upacara inilah kedua mempelai menjadi raja sehari. Publikasi kepada seluruh warga masyarakat tentang perkawinan mereka dilaksanakan sepenuhnya lewat upacara basai. Gemerincing uang logam yang diberikan oleh hadirin dalam acara Barupa yang ditingkahi dengan puisi lisan tradisional (lawas) merupakan pesan-pesan moral terselubung yang sukar untuk dilupakan oleh kedua mempelai.
Setelah memperhatikan seluruh rangkaian prosesi perkawinan etnik Sumbawa, dapat ditangkap sekaligus dikaji beberapa pesan atau nilai-nilai terselubung yang dpat dijadikan acuan kehidupan masa kini, antara lain :
  1. Setiap memulai sebuah pekerjaan, harus ada perencanaan yang matang. Dalam setiap pengambilan keputusan harus didukung oleh data yang akurat (lihat bejajag).
  2. Segala sesuatu yang menyangkut keperluan orang banyak dan prediksi ke masa depan perlu dimusyawarahkan terlebih dahulu (basaputis)
  3. Sebagai orang tua, kita tidak boleh bersikap otoriter (lihat tahap ete ling)
  4. Perilaku disiplin harus ditegakkan. Putusan yang telah disepakati dalam upacara basaputis harus dihormati atau dijunjung tinggi. Bila dalam upacara nyorong, pihak laki-laki tidak memenuhi kesepakatan, pihak perempuan akan menegur secara halus dengan ungkapan : jaran tu nti tali, tau tu nti karante, yang artinya : kuda kita pegang talinya, sedangkan orang kita pegang ucapannya.
  5. Sabalong Samalewa. Pemilihan sirih pada odak harus dipilih daun sirih yang terbaik dengan tulang daun yang teratur sehingga 3 (tiga) garis tulang daun bertumpu pada satu titik. Ini adalah perlambang harmoni antara tiga kepentingan, yaitu ; pihak laki-laki, pihak perempuan, dan masyarakat.
  6. Pemilihan pohon pisang untuk menancapkan kembang nikah bukan tanpa makna. Dengan memilih pisang dihajatkan kedua mempelai akan seia sekata sampai akhir hayat. Hal ini dikuatkan oleh puisi Sumbawa :
Tulang tempa ko den punti
Guger no si tendri tana
Mate bakolar ke lolo
Artinya :
Coba lihat daun pisang
Bila luruh takkan pernah jatuh ke bumi
Sampai matipun dia tetaap melekat di pohon.
Ada beberapa lagi kandungan yang dapat digali dari khasanah upacara tersebut yang kalau kita simak secara mendalam, semuanya bermuara pada kebahagiaan hidup. Barangkali sudah waktunya kita melestarikan nilai-nilai tersebut. Barangkali secara fisik upacara-upacara tersebut ada yang sudah tidak cocok dengan kehendak zaman, dan harus di modifikasi, tapi ”roh” nya perlu dipertahankan karena bagaimanapun nilai-nilai tersebut merupakan rambu-rambu moral dalam kita menghadapi hingar binbgarnya arus globalisasi, agar kita tidak tercerabut dari akar budaya kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Musbiawan ; Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Perkawinan Etnik Sumbawa ; makalah yang disampaikan pada Temu Budaya Bulan Apresiasi Budaya (BAB) tahun 1997.
ShareThis
View page »

NILAI-NILAI FILOSOFI DALAM SENI KELINGKING

Seni Kelingking merupakan salah satu bentuk Seni Rupa Sumbawa yang pertama kali diperkenalkan oleh Drs. A. Gani Selim. Kesenian ini merupakan pengembangan berikutnya dari Male. Dalam seni kelingking terdapat beberapa motif yang terkenal diantaranya ; kemang setange, lonto engal, salimpat, pusuk rebong, ular naga, dsb. Keberadaan seni ini di Sumbawa dapat dilihat dalam berbagai ornamen yang terdapat dalam Istana Tua (Dalam Loka) atau di beberapa tempat lainnya. Perkembangan seni kelingking yang sedemikian pesat akhir-akhir ini telah melahirkan beberapa karya dalam bentuk hiasan dekorasi, baju, bahkan saat ini telah dituangkan dalam bentuk batik Sumbawa.
Sebagai sebuah kesenian bernuansa tradisi, motif-motif yang terdapat dalam seni kelingking memiliki simbol-simbol yang kuat, yang memiliki makna yang sangat dalam. Bila tari merupakan bahasa tubuh, musik adalah bahasa bunyi, maka seni rupa (baca ; seni kelingking) merupakan bahasa dalam bentuk gambar. Sebagai sebuah bahasa gambar, makna simbolis yang terdapat dalam seni kelingking hanya dapat diketahui dengan mempelajari dan menelusuri nama dan bentuk motif. Dari situ baru dapat diketahui nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam setiap motif.
MOTIF LONTO ENGAL
Motif ini terdapat di setiap motif seni kelingking, karena motif ini berfungsi sebagai motif penghubung antara motif yang satu dengan motif lainnya. Bila diartikan secara harfiah, Lonto Engal merupakan sebuah umbi yang menjalar. Lonto berarti menjalar sedangkan engal adalah umbi.
Nilai filosofi dari motif ini bila ditelusuri dari sisi nama adalah :
  1. Kata lonto atau menjalar dapat diartikan sebagai ”upaya untuk membangun sebuah jaringan yang luas”, dalam bentuk kaderisasi, teman atau relasi. Kaderisasi yang dibangun bukan hanya berkaitan dengan transformasi ilmu, tapi juga transformasi 2 (dua) kabalong, yaitu : balong sifat dan balong rua. Balong sifat erat kaitannya dengan tingkah laku atau kecantikan hati yang bersifat batiniyah, sedangkan balong rua menyangkut kecantikan atau ketampanan tubuh yang bersifat lahiriyah.
  2. Sedangkan kata engal, dijelaskan secara gamblang dalam lawas berikut ini :
Tutu si lenas mu gita
Mara ai dalam dulang
Rosa dadi umak rea
Artinya :
Lahirnya tak beriak
Seperti air di dulang
Namun sekali bisa menjulang
Seperti ombak mendebur pantai
MOTIF KEMANG SETANGE
Dalam seni kelingking motif kemang setange sangat dikenal oleh masyarakat. Motif ini berbentuk bunga tunggal dengan berbagai variasi bentuk. Dilihat dari tampilannya, motif ini melambangkan tentang keindahan dan kemandirian. Secara harfiah setange artinya setangkai, sehingga kemang setange berarti bunga setangkai. Simbol kemandirian sangat jelas tergambar dalam motif ini karena berbentuk tunggal dengan hiasan daun, sedangkan symbol keindahan telah menjadi rahasia umum bila kembang sangat identik dengan keindahan.


ShareThis
View page »

perangkat upacara adat samawa yang asli sejak jaman kerajaan (boco ngentong,kosok kancing)

HASIL DOKUMENTASI TERAKHIR PERANGKAT INI MASIH TERSIMPAN RAPIH,CUMA KEPINGAN UANG LOGAM YANG ASLI SUDAH BANYAK DI CURI ORANG….Hasil Dokumentasi di rumah DEA MANJA CILA utan-sumbawa-NTB…
KANCING
KANCING
KOSOK
KOSOK
LADING SURI.
LADING SURI.
 KIPAS.
KIPAS.
PLOMAR
PLOMAR
 BUKA BURA
BUKA BURA
BOCO NGENTONG
BOCO NGENTONG
 DEA MANJA CILA.
DEA MANJA CILA.



ShareThis
View page »
291912_282633998431051_100000533593836_1107781_1985488893_a

Perawatan kecantikan Tradisional Samawa

Perawatan kecantikan Tradisional Samawa

Oleh Warda Miranda
“BASEME”( perawatan wajah) istilah modernnya adalah masker wajah, dimana baseme ini bagi perempuan  samawa  merupakan perawatan wajah yang dilakukan saat mereka keluar rumah misalnya  keladang ataupun kesawah.Dengan tujuan untuk meremajakan kulit, mengencangkan &  melindungi kulit wajah dari sinar matahari supaya kulit menjadi halus, bersih serta  bercahaya. Adapun jenis seme bermacam-macam contohnya seme mamak, seme ini terbuat dari campuran daun siri, buah pinang,kapur, gambir ditambah beras yang telah direndam kemudian ditumbuk sampai halus diberi air scukupnya lalu dioles kewajah kecuali mata & mulut, kemudian dibersihkan dengan air setelah habis masa pemakaiannya atau setelah kembali kerumah.    ” BARODAK”( perawatan badan) istilah modernnya adalah lulur, dimana barodak ini sering dilakukan menjelang hari istimewa seperti perkawinan maupun sunatan,adapun tujuan dari barodak ini untuk membersihkan kotoran yang melekat ditubuh, mengangkat sel kulit mati, membuka pori-pori kulit supaya kulit menjadi halus, bersih dan bercahaya di saat hari Hnya nanti adapun jenis odak yang sering digunakan saat hari istimewa adalah odak” kemang,” yang terdiri dari macam-macam bunga, akar-akaran,daun-daunan kemudian ditumbuk bersama beras yang direndam lalu ditambah kunyit dan jeruk nipis agar warnanya kuning langsat disertai doa selamat dalam bentuk sholawat supaya orang yang di odak memperoleh keselamatan dunia maupun akherat( orang yang membuat odak ini adalah orang khusus yang telah ditunjuk) karena barodak mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi bagi masyarakat samawa yang bukan hanya sekedar perawatan tetapi lebih ke identitas tau samawa.Setelah odak dioles baik muka maupun tangan lalu dibersihkan dengan air khusus pula yang dilakukan oleh orang yang telah ditunjuk (tau loka).  Selain odak istimewa diatas ada juga jenis odak biasa namanya odak” loto motong bage tunung” yang sering dilakukan oleh remaja putri menjelang akil baliq saat mereka mandi junub sehabis datang bulan Adapun bahan-bahannya terdiri dari beras yang disangrai kemudian asam yang dibakar kmudian ditumbuk menjadi satu hingga warnanya kehitaman mendatangkan bau yang khas, setelah itu dioles keseluruh badan untuk mencerahkan kulit, menghilangkan kotoran, menghaluskan dan membersihkan kemudian disiram dengan air hingga bersih.      “RAPANCAR”( perawatan kuku/ hiasan tangan dan kaki) istilah modernnya adalah menghias kuku baik  tangan maupun kaki, adalah sejenis daun yang mamiliki warna khas yang ditumbuk halus serta bisa bertahan dalam waktu yang cukup lama uniknya tidak membatalkan wudhu sehingga bisa dibawa untuk shalat.Adapun rapancar merupakan perawatan untuk mempercantik diri bagi perempuan samawa khususnya bagian tangan dan kaki begitu juga rapancar ini dilakukan menjelang hari istimewa seperti pernikahan dimana calon mempelai memberi pancar pada kuku tangan maupun kuku kaki atau sekitarnya sperti telapak tangan,dalam waktu tertentu setelah kering baru dilepas ampasnya sehingga kelihatanlah warna yang cantik yang tidak akan terhapus hingga berakhirnya prosesi pernikahan mereka.Rapancar juga menjadikan tanda bahwa mereka adalah pengantin baru (pengantan beru)
Sumber : http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

SASTRA LOKAL

ShareThis
View page »
222

SEDIKIT TENTANG ISTANA SULTAN SUMBAWA

Dalam Loka “ atau Istana Tua yang ada sekarang merupakan salah satu Istana Raja Sumbawa yang dibangun pertama kali sekitar tahun 1885 Masehi pada saat Raja Sumbawa Muhammad Jalaluddin Syah III memerintah. Istana yang sempat dijadikan Moseum itu dibuat dengan kayu jati yang didatangkan khusus dari kebun jati di Limung Moyo Utara dan  dari beberapa tempat lainnya di Kabupaten Sumbawa. Akhir Tahun 2010 lalu Istana Tua ini selesai direhab.
Istana Tua ini terdiri dari dua bangunan kembar yang ditopang oleh 98 tiang kayu jati dan 1 tiang pendek ( tiang guru ) yang terbuat dari kayu cabe, sehingga jumlah keseluruhan tiangnya adalah 99 mengambil jumlah sifat Allah SWT ( Asmaul Husna,’ ).
Jika melihat jumlah tiang yang mengabadikan sifat-sifat Allah itu, maka sudah bisa dipastikan bahwa sekitar masa itulah Raja Sumbawa beserta keluarga nya memeluk Agama Islam. Sebuah titah pun dikeluarkan Raja Sumbawa saat itu khusus dalam melaksanakan adat istiadat  bahwa “ ADAT BERSENDIKAN SARA’ dan SARA BERSENDIKAN KITABULLAH “
Dalam Loka ini juga dihiasi beberapa ukiran khas Samawa, namun semua itu banyak yang hilang entah kemana. Sekarang yang tersisa hanyalah dokumentasi dalam bentuk photo-photo. Tetapi ada beberapa kelengkapan atau pakaian Sultan yang sempat diamankan dan disimpan di Bala Kuning, yakni kediaman pribadi Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin III.
Istana Sultan Sumbawa ini baru saja selesai direnovasi mudah-mudahan bisa bertahan lama seperti bangunan yang lama. Sebelumnya, ditempat berdiri nya Istana Tua sekarang ini juga pernah ada setidaknya  tiga buah Istana yang tidak terlalu besar yakni Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo, dan Istana Gunung Setia. Namun Istana-Istana itu sudah lama tiada karena lapuk dimakan usia dan sebuah diantaranya hangus terbakar, yakni Istana Gunung Setia, sebelum Istana Tua yang sekarang dibangun.
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA

Oleh Ahmad Zuhri Muhtar ·
Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung kerajaan Samawa’.
Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa, maka resikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya karena mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat besar.
Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa’. Saat itu menurut BUK Tana’ Samawa, rakyat Sumbawa sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa’ ini berkuasa hingga tahun 1958.
Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I (1674 – 1702). Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I yang kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia Karaeng Agang Jene.Setelah wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa termasuk “ Bala Balong” lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26 Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M).
Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758). Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ).
Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya.
Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja karena telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah 1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya  diangkatlah putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi “raja boneka” yaitu Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa datu Taliwang.
Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, karena ia sangat berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan perdagangan di kerajaan selatan.
Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga pihiak raja – raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad Dzillillah Fil Alam ( raja Bima ), Hasanuddin Datu Jereweh ( mengatas namakan raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan Syah (raja Dompu), Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat).
Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei 1766 berkat keberhasilan diplomasi utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng. Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan Mahmud dewasa, maka kekuasaan raja akan diserahkan kembali kepadanya.Tapi pada waktu Sultan Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H (1775 M), beliau digantikan oleh Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan Harrunnurrasyid II (1777-1790). Sementara Sultan Mahmud yang putra mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya, hingga ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H (1780 M) dalam usia 24 tahun. Pada waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil diselesaikan penulisan Kitab Suci Al Qur’an dengan tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab Safiie, tepatnya pada 28 Dzulqaidah 1199 H (1784 M).
Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak perempuannya, yaitu Sultan Syafiatuddin (1791-1795). Ia kemudian kawin dengan Sultan Bima dan mengikuti suaminya ke Bima, sekaligus memboyong beberapa harta pusaka kerajaan. ( Sebagian koleksi harta kekayaan Raja Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari Sumbawa ). Karena kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri Kerajaan untuk tidak lagi mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera Sultan Mahmud bernama Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah Gunung Tambora meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H (1815 M). Pada waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H. Zolinger disebutkan bahwa sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok. Sedangkan abu yang menggenangi wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun kemudian Sultam Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah (1816 M). Pemangku kerjaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele Manyurang. Ia pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, karena pada bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah (1825 M), Nene Ranga yang sudah tua itu meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh Abdullah hingga ia meninggal pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah (1836 M).
Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan oleh Putera Muhammad Kaharuddin II, yaitu Sultan Amrullah. Pada waktu pemerintahannya ini tidak banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan, barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari peristiwa meletusnya Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon menyebabkan langit di Eropa diliputi kabut awan selama dua tahun.
Sultan Amrullah meninggal pada tanggal 23 Agustus 1883, sementara kursi raja diteruskan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin III, cucu Sultan Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh, terutama dalam hal menarik pajak. Akhirnya meledaklah pemberontakan rakyat, yang membuat Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul amarah rakyat. Namun karena kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk pemberontakan dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang dilakukan Unru dan kawan-kawan.
Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin merajalela. Maka dimulailah babak baru, Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa Besar ( Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang). Asisten Resident yang pertama adalah Janson Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibagi dalam dua ander afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur.
Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931) inilah dibangun “Istana Tua Dalam Loka”. Hal ini sangat dimungkinkan karena Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra mahkota yang mendapat gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman pemerintahannya inilah menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepang.
Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Maret 1942, organisasi – organisasi Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul Oelama, Moehammadiah dan Al Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942, delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan Kolonel Haraichi, yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama, karena setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom, Jepang menyerah kepada sekutu. Peraktis kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Agresi Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal 14 Desember 1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia Timur berdasarkan Undang – Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah Statuta Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja – raja pada tanggal 6 September 1949.
Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang – Undang Nomor 64 Tahun 1958. Propinsi Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat ( NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat menjadi enam Daerah Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan. Karena itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi Pulau Lombok dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal tersebut hingga sekarang dijadikan sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa dibubarkan pada tanggal 22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa. Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten Sumbawa.< dirangkum dari beberapa sumber >
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

SEKILAS TENTANG BAHASA SAMAWA

Oleh Ahmad Zuhri
Bahasa Sumbawa, atau Basa Samawa, adalah bahasa yang dituturkan oleh masrakat di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa yang meliputi wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat.
Dari sisii linguistik, bahasa Sumbawa masih serumpun dengan bahasa Sasak. Kedua bahasa ini masuk kedalam kelompok rumpun bahasa Bali,Sasak dan Sumbawa, yang oleh para ahli dimasukkan kedalam satu kelompok yakni kelompok  ”Utara dan Timur” dalam kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa dialek regional atau variasi bahasa bergantung daerah penyebarannya, di antaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, Orong Telu dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan selatan yang meliputi wilayah Ropang, Labangkar, Lawin, dan Selesek serta penduduk yang berada di sebelah selatan Lunyuk. Kemudian dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek Tongo. Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku Samawa’ ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar adalah keturunan etnik Bajo dan sangat berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat misalnya di Kampung Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar.
Dalam dialek Basa Samawa di beberapa kawasan di pegunungan bagian selatan Kabupaten bermotokan Sabalong Sama Lewa ini seperti Lawin dan Lebangkar, perbedaan nya sangat mencolok bahkan orang Sumbawa kebanyakan tidak mengerti bahasa yang dipakai mereka bertutur antar sesama. Selain itu dalam bertutur menggunakan bahasa Sumbawa, masarakat dikawasan ini banyak menggunakan kalimat seolah menggunakan bahasa Inggeris, seperti dalam menyebut Panjang. Basa Samawa’ nya Belo. Tapi mereka menyebutnya dengan Long. Menyebut Telinga yang dalam bahasa Sumbawa nya Kuping,mereka menyebutnya Tuli. Dan banyak lagi kalimat-kalimat yang tidak lazim didalam bahasa Sumbawa yang ada sekarang bahkan sebagian adalah kosa kata asing seperti Portugis dll. Masarakat Sumbawa menyebutnya dengan Bahasa Labangkar atau Bahasa Lawin atau dulu disebut dengan Bahasa Selesek. Masarakat Labangkar dan Lawin adalah rumpun yang satu yakni rumpun Selesek. Bahasa Selesek ini lah yang menurut orang-orang tua dahulu adalah bahasa asli Tau Samawa, sebelum berinteraksi dengan bahasa dari etnik-etnik yang ada sekarang.
Keberagaman dialek masarakat Sumbawa dalam bertutur, membuktikan bahwa Tau Samawa’ adalah campuran dari beberapa etnis dan etnis asli Sumbawa berada di dua titik yaitu kawasan pegunungan Batu Lanteh hingga ke Orong Telu termasuk Lunyuk Bagian Selatan lalu ke Tongo dan Jereweh. Titik kedua di kawasan selatan, meliputi Kecamatan Ropang, mulai dari Lebin, Ropang, Labangkar dan Lawin. Etnis ini dikenal dengan etnis Selesek.
http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat
ShareThis
View page »

Silsilah Sultan Rahmatullah Banjar Kalimantan

1. Pangeran [Dipati] Demang : memiliki anak yakni Ratu Agung/Putri Juluk 1(ibunda Sultan Inayatullah). Pangeran Mancanagara/Raden Gulu 1(suami Gusti Hajang) Raden Aria Sami/Raden Warjo, Raden Wahab, Raden Dukuh, Raden Likar, Raden Zakaria, Raden Masdar, Gusti Barap, Gusti Tangah dan Gusti Marian
2. Sultan Hidayatullah I (anak tertua Sultan Rahmatullah) memiliki anak yakni Pangeran Mangkunagara/Raden Subamanggala (anak Putri Nur Alam), Raden Samarang, Raden Citra 2 (anak Gusti Galuh), Raden Kipih (anak Nyai Hayu 3), Raden Citra 1, Raden Subatmita, Raden Subantaka, Gusti Babar, Gusti Lapit 1, Pangeran Singasari/Raden Timbako (suami Ratu Hayu 1) Putri Intan (anak Ratu Hayu 1; isteri Raden Pamadi), Pangeran Martasari/Raden Timbakal (suami Ratu Hayu 1), Raden Sutarta/Raden Pamekas (anak Ratu Hayu 1),Pangeran Dipati Singa Marta/Raden Sutasoma (anak Ratu Hayu 1 ) ia menikahi puteri dari Adipati Thopati Tolouang dari Kesultanan Bima), Gusti Pandara (isteri Raden Suta-Kasuma/Raden Pajang), Gusti Bayah (anak Si Pasupit), Raden Pakih (anak Si Pasupit), Raden Khatib (anak Si Jawa), Raden Modin (anak Si Jawa), Pangeran Taliwang/Raden Subangsa/Raden Marabut (anak Si Jawa), Gusti Pika, Gusti Tika, Gusti Yada, Raden Mataram (anak Mas Surabaya dari Kerajaan Selaparang), Datu Taliwang? Raden Bantan (putera dari Mas Panghulu dari Kerajaan Selaparang. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II/Gusti Mesir Abdurrahman (Sultan Sumbawa dari dinasti Mas Bantan Datu Loka/Dewa Dalam Bawa) Sultan Mahmud Dewa Mepaconga Mustafa Datu Taliwang (Sultan Muda Sumbawa), Sultan Muhammad Kaharuddin II (Sultan Sumbawa), Sultan Amrullah (Sultan Sumbawa), anak Sultan Amrullah ; Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III (Sultan Sumbawa), Sultan Muhammad Kaharuddin III (Sultan Sumbawa. )
Sumber saya peroleh dari keluarga Sultan Banjar Kalimantan
Ahmad Zuhri Muhtar Silsilah Sultan Rahmatullah. Banjar Kalimantan.
Sumber :http://www.facebook.com/groups/pedulidesadarat/
ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Bima “Menta Dea”

Diceriterakan Ncuhi Kabuju yang bertakhta di bukit Kabuju memerintah daerahnya dengan adil. Rakyat hidup dalam keadaan aman tenteram. Mata pencaharian utama penduduknya aclalah bercocok tanam. Di samping itu mereka juga giat beternak. Hasil ternaknya yang terutama adalah kerbau.
Di sebelah Timur Daerah Ncuhi Kabuju terhentang lautan yang luas. Pada suatu tempat terdapat teluk yang tenang dan indah. Teluk itu adalah Teluk Sape. Perahu dan rakit dari daerah lain banyak yang singgah dan berlabuh di teluk ini.
Mereka berlabuh untuk mengambil air minum, kayu api dan persediaan lain dalam perahu. Keadaan ini berlangsung lama sehingga awak-awak rakit dan perahu dapat berkenalan langsung dan bergaul secara intim dengan penduduk daerah Ncuhi Kabuju. Rakit dan perahu yang biasa singgah di teluk ini kebanyakan berasal dari Goa.
Di mansa itu sistim jual beli belum dikenal penduduk. Untuk memperoleh sesuatu barang mereka melakukan tukar menukar. Demikianlah selalu terjadi tukar menukar barang kebutuhan antara penduduk Ncuhi Kabuju dengan awak perahu dari Kerajaan Goa. Tcrjadilah hubungan persahabatan yang bertambah erat antara kedua Daerah ini.
Sebagai tanda adanya jalinan persahabatan, rakyat kerajaan Goa mengusulkan, antara dua Daerah diadakan satu pertandingan persahabatan. Maksud serta usul dari rakyat kerajaan Goa itu diterirna baik oleh Ncuhi Kabuju bersama rakyatnya. Tempat dan waktu pelaksanaan pertandingan tclah dimusyawarahkan dan telah diputuskan bertempat di Daerah Ncuhi Kabuju. Yang masih di rahasiakan oleh Ncuhi Kabuju kepada rakyatnya ialah macamnya pertandingan yang bakal dilaksanakan. Karena menurut pendapat Ncuhi Kabuju belum waktunya untuk diumumkan kepada seluruh rakyat. Hanya para punggawa alim ulama dan para pembesar sajalah yang mengetahuinya.
Mendapat sambutan hangat dari Ncuhi Kabuju dan seluruh lapisan rakyatnya, segera awak perahu kerajaan Goa kembali ke Daerahnya untuk melapurkan rencana ini kehadapan rajanya. Mendengar laporan itu raja Goa turut serta merasa gembira tentang pertandingan persahabatan ini.
Mereka pun mengadakan persiapan yang sebaik-baiknya. Akhirnya waktu pertandingan, yang dinantikan oleh kedua belah pihak itu pun tibalah. Dengan scbuah perahu yang penuh dengan muatan utusan kcrajaan Goa bertolak menuju Dacrah Ncuhi Kabuju. Setelah bcrlayar beberapa lama utusan ini tiba di Dacrah Ncuhi Kabuju dengan selamat, disambut oleh rakyat dengan penuh tanda tanya dalam hati. Pertandingan apakah gerangan yang akan dilaksanakan. Di daerah Ncuhi Kabuju dilakukan pula persiapan scperlunya walaupun masih bersifat rahasia.
Dalam menyambut pertandingan besar itu, Ncuhi Kabuju segcra mcngumpulkan punggawa, pemuka-pemuka masyarakat, un tuk merundingkan cara-cara dan siasat yang akan dilaksanakan. Dengan sengaja Ncuhi Kabuju merundingkan hal ini secara rahasia. Rakyat banyak tidak diikutsertakan karena pertandingan ini walaupun bcrsifat persahabatan, tetapi menyangkut kebesaran martabat Ncuhi. Seluruh peserta musyawarah berpendapat sama.
Pertandingan harus dimenangkan oleh Ncuhi Kabuju. Pasiapan dilakukan secara diam-diam, dirahasiakan, teliti dan penuh perhitungan. Mereka yakin akan memperoleh kemcnangan. Mereka dalam keadaan siaga menanti saat-saat pertandingan.
Akhimya detik-detik yang ditunggu pun tiba. Utusan kerajaan Goa tclah hadir di arena pertandingan. Mereka membawa jago harapan yang telah lama dipersiapkan. Karena itu mereka yakin akan memperoleh Kemcnangan.
Arena pertandingan penuh sesak oleh penon ton semakin tegang keadaannya. Rakyat merasa berdebar menanti dan menebak siapa yang bakal kcluar sebagai pemenang. Kedua pahlawan harapan dimasukkan kc dalam gelanggang, diiringi oleh pawangnya masing-masing. Tetapi rakyat terkejut menyaksikan pemandangan yang amat ganjil.  Kerbau kerajaan Raja Goa bcsar dan tegap. Tanduknya runcing dan mengkilap. Sedangkan kepunyaan Ncuhi Kabuju kecil dan kurus.
Gong tanda dimulainya pertandingan pun berbunyi. Kerbau kecil kurus kepunyaan Ncuhi Kabuju yang telah dikurung sehari semalam segera dilepaskan. Dengan mata beringas ia mcnghampiri lawannya dan menyeruduk ke arah perut sebagai anak kerbau yang hendak menyusu pad a induknya. Menghadapi yang di luar dugaan ini kerbau Raja Goa kebingungan. Ia bukannya menyeru-duk lawannya, melainkan berlari mundur menjauhi serudukan kerbau kecil itu. Dan kerbau tegap itu mundur semakin jauh, sedang ia dikejar terus, sehingga akhirnya keluar batas arena.’
Dengan.demikiran kerbau kerajaan Goa dinyatakan kalah.
“Hore!” tempik’sorak menggemuruh memeeahkan ketegangan suasana. Seluruh rakyat bergembira menyambutkemenangan ini. Mereka menyambutnya pula dengan rasa terima kasih kepada Tuhan, karena rencana dan siasat yang diatur oleh Neuhinya telah berhasil dengan gemilang. Kerbau kecil dan kurus pilihan Neuhi Kabuju telah tat’npil sebagai pemenang.
Karena itu diumumkanlah kepada rakyat di pelosok daerah Neuhi Kabuju, agar memeriahkan kemenangan itu. Dan sejak saat itu, kerbau yang memperoleh kemenangan itu harus dipelihara dengan baik dan tak boleh dipergunakan untuk mengerjakan keperluan apa pun juga. Namun walaupun sangat disayangi dan dipelihara dengan baik, Tuhan menentukan nasib semuanya.
Di semak-semak di sebelah selatan bukit Kabuju, bersarang seekor ular yang amat besar. Ular itu selalu mengganggu ternak rakyat. Banyak binatang yang telah dijadikan mangsa. Pada suatu saat ular itu menyerang kerbau juara kesayangan rakyat Kabuju. Kerbau itu mcmbalasnya. Karena itu terjadilah suatu pcrtarungan yang amat scngit antara keduanya. Kerbau itu tak mau menyerah begitu saja. Dia melawan dengan sekuat tenaga. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Tetapi karena belitan dan’ gigitan akhirnya kerb au pahlawan itu kehilangan kekuatan. Dan akhirnya menjadi lemas dan mati dalam keadaan yang menycdihkan. Seluruh tubuhnya pcnuh luka akibat gigitan, sedangkan kaki dan lehernya patah, karena belitan.
Demikianlah nasib yang menimpa kerbau juara itu. Penstiwa tragis itu sangat menyedihkan hati Ncuhi Kabuju beserta seluruh rakyatnya. ltulah sebabnya Ncuhi Kabuju memerintahkan seluruh anggota masyarakat untuk membunuh ular itu. Mendengar perintah Ncuhinya seluruh anggota masyarakat bangkit. Dalam keadaan marah dan semangat meluap-luap mcreka mencari tempat persembunyian ular itu. Tempat itu dikurung dengan ketat. Tak ada satu eelah pun yang memungkinkan ular itu melarikan diri. Mereka semua bergerak dalam satu tekad, yaitu ular jahat itu harus dibunuh. Mereka harus berhasil membunuhnya.
Demikianlah nasib mujur menghinggapi rakyat Kabuju. Di saat pertarungall dengan kerbau juara itu, sang ular menderita luka-Iuka yang sangat parah, akibat serudukan. Luka-Iuka itu menyebabkan tubuhnya bengkak dan tidak dapat bergerak cepat lagi. Hal itu merupakan suatu keuntungan bagi rakyat Kabuju. Mereka dengan muclah dapat berhasil menangkap dan membunuh ular jahat itu, beramai-ramai dengan berbagai senjata yang telah tersedia. Ular itu telah mati.
Kepala ular itu dipasak dengan cabang kayu yang telah diruncingkan dan ekomya dipotong-potong. Dan menurut kepercayaan masyarakat Desa, kayu pasak itu telah tumbuh menjadi sebatang pahon yang tidak terclapat di tempat lain di seluruh Kecamatan Sape. Pohon itu bernama Kayu Kangento. Sedangkan tubuh dan ekor ular itu berubah mcnjadi batu yang hingga clewasa ini terkenal dengansebutan batu ular dan ekomya tampak terputus.
Batu ular itu terletak di sebelah Bukit Kabuju. Demikianlah dengan matinya ular itu rakyat Kabuju merasa sangat puas. Mereka telah berhasil melenyapkan masalah yang selalu mengganggu ketenteraman mereka, walaupun mereka telah  kehilangan binatang kesayangan yang telah berhasil mengangkat martabat rakyat Kabuju. Kini negeri Kabujul menjadi tenteram kembali.
ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Bima “Ncuhi Parewa”

Alkisah Ncuhi Parewa adalah seorang Ncuhi yang memerintah daerah yang makmur dan rakyat hidup  dalam kedamaian. HasiI’ bumi berlimpah ternak berkembang biak dan negeri aman  sehingga rakyat hidup dalam ketenteraman. Tak ada perusuh yang mengganggu negeri dan tak ada wabah yang menyerang. Rakyat hidup bagai dalam dongengan. Untuk menyatakan terima kasih kepada dewata atas segala kebahagiaan yang dialami dibuatkan kuil-kuil persembahyangan tempat mempersembahkan sebahagian rezeki kepada dewata. Karena ternak berkembang biak dengan baik penuhlah padang dengan gerombolan rusa yang tak terhitung banyaknya. Rusa-rusa itu selalu bertualang dari satu padang ke lain padang serta menyusuri anak sungai. Untuk melepaskan lelah di siang hari mereka mengerumuni mata air jernih  di Oi Ondo dan Oi Katebe.
Pada saat tertentu oleh penggembalanya rusa itu digiring ke Dana Ndere. Di sana Ncuhi Parewa telah menanti bersama putranya untuk bercanda dengan rusa-rusa itu, terutama dengan seekor rusa jantan yang besar dan bertanduk cabang lima. Rusa jantan itulah kesayangan Ncuhi Parewa. Karena sangat disayangi.  Pada suatu hari ia memerintahkan untuk membuat sepasang sarung emas agar dapat dipasang pada tanduk rusa jantan itu. Pekerjaan itu diserahkan kepada seorang tukang mas yang pandai.
Itulah sebabnya tukang bekerja dengan tekun dan mengerahkan segala kemampuan  agar sarung itu benar-benar memenuhi selera keindahan sang Ncuhi Parewa.
Setelah upacara selesai, berkeliaranlah rusa-rusa itu mencari makanan ke dataran rendah yang berumput tebal. Di temp at itulah rusa-rusa itu bersatu dengan gerombolan rusa-rusa Ncuhi Mola. Apabila pagi tiba berpisahlah rusa-rusa itu untuk mencari tempat beristirahat setelah semalam suntuk mencari makan. Penggembala-penggembala Parewa dan Mola kerap kali datang ke padang penggembalaan kalau ada rusa yang terpisah dari gerombolannya. Bila hal itu terjadi dengan mudah dapat diketahui karena rusa kedua Ncuhi itu mempunyai tanda khusus. Rusa Ncuhi Parewa ditoreh daun telinganya sehingga terbelah, sedangkan rusa Ncuhi Mola ujung telinganya dipotong.
Tiba-tiba keistimewaan rusa jantan Ncuhi Parewa itu menjadi titik perhatian penggembala Mola. Mereka takjub akan keindahan tanduk emas rusa itu. Lebih-Iebih kalau rusa jantan itu sedang berdiri sendiri terpisah dari gerombolannya. Tampaknya seolah-olah membanggakan diri. Semakin diperhatikan, ia semakin melompat-lompat, sambil menegakkan tanduk, berlari-lari dan berhenti dengan tiba-tiba. Kemudian daun telinganya yang lebar itu ditegakkan ke depan. Semakin diperhatikan semakin bertingkah rusa itu. Dan hati penggembala Mola itu semakin tertarik.
Kemudian keindahan rusa bertanduk emas itu disampaikan kepada Ncuhi Mola disertai dengan bumbu-bumbu yang mereka tambahkan sendiri.
“Tuanku, di padang penggembalaan rusa, hamba melihat salah satu rusa milik Ncuhi Parewa bertanduk emas. Tanduknya berkilauan kena sinar bulan di malam hari. Dan kena matahari tampaknya laksana bara api dan sangat menyilaukan,” demikian laporan  salah seorang gembala kepada Ncuhi Mola.
“Benarkah penglihatanmu? Selama hidupku belum pemah aku melihat rusa bertanduk emas. Aku  ingin membuktikan kebenaran ucapanmu itu,” kata Ncuhi Mola.
Sungguh. tuanku, hamba berkata benar. Dan jika berkenan  tuanku dapat menyaksikan sendiri  di padang penggembalaan malam ini juga. Rusa-rusa akan berkeliaran, mencari makan. “Jika, demikian baiklah. Siapkan senjata: dan pengiring.
Kita berangkat setelah bulan muncul dari balik gunung. Ketika malam mulai sepi dan bulan delapan belas hari.  muncul dari balik gunung, dengan diam-diam  berangkatl Ncuhi Mola beserta para pengawalnya . Mereka bergerak ke padang penggembalaan untuk menyaksikan dengan mata sendiri rusa bertanduk emas itu.
Ketika rombongan tiba, permukaan padang mulai terang dengan sinar bulan. Samar-samar tampak gerombolan rusa sedang memakan rumput. Dari jauh terbetik kilatan cahaya kuning, kemudian menghilang lagi. Cahaya itu datangnya dari tanduk emas rusa jantan, yang sedang memimpin rusa-rusa yang lain. Kilatan cahaya itu terlihat oleh penggembala Mola dan segera melaporkan kepada Ncuhi Mola. Semakin lama, cahaya itu semakin gemerlapan karena bulan semakin tinggi dan semakin terang. Alangkah takjub hati Ncuhi Mola melihat kilatan cahaya tanduk rusa itu.
“Benar katamu. Sangat kagum aku memandang keindahan rusa itu. Kalau kita memiliki sendiri rusa semacam itu … ?”
Kata-kata Ncuhi Mola segera dipotong oleh penggembalanya. “Kalau tuanku ingin memilikinya, menurut pikiran hamba, tidaklah sukar. ” “Tidak sukar katamu? Tunjukkanlah caranya.”  “Bukankah tuanku memiliki rusa betina muda yang lincah, dan sekarang diikat dalam kandang menjadi permainan tuan putri? ”
“Apa maksudmu dengan rusa betina itu?”
“Tuanku, sekarang• rusa-rusa sedang mengalami musim berahi.
Kalau kita lepaskan rusa betina itu ke padang, hamba yakin akan menarik perhatian rusa jantan perkasa itu. Setelah berada dalam keadaan asyik berahi ke mana pun kita giring ia akan mengikuti, asal tidak berpisah dengan betinanya.”
“Aku sangat ingin memiliki rusa itu. Merasa tertarik, apalagi setelah mencium bau asing. Dengan manja rusa betina itu menggosok-gosokkan lehernya ke leher sang jantan.
Gosokan itu’ disambtit depakan kaki depan sebagai ucapan kemesraan. Umpan itu mengena. ada saat yang tepat digiringlah rusa betina. mengikuti gerombolan itu sampai kearah asing. Di sanalah dia masuk perangkap, kemudian ditangkap dan dikurung dalam kandang di samping istana Ncuhi Mola. ‘Suasana gembira meliputi keluarga istana Mola karena angan-angan untuk memiliki rusa bertanduk emas telah berhasil.
Tetapi di kalangan Ncuhi Parewa terjadi kepanikan setelah beberapa hari kemudian diketahui rusa bertanduk emas itu tidak kembali bersama rombongannya. Ncuhi Parewa sangat murka. Ia memerintahkan penggembala-penggembala agar segera menemukan kembali rusa itu. Rimba belukar, lurah dan bukit dijelajahi untuk menemukannya. Disebarkan penyelidik untuk, menyelidiki tiap jengkal daerah.
Bahkan, penyelidik yang menyamar sebagai pengemis di lepas ke daerah Mola. Pada suatu malam, ketika penyamar itu bermalam di poncok seorang peladang terdengarlah olehnya pembicaraan peladang itu suami istri.
“Ncuhi kita sangat’ bangga dengan rusa bertanduk emasnya.
Tiap hari Ncuhi sekeluarga ayik bermain-main dengan rusa itu.”
“Jangan keras-keras berkata,karena daun kayu pun bisa membongkar rahasia,” tukas istri peladang itu. Keesokan harinya pagi-pagi benar pengemis itu mahan diri untuk menerusbin perjalanan, mencari rezeki. Setelah keluar batas, di!epasnya pakaian penyamarnya dan segera menghadap Ncuhi Parewa.
“Tuanku, hamba membawa berita penting ten tang rusa yang hilang itu.”
“Katakanlah segera, agar aku tahu.” .
“Rusa kesayangan tuanku sekarang disekap di kandang Ncuhi Mola. Ia dijadikan permainan seisi istana.”
Dengan muka yang sangat bengis Ncuhi Parewa bertitah:
“Kirim utusan ke sana untuk minta kembali rusa itu.”
Maka dipilihlah orang yang arif disertai perajurit-perajurit tangkas untuk meminta kembali rusa itu. Setelah delegasi tiba di gerbang istana mereka dihadang oleh pengawal dengan tombak bersilang, sambil menanyakan maksud kedatangan mereka.
“Kami utusan Ncuhi Parewa dan ingin menghadap Ncuhi Mola,” jawab pimpinan rombongan ini.
“Kalau demikian, silakan,” kata pengawal sambi! menarik tombak masing-masing. Menghadaplah utusan itu kepada Ncuhi Mala seraya mengemukakan maksud kedatang;mnya, Mereka meminta kembali rusa bertanduk emas itu, karena menurut hasil penyelidikan rusa itu berada dalam kandang Ncuhi Mola.
“Jadi kalian menuduh aku menangkap dan mengurung rusa Ncuhi Parewa?
Nyahlah kau sekalian. Aku enggan menerima utusan yang tidak sopan. ‘Utusan itu kembali menghadap  Ncuhi Parewa, untuk melapor~kan hasil  perjalanan mereka menghadap Ncuhi Mola.
Mendengar laporan ltu kembali Ncuhi Parewa mengirim utusan disertai ancaman.  Kalau Ncuhi Mola tidak mengembalikan’ rusa bertanduk  emas melalui utusanriya, maka Mola akan dihancurkan. Utusan yang kedua pun kembali dengan tangan hampa, setelah dibentak dan diusir oleh Ncuhi Mola.
Maka tiada jalan lain bagi Ncuhi Parewa, selain mengarahkan laras bedil ke timur untuk menggempur Ncuhi Mola. Demikianlah bedil sakti itu menghancurkan istana Mola, sehingga tinggal puing belaka, dan seluruh rakyatnya binasa karena gempuran itu. Rusa bertanduk emas itu pun turut menjadi korban.
Demikianlah, rupanya Tuhan Yang Maha Kuasa tidak membiarkan kecurangan berjalan leluasa. Kehancuran Mola adalah batas kecurangan itu.
ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Sasak “Rare Sigar”

Tersebutlah sebuah ceritera tentang seorang anak yang bernama Rare Sigar. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga sebagai anak tunggal. Pada suatu hari ibu dan ayahnya mandi bersama-sama di suatu tempat. Masing-masing telanjang bulat. Tiba-tiba seorang tua muncul di hadapan mereka dan bertanya:
“Rupanya istrimu sedang mengidam, mengapa kalian mandi bersama?”
“Lho, dengan siapa aku harus mandi?” “Dengan siapakah kau membuat anakmu itu?
“Tentu saja sendiri. Bila ada orang lain turut serta, tentu saja
kubunuh.”
“Benarkah itu?” “Ya, benar!”
Dengan demikian pergilah orang tua itu. Setelah tiba waktu­nya lahirlah bayi yang dikandung itu. Tetapi ia lahir dalam keada­an berbadan sebelah!
Setelah anak itu bisa berjalan, anak itu bermain-rnain mencari teman. Setelah didatangi, anak-anak yang lain pada berlari. Derni­kianlah setiap anak yang dikunjungi lari ketakutan. Akhirnya anak yang bernama Rare Sigar itu bertanya kepada dirinya sendiri.
“Mengapa setiap orang yang kutanya pada berlari meninggalkan aku? Apakah aku tak disenangi oleh kawan-kawan, sehingga mereka meninggalkan aku.”
Demikian juga halnya bila seorang anak mendatangi dirinya.
Demi tampak olehnya keadaan Rare Sigar, mereka segera pergi. Karena itu Rare Sigar selalu kesepian seorang diri.
“Mengapa aku selalu ditinggalkan oleh kawan-kawan? Apa se­bab mereka tak betah bersamaku?” Akhirnya ia pulang dan ber­tanya kepada ibunya.
“lbu ?”
“Ada apa anakku ?”
“Apakah salahku ibu, setiap kawan yang kudekati selalu pergi meninggalkan aku.
“0, kau tidak sempurna anakku. Janganlah Kau mendekati anak-anak yang lain, mereka akan terkejut melihatmu, karena kau bertubuh sebelah.”
“ltulah sebabnya ibu? Jika demikian akan kucari belahan ba­danku. Akan kuminta kepada Tuhan. Bila aku berhasil, dikaru­niai oleh Tuhan, barulah hidupku ini memiliki arti seperti anak ­anak yang lain.”
“Dengan cara bagaimana kamu akan menghadap Tuhan anak­ku ?”
“Tentu saja aku harus pergi ke sorga ibu. Buatkanlah aku gula Kelava serta ketupat persegi sembilan, sebanyak sembilan biji.”
“Baiklah anakku.” , Setelah itu ibunya membuatkan semua yang diminta, seperti kebutuhan orang yang akan bertapa. Selanjutnya, setelah semua­nya siap, berangkatlah Rare Sigar menuju ke sorga. Di dalam per­jalanan ia melewati jalan yang licin, tetapi mengerikan. Mula­ mula dijumpainya sebuah lapangan yang penuh dengan lipan.
Binatang itu tampaknya sangat galak dan bersiap untuk menggi­git.
“Nah, makanlah ini.” Bersamaan dengan itu Rare Sigar me­lemparkan sejumput gula kelapa. Dengan segera binatang itu menguakkan diri, memberi jalan. Dan berlalulah Rare Sigar di antara lipan-lipan itu. Setelah lapangan lipan ini berlalu” menyu­sullah lapangan berikutnya yang dipenuhi kalajengking. Semua tampak galak, mengangkat ekomya bersiap untuk menyerang.
“Astaga, kalajengking,” ujamya. Dengan segera dilemparinya dengan gula kelapa. Binatang itu pun menguakkan diri memberi jalan. Dan Rare Sigar pun berlalu. Pada perjalanan berikutnya Rare Sigar menjumpai sebuah lapangan yang dipenuhi oleh kera. Demikianlah selanjutnya setiap lapangan dipenuhi oleh sejenis binatang, seperti kera hitam, babi, menjangan, kuda, kerbau’, masing-masing memenuhi sebuah lapangan. Semuanya dijinakkan dengan lemparan gula kelapa.
Demikianlah Rare Sigar telah melampaui sebuah perjalanan panjang, yang sangat mengerikan. Dan akhirnya ia melihat manu­sia-manusia yang sedang terikat.
“Aduh, lepaskanlah aku. Aku sangat payah terikat di tempat ini “
“0, kalian makhluk berdosa. Itulah sebabnya kalian diikat.
Maafkanlah bukan tugasku untuk melepaskan ikatanmu.  Rare Sigar berjalanterus, sambil berkata:
“Bukan tugasku untukmelepaskan ikatanmu. Terlarang bagi­ku.
” Mendengar itu, mereka menangis. Selanjutnya Rare Sigar, melihat orang-orang terikat di pinggir jalan karena berbuat mesum’ kemudian menggugurkan kandungannya.
“Wahai anak tolonglah aku. Telah lama aku terikatdi tempat ini.
“Siapakah yang mengikatmu?”
“Seorang yang bertubuh tinggi besar. Dialah yang mengikatku.
Aku tak berdaya dibuatnya. Tak kuasa aku mengelak. Aku tak tahu namanya. Tali besar inilah yang dipergunakan mengikatku.”
Rare Sigar pun berjalan terus.
Kemudian berjumpa dengan para pencuri yang sedang bergantung pada sebatang pohon.
“0, anak. Tolonglah, lepaskan aku.”
“Lho, kalian sedang mengapa?”
“Tak kuketahuii salahku. Tiba-tiba saja aku digantung di pohon ini. ”
“Ah, kau dihukum pastilah karena kau makhluk berdosa. Ka­lau tak berdosa, mustahil kau digantung. Tentu saja aku tak sang­gup membuka ikatanmu, karena bukan tugasku. Siapa yang ber­hak dialah yang akan membuka ikatanmu.”
Mendengar itu mereka pun menangis. Sedang Rare Sigar melan­jutkan perjalanan. Kali ini ia berjumpa dengan seorang kiyai. Kiyai itu sedang memikul selawat dengan sebatang bambu tutul. Selawat itu berupa kain, segala macam pisang dan buah-buahan lainnya, sehingga bambu tutul itu tampaknya sebagai pohon buah ­buahan. Puncaknya menghadap ke depan.
“0, anak, ambillah bebanku. Payah benar aku memikulnya.”
“0, aku tak berhak mengambiInya. Itu bukan tugasku.”
“Biar pun bukan tugasmu ambillah. Payah benar aku memi­kulnya. Aku ini seorang kyai.”
“Tentu saja pak kyai melakukan perbuatan dosa, sehingga diperlakukan seperti ini. Pak kyai bersifat kikir dan tamak. Se­orang kyai tak boleh kikir ataupun tamak.”
Memang benar kyai itu dihukum disebabkan oleh perbuatannya sendiri. Ia dihukum karena bersifat kikir dan tamak. 1a harus me­mikul beban dengan sebatang bambu lengkap dengan daunnya. Sepanjang jalan ia selalu berteriak meminta tolong, karena beban yang sangat berat. Namun tak seorangpun yang menolongnya. Tak seorang pun berani mencobanya, karena setiap orang ber­tanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
Setelah itu Rare Sigar melanjutkan perjalanannya. Ia melihat sebuah lapangan yang dipenuhi oleh raksasa. Raksasa-raksasa itu melotot ingin menerkamnya. Rare Sigar mengambil dan melemparkan gula kelapa ke arah mereka. Seketika lenyaplah ha­sratnya untuk makan Rare Sigar. Karena itu Rare Sigar dapat m(‘­lanjutkan perjalanan. Ia beIjalan terus. Lapangan demi lapangan. dengan berbagai penghuninya telah dilalui. Berbagai pemandangan telah disaksikan. Berbagai kesulitan telah diatasi,. Kini dilihatnya sebatang pohon kayu yang berdaun keris.
“Astaga, ajaib benar pohon ini. Daunnya terdiri dari keris
Setelah itu Rare Sigar berjalan lagi. Sedang orang ber­dosa itu terus menangis kesakitan. Demikianlah berbagai jenis ma­nusia berdosa telah dijumpai oIeh Rare Sigar Selanjutnya Rare Sigar menjumpai lapangan yang penuh dengan ayam dan merpati. Setelah itu ia bertemu dengan orang tua ..
“Tolong antarlah aku ke sorga.”
“Aku takut mengantarmu. Karena kau datang sebagai manusia mentah. Tak ada manusia biasa diperbolehkan ke sorga.”
“Tetapi aku bermaksud mencari bagian tubuhku. Lihatlah bukankah aku ini bertubuh sebeIah.”
“Jika itu alasanmu pergilah. Masuklah sendiri. Mintalah ijin kepada penjaga pintu itu.”
Pertama-tama Rare Sigar berjumpa dengan sebuah titian yang sangat goyah. Di bawahnya terdapat api yang menyala terus. Dengan tenang Rare Sigar melewati titian itu. Ia bercakap-cakap sesaat dengan penunggu api itu. Akhimya tibalah Rare Sigar pada pintu pertama. Kemudian bertanya:
“Siapakah yang menjaga pintu ini?” “Aku,” jawab malaikat yang ditanya. “Tolonglah bukakan pintu ini.” “Untuk apa. Kau ini tak boleh masuk.”
“Tapi aku. harus mencari bagian tubuhku. Tubuhku ini tak sempurna itulah sebabnya aku datang di tempat ini.”
Tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Tak seorang’ pun yang mem­bukanya. Hal ini berarti bahwa Rare Sigar diperkenankan mema­suki wilayah sorga.
Rare Sigar tiba kembali di rumah.
“Ibu,” kata Rare Sigar memanggil. Sedang’ selama kepergian Rare Sigar ibunya selalu’ tidur menelungkup, karena sedih me­ngenangkan nasib anaknya. Rare sigar sangat disayang walaupun tidak sempurna. Setelah ia mendengar suara Rare Sigar barulah ia
terbangun.
“0, kaulah anakku. Kau telah kembali anakku. Kukira kau bukan anakku, Rupanya telah berubah”
“Benar, ibu. Tuhan telah berkenan mengembalikan tubuhku kembali.”
“Mula-mula aku kira bukan kau yang datang. Itulah sebabnya kudiamkan saja. Ketika kutatap wajahmu lain benar tampaknya dahulu dan sekarang.”
“Itu semua karena karunia Tuhan ibu.”
“Apa sajakah yang kau jumpai dan lihat di alam sana anakku?
Coba ceritakan ibu!”
“Sepanjang jalan banyak benar godaan, ibu. Kasihan benar aku menyaksikan manusia-manusia berdosa yang sedang mende­rita siksa sepanjang jalan yang kulalui. Entah siapa yang menyik­sa, ada yang diikat di pinggir jalan, ada yang digantung di pohon kayu. Ada yang memikul beban yang amat berat. Sungguh kasihan aku menyaksikannya, tetapi aku tak berani memberikan perto­longan.”
“Apa ketahui ketika mereka meminta bantuanmu?”
“0, itu bukan tugasku. Aku tak berani. Nanti aku dipersalah­kan. Begitulah kataku ibu. Mereka semua menangis ibu.”
“Nah, kalau demikian kau beruntung. Niatmu telah terpenuhi.” Kini diceritakan raja yang memerintah negeri, telah mendengar ten tang keberhasilan Rare Sigar naik ke sorga.
“Ceritakanlah aku Rare Sigar. Kudengar dia telah pergi ke sorga. Selama ini tak pernah aku mendengar orang pergi ke sorga. Benar atau tidak ia telah berhasil pergi ke sorga? Carilah dia!”
Setelah itu Rare Sigar dipanggil oleh Patih kerajaan. Setelah tiba
di tempat Rare Sigar, ia ditanya:
“Rare Sigar kabarnya kau telah pergi ke sorga?” “Benar. ”
“Jika benar kau diperintahkan oleh datu kita agar menghadap
sekarang juga ke istana.”
“Untuk apakah hamba dipanggil?”
“Nah, nanti kau akan tahu setelah Datu mengatakannya.” “Baiklah paman patih. Jika Datu memerintahkari hamba, tentulah hamba tak berani menentangnya.”
“Seperintah tuanku Datu. Bila hamba diperintahkan kembali ke sorga, hamba akan lakukan.”
“N ah, pergilah dengan segera, sekarang juga. ”
“Baiklah tuanku.” Lalu Rare Sigar meninggalkan istana, menuju ke rumah. Dan memberitahukan kepada ibunya.
“Ibu, aku diperintahkan oleh Datu, agar kembali ke sorga.
Tak berani aku menolak perintah Datu.”
“Bolehkah kau pergi lagi?” “Boleh ibu.”
“Baiklah jika demikian halnya. Akan ibu buatkan kau gula kelapa serta ketupat bersegi sembilan.” Dengan segera ibunya membuat gula kelapa dan ketupat bersegi sembilan, sembilan buah, seperti ketika kepergiannya yang lalu. Setelah ,semuanya selesai, berangkatlah Rare Sigar ke sorga. Dalam perjalanan ia menjumpai berbagai hal seperti perjalanannya yang lalu. Akhirnya tibalah ia kembali di sorga.          ‘
“Lho, kau datang lagi Jaya Paesan.” “Benar ya Tuhan.”
“Mengapa kau datang lagi?”
“Hamba diperintahkan oleh raja hamba, takut hamba menolak perintahnya. Hamba diperintahkan untuk memohon emas, sebagai bukti, bahwa hamba telah pernah tiba di sorga. Bila hamba gagal hamba tak dapat membuktikan kebenaran hamba kepada raja, sehingga raja tak akan mempercayai kalau hamba telah pernah pergi ke sorga.”
“Jika demikian baiklah. Ambillah mas yang kau perlukan.
Apa saja yang dimohon pasti saja “dilakukan, asalkan kita telah dapat sampai di sorga.
‘Demikianlah Rare’ Sigar berhasil memperoleh emas segumpal serta dikaruni secupu Manik oleh Tuhan, untuk dipersembahkan kepada raja. Dan ia diberitahu oleh Tuhan, bahwa cecupu manik itu .berisi seorang bidadari yang bernama Supraba.
” Setelah memperoleh anugerah dari Tuhan Rare Sigar diperintah untuk pulang ke dunia. Maka kembalilah ia menuju Mayapada. Dalam pprialanan pulang ia pun melihat dan menyaksikan peman­dangan seperti sedia kala. Di samping itu ia melihat juga orang berdosa karena mencuri sapi dan diamuk oleh sapi curiannya. Ia pun berteriak meminta tolong, tetapi Rare Sigar menolaknya.
“0, kukira perbuatan itu tak ada akibatnya di akhirat.” “Akhirnya diceriterakan Rare Sigal’ telah tiba .di rumah dan
bertemu dengan ibunya.
“Ibu.”
“0, kau telah kembali anakku.” “Sudah ibu.”
“Berhasilkah kau menemui Tuhan?”
“Dapatkah em as seperti yang dikehendaki oleh Datu?” “Dapat ibu.”
“Syukurlah. Kalau berhasil cepatlah persembahkan kepada Datu. Kita tak boleh menyaIahi perintahnya, “kata ibunya.
“Baiklah ibu.” Kemudian Rare Sigar berangkat menghadap
raja. Setela’h tiba di istana, ia ditanya.
“Kau telahkembaIi Jaya Paesan?” “Benar tuanku.”
“Berhasilkah kau menjalankan perintahku?” “Berhasil tuanku.”
“Sungguh aku merasa heran. Amat banyak manusia di dunia, tak seorang pun yang pernah pergi ke sorga. Aku sangat ingin pergi ke sana. Dan apakah yang kau bawa itu?”
“Ini namanya Cecupu Manik tuanku.”
“Marilah kulihat.” Kemudian diperhatikan oleh raja.
“Cobalah buka.” Kemudian Cecupu manik itu dibuka, tetapi tak seorang pun yang berhasil membukanya.
“Cobalah kau yang membukanya,” kata raja kepada Rare Sigar Tetapi Rare Sigar menolak. Cecupu manik itu tetap tak terbuka.
Kini diceriterakan lagi bahwa raja kembali mengemukakan keinginannya untuk pergi ke sorga.
“Aku bermaksud hendak pergi ke sorga. Sedang engkau ber hasil ke tempat itu, apalagi aku yang menjadi Datu di negeri ini.”
“Tentu saja tuanku akan dapat.” “Tetapi bagaimana caranya?”
“Mudah tuanku. Sekarang tuanku harus menyalilkan unggun api. Kemudian tuanku harus duduk di unggun yang menyala itu. Dalam sekejap tibalah tuanku di sorga.”
“Dengan apakah syaratnya? Kalau demikian mudah benar.” “Benar tuanku.”
“Baiklah akan kuperintahkan hulu balangku. Amaq Patih perintahkanlah rakyat agar mencari kayu api sebanyak-banyak­nya. Setiap orang satu pikul.”
Demiki,mlah kayu telah terkumpul bertumpuk-tumpuk. Untuk menuju ke unggun api yang menyala nanti, mereka membuat panggung untuk raja. Sebab tumpukan kayu sangat tinggi, tentu saja menyala api akan tinggi pula. Tak akan dapat dicapai dari bawah. Dan selanjutnya diceriterakan api mulai dinyalakan. Nya­lanya amat tinggi. Tumpukan kayu itu melebihi dua ratus pikul.
“Sekarang aku ingin berangkat Jaya Paesan.”
“Silakan tuanku. Berangkatlah.” Mendengar kata-kata Rare Sigar, raja menuju ke panggung. Segera setelah tiba di panggung ia menerjunkan diri ke unggun yang sedang menyala itu. Tamatlah riwayat raja di api itu. Ia meninggal dalam sekejap.
Setelah peristiwa itu pulanglah Rare Sigar. Di rumah ia mem­buka Cecupu Manik miliknya. Muncullah seorang bidadari dari Supraba. Bidadari itu berkata:
“Nah memang engkaulah untungku. Itulah sebabnya kini di­karuniai Cecupu Manik ini oleh Tuhan. Tak bolch orang lain men­jadi jodohku.
Akhirnya Jaya Paesan dijodohkan dengan Supraba oleh ibu­nya. Nah, demikianlah adanya. Hingga dewasa ini di desa Karang Bayan ditabukan sepasang suami istri, mandi bersama.
ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Sasak “Riwayat Datu Pejanggiq”

Tersebutlah seorang raja yang bernama Datu Pejanggiq. Ia ter­kenaI sangat berani, bertampang gagah dan juga amat sakti. Ia berkulit putih kuning, terkenal adil dan bijaksana. Ia juga sangat terkenal dengan kesak­tiannya karena memiliki suatu benda keramat yang bernama Gu­mala Hikmat. Di samping itu Datu pejanggiq amat gemar me­mikat kerata, yaitu sejenis ayarn hutan yang mempunyai suara yang amat nyaring
Datu Pejanggiq, mempunyai seorang permaisuri, yang bernama Puteri Mas Dewi Kencana. Puteri itu adalah seorang puteri jelita dari Raja Kentawang. Dari permaisuri itu ia memperoleh seorang putra. Sifat dan perilaku dan tampaknya sarna dengan’- Datu Pejanggiq, sehingga dia pun sangat dikasihioleh masyarakat, di sarnping oleh ayahanda dan ibunya sendiri.
Pada suatu ketika Datu Pejanggiq berangkat ke hutan Lengku­kun ‘untuk “menangkap burung kerata. Ia diiring oleh patih Batu Bangka. Tiba-tiba hujan pun turun dengan lebatnyadisertai sa­bungan kilat dan sambaran petir. Datu Pejanggiq hanya bernaung di bawah sebatang pohon. Pakaiannya menjadi basah kuyup dan mereka pun menggigil kedinginan. Dengan keadaan yang demi­kian Datu Pejanggiq menyuruh Demung Batubangka untuk me­lihat keadaan sekitar, kalau-kalau di temp at itu ada rumah tempat berteduh.
Demung Batubangka berangkat meneliti daerah sekitarnya. Dan akhimya di suatu tempat yang tidak jauh ia menemukan sebuah gubuk berpenghuni dan dijaga oleh seorang lelaki jabut. Ia pun segera melaporkan kepada Datu Pejanggiq bahwa tidak jauh dari tempat berteduh itu terdapat sebuah rumah yang dijaga oleh lelaki jabut. Datu Pejanggiq menyuruh Batu Bangka meminta ijin untuk berteduh. Dengan segala keikhlasan lelaki jabut itu mempersilakan mereka, lebih-lebih setelah diketahui yang’ber­teduh itu adalah Datu Pejanggiq yang memang terkenal dimana-mana: Setelah mendengar kesediaan lelaki jabut itu untuk mene­rimanya, Datu Pejanggiq berangkat diiringi oleh Demung Batu­bangka dengan pakaian yang basah kuyupp.Setiba di rumah ltu lelaki jabut itu pun menerima dengan segala kehormatan
Tak lama kemudian hujan pun reda, angin masih berembus dengan keras. Dan hembusan angin itu telah membantu memper­cepatkeringnya pakaian Datu Pejanggiq. Tiba-tiba ketika mereka sedang duduk bertiga Datu Pejanggiq melihat seberkas sinar yang gemerlapan. Sinar itu datang dari barat daya. Cahaya apa gerangan yang gemerlapan itu. terlin­tas dalam hati Datu Pejanggiq, bahwa rumah tempat mereka ber­ada itu bukanlah rumah sembarang orang.
Memang pemilik rumah itu adalah searang raja jin yang mem­punyai seorang putri cantik rupawan. Ketika itu’ ia sedang mandi di suatu telaga dalam taman, diiringi oleh dayang-dayang dan inang pengasuhnya. Cahaya yang gemerlapan yang terlihat oleh Datu Pejanggiq adalah cahaya yang datang dari putri jin itu karena letak telaga itu searah dengan arah duduk Datu Pejanggiq. Pada saat itu Sang Putri pun merasakan hal yang sama. Terasa olehnya suatu cahaya datang dari arah tenggara. Karena itu putri jin itu segera berhenti mandi dan berkemas pulang. Setiba di rumah pandangannya bertemu dengan pandangan Datu Pejanggiq yang mengakibatkan keduanya jatuh pingsan.
Melihat peristiwa yang serba tiba-tiba ini lelaki jabut itu pun tak bisa berbuat apa kecuali mundar-mandir tak tentu tujuan. Begitu juga Demung Batubangka sangat gelisah melihat peristiwa luar biasa ini. Namun ia tidak kehilangan akal. Ia berusaha mem­buat agar Datu Pejanggiq sadar dari pingsannya dengan jalan me­mercikkan air pada mukanya. Setelah Datu Pejanggiq sadar kemu­dian lelaki itu pun berbuat sarna kepada putrinya. Setelah kedua­nya sadar, keduanya kembali bertatapan mata. Datu Pejanggiq segera menghampiri putri dan berkata:
“Duhai gadis jelita, sungguh pertemuan yang tak diduga ini telah membuat diriku tak bisa berbuat sesuatu, kecuali untuk me­nyerahkan diri pada dirimu. Dapat kiranya kau menerimaku sebagai suami.”
Demikianlah kata Datu Pejanggiq seraya ingin membelai tubuh putri jin itu. Tetapi putri itu menolak dengan sapan santun sambil berkata:
“Wahai pemuda tampan, daku berharap agar tuan sadar dan sabar dahulu. “Daku belum tahu pasti siapa gerangan tuan ini, dari mana tuan datang, hendak ke mana, dan siapa gerangan nama tuan jelaskan semua itu kepadaku.”
Mendengar itu sadarlah Datu Pejanggiq bahwa dirinya telah hampir bertindak ceroboh.
“Kiranya tata caraku kurang berkenan di hatimu, hendaklah dimaafkan. Tetapi yakinlah bahwa tindakan itu semata-mata terdorong oleh suatu perasaan yang sulit diIukiskan. Aku telah jatuh hati kepadamu. Karena itu satu permintaanku kepadamu, yaitu bersediakah hendaknya kau berumah tangga denganku.”
Saat itu kembali Datu Pejanggiq kehilangan keseimbangan. tangannya terangkat untuk membelai sang putri. Tetapi dengan spontan namun penuh hormat, belaian itu dielakkan.
“Tuan muda yang tampan. Kuharap jangan tuan berlaku meliwati batas. Keinginan tuan tentu saja akan aku pikirkan, asalkan tuan katakan dulu siapa tuan, dari mana dan hendak ke mana.”
Karena itu Datu Pejanggiq berceritera panjang lebar tentang dirinya, asal-usulnya serta tujuannya, hingga terdampar di rumah itu. Sebagaimana halnya Datu Pejanggiq, sang putri pun sejak pandangan pertama telah dihinggapi perasaan aneh dan simpati serta cinta kepada Datu Pejanggiq. Tetapi ia mampu mengendaIikan perasaannya sendiri.
Demikianlah setelah Datu Pejanggiq cukup lama membujuk dan merayunya, sang putri pun bersedia untuk diperistri oleh Datu Pejanggiq dengan satu syarat. Dengan disaksikan oleh Demung Batubangka dan ayahnya putri jin itu mengajukan syarat, hendaknya Datu Pejanggiq bisa menjadikan Hutan Lengkukun itu menjadi suatu kerajaan tanah yang subur, berpenduduk cukup dan sehat dengan sebuah istana yang lengkap dengan perabotnya.
Setelah mendengar syarat yang diajukan oleh putri jin itu, maka Datu Pejanggiq pun menyanggupi kemudian minta diri dan langsung menuju ke suatu temp at yang bernama Tibu Mong.
Dengan jelas terlihat oleh Demung Batubangka, bahwa apa yang dikehendaki aleh putri jin itu telah terjadi. Ia melihat sebuah kerajaan yang aman, makmur, lengkap dengan rakyat serta istananya, telah berdiri di hutan Lengkukun.
Segera setelah harapan Datu Pejanggiq menjadi kenyataan, maka ia pun menuju kembali menemui putri jin itu dan kemudian melangsungkan perkawinan. Perkawinan itu memberikan kebaha­giaan kepada mereka. Mereka hidup dalam suasana kasih menga­sihi. Tiada berapa lama antaranya putri jin itu pun hamil. Tetapi setelah. kandungan. berumur tiga bulan Datu Pejanggiq merasa perlu untuk, kembali kekerajaan yang lama ditinggalkannya. Putri jin itu pun tidak berkeberatan atas keheridak Datu Pejanggiq, karena sadar bahwa suaminya mempunyai tugas lain yang lebih besar
Demikianlah sebelum berpisah, Datu Pejanggiq meninggalkan pesan kepada putri jin itu.
“Kelak. bila kau melahirkan seorang putra, berikanlah Leang dan cincin ini,” kata Datu Pejanggiq serta memberikan kedua jenis benda itu kepada permaisurinya.
“Sebaliknya bila kelak kau melahirkan seorang putri, maka wewenangmulah untuk memberikan nama dan mengurusnya.” Setelah itu Datu Pejanggiq melangkahkan kaki, diikuti oleh doa restu dan ditemani hingga gerbang istana.
Demikianlah beberapa bulan kemudian, putri jin itu melahir­kan seorang putra, yang amat tampan. Atas berkat Tuhan, putra itu dapat berbicara semenjak dilahirkan. Karena itu putri jin itu segera memberikan leang dan cincin pemberian Datu Pejanggiq kepada putranya.
Putra Datu Pejanggiq sungguh luar biasa. Berapa banyaknya hidangan yang disuguhkan, semua dilalap habis. Demikian pun ketika tam bahan dihidangkan, disuguhkan berulang-ulang, semuanya disikat habis.
Melihat hal itu,’ Datu Pejanggiq merasa sangat malu. Karena itu denganr diam-diam ia meninggalkan ruang pesta. Kemudian dengan melalui negeri Pejanggiq ia menuju ke UjungPandang. Di ujung Pandang ia menuju ke tempat salah seorang saudara kandungnya.Kepergian Datu Pejanggiq tak diketahui oleh ‘siapa pun juga. Setelah lama Datu Pejanggiq tak tampak barulah orang bertanya-tanya. Putranya pun menjadi gelisah kemudian minta diri untuk mencari ayahnya.
Datu Pejanggiq pergi ke suatu tempat yang bernama Kemaliq Toro. Di tempat itulah Datu Pejanggiq berdoa dengan doa Istikoq. Tiada berapa lama antaranya hujan pun turun se­lama tujuh hari tujuh malam. Di Kemaliq itu Datu Pejanggiq memerintahkan untuk meletakkan’ sebuah batu besar. Demikian jugalah yang dilakukan di Pakulan, setelah doanya terkabul dan hujan turun dengan lebat selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah kedua peristiwa itu Datu Pejanggiq berpesan, bila kelak terjadi tanaman padi rusak karena penyakit, hendaknyalah dicari­kan air penawar di kedua tempat tadi. Atas karunia Tuhan tanam­an akan baik kembali.
Demikianlah setelah memberikan tanda di Pakulan, Datu Pe­janggiq langsung menuju Seriwa, diikuti oleh empat puluh empat pengiring. Setiba di tempat itu Datu Pejanggiq berkata:
“Sekarang telah tiba saatnya kita akan berpisah. Janganlah ka­lian mencariku. Biarlah aku’ yang mencarimu.” Mendengar kata­kata itu segera pengiIing-pengiring itu menangis semuanya sambil menutup mata. Tiba-tiba setelah tangis mereka reda dan mata mereka buka kembali, Datu Pejanggiq telah sirna. Mereka hanya menemukan bekas ujung tongkat Datu Pejanggiq yang menyerupai sumur. Setelah itu para pengiring yang beljumlah empat puluh empat orang itu kembali ke Pejanggiq dan menyampaikan berita tentang peristiwa yang dialami baik kepada keluarga Datu Pe­janggiq maupun kepada rakyat kebanyakan. Demikianlah selan­jutnya air sumur itu dipergunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit padi.
ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Sumbawa “Buen Lajendre”

Pada zaman dahulu di Desa Lantung aimual, Kecamatan Ropang hiduplah seorang gadis cantik yang bernama Lala Ila. Ia adalah puteri dari Dea ilung. Kecantikannya, tidak hanya dibicarakan orang di sekitar Desa Lantung tetapi juga hingga Sumbawa Besar. Kecantikan Lala Ila. termasyhur ke segenap penjuru. Wajah dan pribadinya mengagumkan. Tiada cacat sedikitpun. Sewaktu kecil ia telah dipertunangkan dengan Lalu Mangi putera Raden Mangi, yang tinggal di kampung Kalempet . Sumbawa. Antara  mereka terdapat hubungan darah walaupun agak jauh. Oleh karena itu mereka ingin mempererat hubungan itu. Maka dipertunangkanlah Lala Ila dan Lalu Mangi. Melalui hal inilah hubungan keluarga , yang telah jauh menjadi dekat kembali. Ketika usia mereka meningkat. remaja kedua anak itu tidak mengetahui pertunangan mereka. Orang tua mereka tidak pernah menceriterakannya.
Apabila Lalu Mangi bepergian ia selalu ditemani oleh Salampe, anak angkat Raden Mangi. Salampe adalah orang kepercayaan keluarga Raden Mangi. Setiap bangun tidur, Salampe terus ke sungai memandikan kuda dan membersihkan kandang kuda. Setelah itu menyabit rumput, kemudian memperbaiki kebun dan mengambil kayu api. Akhirnya melayani dan menemani Lalu Mangi bepergian itulah pekerjaan Salampe setiap hari.
Pada suatu malam Salampe dan Lalu Mangi berjanji untuk pergi berburu. Keesokan harinya dengan tergesa-gesa Salampe menaiki tangga rumah panggung itu dan langsung memasuki kamar Lalu Mangi. Lalu Mangi masih tidur.
“Lalu, Lalu bangunlah, matahari telah terbit.”
Salampe membangunkan anak muda itu sambi! menggoyang-goyangkan badannya.
“Mengapa kau bangunkan aku, aku masih mengantuk.”
“Ah lain kali saja. Aku masih mengantuk dari hari ini badakku tidak’ sehat;” jawab Lalu’ ‘Mangi sambil menggeliatkan badan. Tadi malam ia pergi mendengarkan’ Sekeco. ke “desa Samapuin sambil menyaksikan upacara  perkawinan ditempat itu.  Itulah sebabnya pada hari itu Lalu Mangi terlambat bangun.
“Ada yang ingin kutanyakan Salampe’
“Tentang apa Lalu.”
“Mungkin kau pernah mendengar nama Lala Ila gadis di desa Lantung Aimilal itu
“Ya’, saya dengar Lalu. Semua orang mengatakan wajah gadis itu seperti wajah bidadari.”
“Duh cantiknya. Ingin sekali aku  memandang wajah  itu. Bagaimana kalau kita pergi ke desa Lantung, Salampe.”
“Bagi saya tak ada suatu halangan. Apa kata Lalu, saya mengikutinya.”
“Bagaimana kalau kita berangkat esok subuh?”
“Baiklah Lalu. Sebaiknya kita berangkat sebelum fajar menyingsing.”
“Mudah-mudahan  kita tidak ditimpa musibah di negeri orang. “Niat baik dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Sebelum tidur Salampe memberitahu kepada Raden Mangi dan istrinya ten tang rencana perjalanan itu. Raden Mangi menerima dengan baik rencana itu. Kebetulan di desa Lantung ada juga sepupu, Raden Mangi, yang bernama Dea Angge. Dea Angge telah bermukim di temp at itu selama dua puluh tahun.
Malam itu Lalu Mangi bermimpi bertemu dengan bidadari, bidadari itu memberikan’ sekuntum, bunga. Lalu Mangi menerima bunga itu seraya menciumnya. Betapa harum bunga itu. Tetapi tiba-tiba  bunga terlepas dari tangan dan terjatuh ke dalam laut. Di saat akan mengambil kembali, bunga itu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah perahu. Perahu itu dibawa ombak ke tengah laut. Tetapi mimpi itu tidak diceriterakan kepada siapa pun. la takut mendengar berbagai penapsiran tentang mimpi itu.
Akhimya dengan singkat diceriterakan waktu subuh pun menjelang. Salampe sudah mempersiapkan kuda tunggangan untuk Lalu Mangi dan untuk dirinya. Lalu Mangi memakai pelana merah menyaladan sanggahan kaki baru. Sebelum berangkat Raden Mangi meninggalkan pesan. untuk kedua anak itu.
“Baik-baik di negeri orang anakku. Dan Salampe, jaga Lalumu baik-baik.”
“Dea, akan hamba jaga sebagaimana biasa.” Ibu Lalu Mangi pun ikut memberikan nasehat.
“Hati-hati di jalan anakku. Bawalah .azimat ini agar kalian tidak digigit ular berbisa atau disengat kalajengking.” Sudah itu Lalu Mangi bersujud di kaki ibu bapaknya. Demikian pula Salampe.
“Bela Lalumu jika ada yang mengganggunya.” “Dea, tak usah dikhawatirkan.”
“Kami pamit ayah bunda.” Lalu Mangi mohon doa restu terhadap orang tuariya. Sesudah itu kedua anak itu turun dari rumah panggung diantar oleh Raden Mangi dan istrinya. Perbekalan untuk perjalanan dimasukkan ke dalam karung dan menjadi bebar, kuda Sabane. Kuda Lalu Mangi meringkik terus. Rupanya ia ingin segera berangkat.
Akhirnya berangkatlah mereka itu, diiringi oleh cucuran air mata ibunya. Baru kali ini mereka berpisahjauh.
Dalam perjalanan itu Salampe berceritera dan Lalu Mangi asyik mendengarnya. Kebanyakan Yang diceriterakan ceritera yang lucu-Iucu. Sudah barang tentu hati yang sunyi jadi girang. Kini mereka telah tiba di at as sebuah bukit. Kuda mereka dihentikan sejenak. Kota Sumbawa besar telah hilang dari pandangan mata. Agak jauh perjalanan mereka. Embun, pagi jernih bening di pucuk rerumputan sepanjangjalan setapak. Selesai Sarapan mereka melanjutkan perjalanannya. Dipacunya kuda itu kembali.
Setelah sehari suntuk dalam perjalanan tibalah mereka di desa Lantung Aimual. Di antara waktu Isya dan Magrib kedua pemuda itu sudah berada di am bang pintu pagar desa. Salampe berseru kepada peronda yang sedang asyik ngobrol di gardu ronda ..
“Hai paman, tolong bukakan pintu pagar ini.” Peronda itu ‘pun terburu-buru membuka pintu. Salampe turun dari atas kuda. Dihelanya kuda itu. Kuda Lalu Mangi mengikuti dari belakang.
“Tolong tunjukkan di mana Dea Angge,” kata Salampe penuh
harap.
“Kalian siapa?” tanya orang ronda. “Kami dari Sumbawabesar.”
“Dea Angge itu pamanku, kata Lalu Mangi. “Baiklah, mari ikut kami.
Diantarlah mereka itu oleh petugas ronda sampai ke rumah Dea Angge. Betapa girang hati Dea Angge menerima kedatangan kemenakannya itu. Jika malam tiba rumah pamannya am at ramai dikunjungi para tetangga. Begitu juga penduduk kampung tiada henti-hentinya mengajak Lalu Mangi dan Salampe bertandang ke rumah mereka. Hal itu merupakan luapan rasa senang terutama terhadap tamu yang datang dari jauh.
“Agaknya inilah yang bernama Lala Ila bunga mekar desa Lantung ini.”
Sejak itu setiap pagi Lalu Mangi berjalan-jalan di samping rumah Lala Ila. Pamannya, telah memberitahu bahwa gadis cantik di desa itu cuma satu, yaitu Lala lla.
“Paman, saya ingin berjumpa dan berbicara dengan Lala Ila.” “Mudah, manusia punya akal,” jawab Dea Angge tegas. “Katakanlah paman, bagaimana jalan yang harus ditempuh.” “Nanti sore melalui lereng bukititu, masuklah menuju kebun
Lala Ila. Dia biasa mandi di Buen Lalampang yang terdapat didalam kebun itu. Kadang-kadang juga mandi di Buen Lajenre di tepi sungai desa Lantung ini.”
“Wah, bagaimana kalau ketahuan, tentu kami dipukul oleh bapaknya.”
“Kalian laki-Iaki juga, jangan berpikir sesempit itu. Kalian orang baru di desa ini, wajar kalau sesat atau keliru jalan.” “Baiklah paman, akan kami coba nanti sore.”
Ketika hari sudah senja mereka pergi ke tempat yang telah direncanakan itu. Benar juga, apa yang telah dikatakan pamannya. Lala Ila sedang mandi di tempat itu ditemani oleh Nini Saje, pengasuh setianya. Mata Lalu Mangi tak berkedip sedikit pun menatap tubuh Lala lla. Hati kecilnya berbisik:
“Duh Lala Ila yang molek, kau adalah jelmaan bidadari yang turun mandi di telaga ini.”
“Ada orang menoleh dan memperhatikan kita Lala,” ,kata Nini Sale. Cepat-cepat Lala IIa meraih kain sarungnya sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Akhimya bertemu pandang dengan Lalu Mangi. Lalu Mangi melepaskan senyum simpati. Lala IIa tunduk malu tersipu-sipu.
“Mengapa kalian berani masuk ke kebun ini ?”. tegur Nini Saje. “Kami sesat dan keliru jalan Lala,” jawab? Salampe.
“Kami ikhlas dan rela mati asal disebabkan tangan Lala.”
“Kami mau pulang,” kata Nini Saje dengan suara lembut. “Silakan melangkah puteri jelita,” kata Lalu Mangi. Kemudian sambungnya:
“Selain kami adakah orang lain yang masuk dalam kebun ini?” Lala Ila menggelengkan kepala. Hal itu merupakan jawaban atas pertanyaan Salampe.
“Ingin kudengar jawaban lisanmu Lala.” “Tiada orang lain selain Lalu.”
“Lala, ikhlaskah hatimu jika aku memetik bunga mekar di kebun ini?” Merekahlah senyum Lala Ila mendengar kata-kata puitis yang menyentuh batinnya itu. Gadis itu mengerling. Lalu Mangi tak henti-hentinya menatap wajah bidadari yang mulai beranjak dari tempat itu. Dalam. waktu sekejap, antara Lala Ila dan Lalu Mangi telah terjalin cinta mesra. Sedikit pun mereka tak dapat saling melupakan. Begitulah perasaan orang yang sedang bercinta. Segala-galanya dikorbankan demi cinta. Hati mereka sudah berpadu menuju satu titik.
Sesudah sembahyang Isya Lalu Mangi duduk santai di beranda rumah pamannya bersama Salampe.
“Jangan bimbang lagi Lalu, saya sanggup menyampaikan perasaan Lalu kepada Lala Ila itu.”
“Terima kasih Salampe, tiada orang lain yang sanggup menghibur hatiku, selain kau. Mengenai hubunganku dengan Lala itu hendaklah dirahasiakan. Kalau hal ini diketahui bisa buruk akibatnya. Orang desa senang mempergunjingkan orang.”
“Tidak mungkin akan kubuka kepada sembarang orang, kecuali kepada Dea Angge. Hal ini perlu disampaikan.”
Tiba-tiba Dea Angge keluar dan langsung duduk di antara mereka. Lalu Mangi dan Salampe terperanjat.
“Semua pembicaraan kalian telah kudengar, bukan-rahasia lagi bagiku.”
“Paman yang baik, saya sudah jumpa dan bicara dengan Lala itu di kebun. Benar kata paman betapa cantiknya gadis itu. Sejak malam ini aku serahkan masalah ini kepada paman, hingga hubungan kami terwujud dalam perkawinan. Segala-galanya aku serahkan kepada paman.”
“Tak usah khawatir. Penyerahan itu telah dilakukan oleh bapakmu dari Sumbawa.”
“Lenganku besar dan kuat menantang lawan, jika ada sesuatu menghalangi dan mematahkan hubungan Lalu dengan si jelita itu.”
“Jangan terlalu takabur Salampe,” Dea Angge memotong ucapan Salampe.
“Kita uma berikhtiar namun Tuhanlah yang menentukan berhasil tidaknya usaha dan ikhtiar itu.”
Sementara itu istri Dea Angge keluar menghidangkan jagung rebus.
“Silakan jagung rebus itu. Masih hangat. Jagung itu hasil kebun sendiri. Kebun kita berdekatan dengan kebun lala Ila,” kata bibinya sambil tersenyum. Betapa girang hati lah Mangi mendengar kata bibinya. Mereka yang duduk di beranda itu diliputi bahagia. Dan anak-anak yang bermain di depan rumah panggung itu semakin banyak, bersorak sorai dalam sinaran eahaya purnama. Antara waktu Isya dan Magrib Lalu Mangi pergi ke Buen Lajenre ditemani Salampe. Saat itu Lala Ila juga pergi ke tempat itu. Di sana mereka bertemu memadukasih. Dari hari ke hari cinta mereka semakin melekat dan tak bisa dipisahkan lagi. Mantap dan bulatlah tekad mereka untuk sehidup semati dalam sebuah rumah tangga.
Berdasarkan persetujuan Raden Mangi maka Dea Angge pun pergi meminang kepada Raden Ilung. Pastilah pinangan itu diterima. Memang pemuda itulah yang dikehendaki untuk dijadikan menantu. Pertunangan mereka yang dirahasiakan itu kini bakal terwujud sesudah musim memetik kacang hijau, upacara perkawin an akan dilaksanakan secara besar-besaran.
Pada waktu itu hubungan dagang antara Sumbawa dengan Ujung Pan dang cukup lancar. Dengan menumpang perahu layar pedagang-pedagang Ujung Pandang berdatangan di Sumbawabesar. Selain menjual kain sarung di an taranya juga ada yang membawa candu. Di tanah Sumbawa pun sudah banyak pengisap candu Pemadat itu kebanyakan dari kalangan atas termasuk kaum bangsawan. Orang-orang jadikurus, harta benda habis, hidup tak beraturan akibat” mengisap eandu. Pengisap eandu akhirnya bukan hanya terdapat di kota saja tetapi desa-desa keeil pun telah kemasukan pula. Demikian juga di desa Lantung Aimual ada juga pengisap candu, karena dipengaruhi oleh pedagang-pedagang keliling yang memasuki lorong kampung.
Pada waktu itu seorang pedagang yang bernama Daeng Joge memasuki desa Lantung, Daeng Joge ini sangat ramah tamah dan baik hati. Semua orang yang pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan dia pasti terpikat dan bersimpati kepadanya. Barang dagangannya cepat terjual habis. Begitu hebat daya tarik dan propaganda Daeng Joge itu. Pada suatu hari Daeng Joge singgah di rumah Lalu Mangi. Ketika itu pamannya sedang pergi ke ladang. Daeng Joge telah mendengar berita tentang perkawinan Lalu Mangi dengan Lala Ila yang akan diselenggarakan bulan depan.
“Saya membawa kain sarung yang baik dan cocok untuk kedua pengantin.” Lipatan kain itu dibuka dan dipamerkan kepada calon pembelinya. Sarung Bugis yang bermutu baik dapat digenggam dalam genggaman tangan.
“Berapa harga kain sarung merah dan yang hijau itu?”
“Murah saja Lalu. Dang pembayarannya bisa kemudian. Hubungan kita begitu baik. Apa artinya benda kalau dibandingkan dengan kebaikan.” Maka dibelilah kain sarung itu oleh Lab Mangi.
“Barang apa lagi yang dipercikan Lalu?” “Ada minyak wangi?”
“Lebih dari itu ada Lalu.”
“Berapa harga minyak wangi itu sebotol?” “Setali saja Lalu.”
“Berikan saya dua botol.”
“Selain itu ada barang yang paling cocok bagi pasangan pengantin baru, Orang jadi sehat dan kuat bila menggunakan obat itu.”
“Bagaimana bentuknya barang itu?”
Daeng Joge mengeluarkan bungkusan dari lipatan kain dagangannya. Diangkat dan didekatkan di hidung Lalu Mangi.
“Inilah yang bernama candu. Belum hebat orang kalau belum mengisap candu. Sebagian orang besar di kalangan kaum bangsawan di Sumbawa Besar mengisap candu. Boleh dicoba Lalu. Sekali coba pikiran kita terbuka, badan jadi sehat, pandanganjadi terang, pergaulan jadi luas terutama orang-orang besar menyenangi kita.”
“Tidak usah Daeng Joge, masih banyak kebutuhan lain yang harus kupersiapkan.” Daeng Joge mengambil candu itu lalu diisapnya dan berkata:
“Tidak apa-apa. Sudah saya jelaskan tadi, badan kita jadi sehat dan kuat. Wanita tidak suka kepada lelaki yang badannya lemah dan tidak bergairah. Coba diisap Lalu, mengenai harganya, tidak usah dipikirkan. Bukankah kita sudah berkenalan dan berkawan baik. Terserah Lalu saja. Kalau Lalu beruang barulah diselesaikan. Artinya bisa dibayar kemudian atau dibayar menyusuI.”
“Cukup sudah Daeng Joge masih banyak keperluan lainku.”. “Lalu terIalu banyak bicara. Terus terang, saya amat kasihan pada Lalu. lni cobalah, ayo cobalah diisap.”
Karena bujukan dan propaganda Daeng Joge akhirnya Lalu Mangi tidak berdaya. Maka diisaplah candu itu. Cepat sekali reaksinya. Badannya tampak segar bugar. Pikirannya terang benderang. Lalu Mangi tersenyum simpul.
“Benar juga khasiatnya terasa, badan jadi segar.
“Nah, apa kata saya. Saya tidak bohong.
“Ini satu bungkus lagi, simpan baik-baik.”
Sesudah itu Daeng Joge berangkat menjajakan barangnya masuk kampung ke luar kampung: Pelosok-pelosok desa di Kecamatan Ropang sebahagian besar telah dijelajahi.
Salampe tidak berubah niatnya. Lalu Mangi dengan Lala Ila
harus kawin sesuai dengan rencana yang ditentukan. Salampe menjadi penghubung antara kedua mereka yang sedang bercinta kasih itu. Salampe selalu membawa suara warna cerah sehingga pasangan remaja itu selalu diliputi suasana senang dan bahagia. Keadaan Lalu Mangi sekarang jauh berubah. Kini ia jadi pemadat. sekarang ke luar rumah. Murung dan menyendiri dalam kamar. Malas menjenguk kekasih. Setiap hari lumat Daeng Joge membawa candu. Lalu Mangi lebih banyak berhutang dari pada membayar kontan. Kalau pikirannya kacau, badannya lemah, cepat-cepatlah ia mengisap candu. Badan yang layu pun segar kembali. Itulah kerja Lalu Mangi setiap hari. Pikirannya tidak lagi sepenuhnya tertuju pada kekasihnya. Hidupnya dikuasai dan dipengaruhi oleh candu. biaya yang dipersiapkan untuk pelaksanaan p’erkawinan sudah habis. Utang pada Daeng Joge semakin banyak. Tak  mungkin terbayar lagi. Tiap-tiap hari Daeng Joge datang menagih. Lalu Mangi terus meminta candu dengan perhitungan harganya dibayar kemudian. Daeng Joge masih memberikan kesempatan berpikir pad a Lalu Mangi dengan catatan semua utangnya harus diselesaikan pada waktunya. Kini kesehatannya tidak normal, badannya kurus kering. Walaupun begitu pamannya terlalu memanjakan kemenakannya. Keinginan Lalu Mangi terpenuhi. Begitu juga Salampe, apa yang dikehendaki Lalu Mangi segera diusahakan dan dikabulkan. Salampe tetap menanamkan kepercayaan pada Lala Ila serta meyakinkan gadis itu bahwa cintanya Lalu Mangi tak pernah luntur. Sebagaimana biasa Salampe pergi bertandang ke rumah Lala Ila.
“Salam mesra dari kekasihmu, Lala.” “Mengapa Lalumu enggan ke mari lagi?’ “Ia tetap mengingatmu  Lala.”
“Maksudku mengapa ia tidak pernah datang?” “Lalu itu akhir-akhir ini sering sakit.”
“Sakit apa yang dideritanya Salampe? ”
“Badan lemah, kepala pusing. Lelaki atau wanita kata orang, apabila menghadapi hari perkawinannya sering sakit.”
“Sampaikan salamku padanya. Harapanku kalau kesehatannya normal kembali, agar berkenan datang seperti biasa. Ibu Bapakku selalu menanyakan dia.
Memang benar agak lama Lalu Mangi. tidak tampak di tengah keluarga Raden Ilung. Setelah Salampe menyerahkan surat dari Lalu Manii kepada Lala Ila, ia pun segera beranjak dari situ.
Lalu Mangi semakin resah gelisah. Daeng Joge terus-menerus menagih. Biar berhektar-hektar tanah persawahan dijual belum bisa menutupi utangnya yang begitu banyak. Kepalanya jadi pusing memikirkan masalah yang tak terpecahkan itu. Kemudian ia mengambil keputusan yang sangat bertentangan dengan hati nuraninya.
“Daeng Joge, untuk kesekian kalinya kuminta pengertian Daeng, aku tak bisa melunasi utangku.”
“Hutang harus ditagih. Hari ini menurut perjanjian adalah saat penyelesaian Utang. jangan ditunda-tunda lagi. Saya telah memberi kesempatan pada Lalu. Harus dilunasi sekarang.”
“Sekarang ini belum bisa kupenuhi. Terus terang aku tidak punya uang. Aku bisa melunasi hutangku dengan cara lain.”
“Bagaimana, ya, asal cocok dengan keinginan, saya akan memenuhinya. Ingat, apalah arti hutang kalau dibandingkan dengan malu berkepanjangan.
Sebelum kata-kata itu dilahirkannya mata Lalu Mangi berkaca-kaca. Air matanya meleleh. Begitu berat memikirkan hutangnya yang dibarengi dengan malu. Akhirnya Lalu Mangi berkata, sekujur tubuhnya bergetar.
“Kuserahkan kekasihku kepadamu, asalkan kau tunjang lagi
dengan uang.”
“Benarkah ucapan itu keluar dari hati yang ikhlas?” “Ya. Yang penting hutangku lunas.”
“Apakah Lala itu tidak berpaling melihatku?”
“Ah tidak. Asal kautunjang aku dengan uang setinggi badan Lala itu.”
Betapa girang hati Daeng Joge. Hati siapa takkan senang mendapat gadis cantik seperti bidadari.
“Baiklah Lalu. Uang itu bisa diterima di atas perahu, setelah Lala itu berada di atas perahu pula. Ingat, manusia yang baik adalah apabila ia segera menepati janjinya itu.”
“Aku adalah lelaki yang tidak mau mempermainkan kata-kata.” “Kapan gadis itu dibawa ke pelabuhan?”
“Besok atau lusa malam.”
“Baiklah. Kesimpulannya gadis itu saya terima di atas perahu.” “Ya. Daeng bisa mendapatkan gadis itu di atas perahu.”
Setelah kepergian Daeng Joge betapa susah, hati Lalu Mangi.
Ia menyesali nasib malang yang menimpa dirinya. Semua hal yang merisaukan hati itu disampaikannya kepada Salampe. Pada mulanya Salampe kaget. Ia tidak sependapat dengan Lalu Mangi. Setelah Lalu Mangi menceriterakan kembali terutama mengenai kegelisahan yang dideritanya, akhirnya Salampe terpaksa mengiakan kehendak Lalunya itu’. Kedua anak muda itu kini, dilanda duka yang menyedihkan. Selepas Isya Lalu Mangi pergi ke Buen Lanjenreo Salampe menyusul dari belakang. Di tempat itu Lalu Mangi bersua dengan Lala Ila. Lala Ila sangat terkejut melihat calon suaminya begitu kurus. Mukanya pucat pasi.’”
“Lala yang molek, kasihanilah aku, aku begitu malu terhadap keluargamu. Hingga hari ini aku belum punya uang biar sesen pun, sedang pelaksanaan perkawinan kita sudah di ambang pintu.”
“Apa maksud Lalu dengan.kalimat itu?”
“Kalau Lalu masih mencintaiku sebaiknya kita kawin lari saja ke Sumbawa.”
“Kawin lari? Aku takut. Sungguh, tidak ada berani mempuh jalan yang bertentangan dengan adat itu.”
“Dengan jalan ini pertemuan jodoh kita bisa terwujud. Tanpa
melalui cara ini, maka tertutuplah segala kemungkinan.”
Lala Ila diam sejenak.
“Kalau itu yang dirasakan baik, ya aku ikuti kemauan Lalu.” Lala Ila menembangkan sebait Lawas.
“Kepada siapa kusesali, nasib malang menimpa diri, Maut merenggut daku pasrah.”
Dengan spontan disambut oleh Lalu Mangi:
“Mengapa aku memaksa dinda, Peribadiku tersungkur ke Lembah Yina, Padamu jua tempat bergantung.”
Mereka saling tangisi di tepi Buen Lajenre. Air mata kedua insan itu berlinang dan jatuh ke dalam Buen Lajenre. Air Buen Lajenre meluap ke luar. Untuk kesekian kalinya Lala Ila menembang lawas.
“Padamu jua hatiku pasrah, Hasrat cintaku kau sia-siakan, Duhai banyak insan ingkar janji.”
Dijawab lagi oleh Lalu Mangi:
“Tiada lagi masalah bagiku, Keyakinanku sudah mantap, Mungkin hatimu masih goyah.
Karena keharuan yang mendalam, kepala gadis itu jatuh terkulai di haribaan kekasihnya. Jemari Lalu Mangi mengelus-elus rambut kekasihnya yang panjang terurai. Mereka berdekapan. Rasa cinta suci mengalir ke sekujur tubuh insan yang berkasih-kasihan itu, Air mata mereka tak bisa dibendung lagi. Sepasang bayangan tercermin di kolam.
‘Besok malam’ kujemput kau kekasihku, ucap Lalu Mangi setengah berbisik. Lala Ila menganggukkan kepalanya, tanda setuju. Air mata harum terus merembes ke luar. Ketika malam telah larut barulah Lala Ila meninggalkan tepian Buen Lajenre. Dalam perjalanan pulang gadis itu ditemani Nini Saje.
Akhirnya tibalah hari . yang dinantikan. Salampe tampak menunggang kuda coklat kehitam-hitaman memboneeng Lala Ila.
“Mengapa Lalumu tidak nampak Salampe?” “Sebentar ia akan menyusul kita Lala.”
Lala Ila menengok ke belakang. Sepi. Tiada seorang pun yang melintas. Perasaannya redup. Harapannya pudar. Mereka tiba di pelabuhan. Lala lla dinaikkan ke atas perahu. Diterima oleh Daeng Joge. Lala lla disuruh berdiri, uang ditumpukkan setinggi badannya. Uang itu diserahkan kepada Salampe. Menangislah Lala lla dan meneteslah air mata. Salampe, tak sanggup menahan kesedihannya menyaksikan nasih malang yang menimpa Lala lla. Daeng Joge tersenyum simpul karena siasat yang direncanakannya berhasil. Dia mendekati Lala lla dengan bujukan dan rayuan. Mengertilah Lala Ila kalau dirinya masuk perangkap. Kemudian ia menelungkupkan badan, sembari menangis. Ia meronta-ronta dan tangisnya semakin melengking. Salampe berdiri di tepi pantai.
“Sungguh baik benar hati Lalumu itu, sampaikan padanya Lawas ini: Suara hatiku yang terakhir.
Meski segalanya ini kupasrahkan padamu, Kalau kanda beralih keyakinan,
Rela kumati dari hidup menanggung malu.”
Perahu pun mengembangkan layar.  Lala Ila meronta-ronta dan berteriak:
“Tolong aku Salampe. Jemput aku kekasihku.”
Tiba-tiba turun hujan deras dan angin kencang. Alam pun gelap gulita. Perahu Daeng Joge miring. Layar robek-robek. Badai semakin menggila. Perahu diempaskan arus dan terdampar di atas batu karang.
Tempat perahu itu kandas sekarang menjadi sebuah pulau kecil, yang bernama dan terletak di Selat Alas.
Dan hingga saat ini mata air Buen Lajenre tak pernah mengalami kekeringan, walaupun dalam musim kemarau yang amat panjang. Hal itu disebabkan karena air Buen Lajenre itu merupakan penjelmaan air mata Lalu Mangi dan Lala Ila.
Sedangkan Lalu Mangi mengalami kesengsaraan yang berkepanjangan dan meninggal dunia dalam keadaan  yang menyedihkan.  Pusaranya terletak di Unter Kemang di bagian barat desa Lantung Aimual.

ShareThis
View page »

Sinopsis Cerita Rakyat Sumbawa “Sari Bulan”

Kemewahan belum tentu memberikan kebahagiaan. Dan kebahagiaan belumlah pasti merupakan kemewahan. Hal seperti itu dirasakan oleh Datu Panda’i, putera mahkota suatu kerajaan di daerah Sumbawa: bagian timur. Kemewahan istana serta segala pelayan istimewa buat dirinya tak mampu menghIlangkan duka cita yang selalu diderita.
Pada suatu malam Datu Panda’i bermimpi. Mimpi itu sangat mempengaruhi jiwanya. la bermimpi mengawini seorang putri yang bernama Sari Bulan. Putri itu cantik jelita. Inilah yang mengganggu jiwanya. la selalu sangsi, apakah ia akan mendapatkan hal seperti itu dalam alam nyata.
Maka segala daya upaya untuk menenangkan hati diikhtiarkan, tetapi tak ada jalan lain kecuali memperoleh gadis serupa dengan gadis yang dikawininya dalam mimpi. Karena itu dipersiapkanlah suatu armada yang kuat dan kokoh. Datu Panda’i sendiri turut serta dalam rombongan sebab tak mungkin armada akan memperoleh gadis yang dimaksud tanpa mengetahui wajah gadis yang dicari .
Dalam perjalanan armada pencari gadis Sari Bulan memakan waktu cukup lama. Puluhan kali mereka kehabisan bekal. Ratusan Selat dan laut yang telah mereka layari. Banyak gadis yang bernama Sari Bulan, tetapi syarat-syarat yang diidamkan oleh Datu Panda’i belum memadai. Ada yang putih kuning berambut panjang tetapi celaka karena gadis itu menderita kudis.”
Pada hari yang ke 672, perahu kembali kehabisan air. Rombongan berusaha mencari pantai terdekat. Didekatinya pantai yang mirip senuah pelabuhan dan dihuni oleh banyak manusia. Awak perahu diturunkan. Mereka ditugaskan mencari air minum.
Menjelang Asar terdengar cekikikan gadis-gadis. Mereka mendekati sumur untuk mengambil air. Kian dekat mereka tampak makin Jelas dari balik semak dan pagar keliling. Melihat orang asing mereka merasa cemas, tetapi mereka bekerja terus. Periuk diletakkan menanti giliran menimba.
Mereka tampak cantik, montok, manis, sehat dan remaja. Tampaknya tak layak sebagai pencari air. Awak perahu terpesona. Mereka kagum memandang gadis-gadis itu. Bibimya terasa kaku, Lidah terasa kelu. Semua diam, lupa akan tujuannya. Demikian juga gadis-gadis itu. Mereka pun sampai membisu.
Setelah regu pengangkut air kembah dari perahu, barulah mereka ingat akan tugasnya untuk mencari pasangan hidup buat Datu Panda’i. Salah seorang awak perahu membuka percakapan Dia berusaha keras menguasai diri. Agak lama bibirnya bergerakgerak. Dan dengan suatu getaran terlontar kata-katanya.
“Kalian cantik-cantik semua ya?”
Mendengar itu gadis-gadis itu tersenyum.
“Adakah di kampung kaIian, gadis bernama Sari Bulan?” “0, ya, ada. Yang satu baru sebulan kawin. Sari Bulan yang lain
scbentar lagi datang juga mengambil air.”
“Benarkah itu”
“Ada apa kalian dengan Sari Bulan. Apakah kalian mempunyai pertalian darah “
“Kami cuma ingin tahu,” jawab awak perahu membohong. Semua yang dilihat dan didengar diceriterakan kepada Datu Panda’i. la diminta turun sebelum hiruk pikuk gadis pengangkut air itu mereda. Kecantikan gadis kampung tersebut ingin dibuktikan sendiri oleh Datu Panda’i. Ia turun dengan tidak membawa tanda kebesaran. Pada saat yang tepat, Datu Panda’i bertemu dengan gadis-gadis itu. Mereka datang dari arah kampung, sedang Datu Panda’i dari laut. Seorang di antaranya dikawal oleh bapaknya. Para awak perahu seorang pun tak ada yang buka mulut. Semua diam. Dan Datu Panda’i terpaku, kagum menikmati kecantikan dan kemolekan gadis tersebut.
Suatu mimpi yang kini menjadi kenyataan. Dalam hati Datu Panda’i bersyukur. Dengan diam ia mencari tempat duduk di benjolan akar sebatang pohon yang terletak di dekat sumur.
Betapa pun jumlah biaya yang telah habis serta pengorbanan yang besar, kini idamannya hampir terpenuhi. Tapi benarkah gadis itu bernama Sari Bulan. Hal itu bukan lagi menjadi persoalan. Paras dan kecantikannya tepat seperti apa yang diimpikan. Siapa pun namanya tak akan menjadi halangan. Tiba-tiba bapak gadis itu mendekat ke sumur dan berkata.
“Sari Bulan, bawa periukmu kemari!”
Mendengar nama itu darah berahi Datu, Panda’i tersirap. Datu, Panda’i merasa yakin bahwa dia tidak salah dengar. Dan sementara itu juragan Datu Panda’i yang tahu tugas itu, langsung melanjutkan percakapan untuk menghalau kesenyapan.
“Bapak, dapatkah bapak menolong kami?”
“KaIian terlalu sopan. Kalian dari mana dan hendak ke mana?
Tak ada alasan bagi diri kami untuk menolak kedatangan kalian ke kampung atau ke rumah kami.”
“Tujuan kami cuma satu, yaitu mencari pasangan hidup Datu Panda’i.”
Mendengar kata-kata itu tersirap darah sang bapak. Suasana kembali hening. Sementara itu suara timba terdengar turun naik. Ketika gadis yang bemama Sari Bulan itu mengangkat periuk air, sang bapak mempersIlakan mereka dengan sangat serius. Bukan sekedar basa basi. Dari sinilah diawali suatu pergaulan, yang akhimya memberikan kebahagiaan kepada Datu Panda’l. Ia berhasil mempersunting Sari Bulan, idaman hati yang dicapai dengan perjalanan panjang.
Di atas segala kemeriahan itu, kebahagiaan Datu Panda’i tiada taranya. Sari Bulan pun demikian. Dahulu ia,selalu dipingitdan dikawal oleh ayahnya, tetapi kini ia bebasmendampingi Datu, Panda’i. Kebahagiaan mereka hampir tak terbatas. Kecintaan Datu Panda’i pada Sari Bulan pun tiada berhingga. Demikianlah diceriterakan .
Mereka hidup amat rukun dengan semua keluarga serta kaum kerabat. Dan Datu Panda’i tak ingin memboyong Sari Bulan ke istana secepatnya. Ia selalu menenggangrasapada semua keluarga ,Sari Bulan. Upacara’ tujuh bulan kehamilan Sari Bulan diselenggarakan di rumah mertuanya. Sejak ngidam, segala keinginan Sari Bulan dipenuhi dan diusahakan sedapat-dapatnya oleh Datu Panda’i.  Kecuali suatu hal yang belum dapat dipenuhi oleh Datu Panda’i
, yaitu memberikan daging menjangan: Memang sulit. daging’
menjangan itu harus dicari kepulau-pulau’ rakit atau ke pulau Dewa.
Akhirnya tibalah saat Datu Panda’i harus membawa istrinya ke istana indah di negerinya. Mertuanya memberi nasehat.
“Dalam perjalanan atau pelayaran, jangan sampai singgah di pulau Dewa. Apa pun yang terjadi.”
Demikianlah pelayaran “dalam suasana perihatin. Keinginan istrinya belum terpenuhi. Sari Bulan dalam keadaan hamil. Terlalu banyak permintaan. Yang sangat berat adalah keinginannya untuk menikmati daging mcnjangan. Bahkan sampai menitikkan air mata dan liurnya mengalir dengan deras.
Keadaan ini melupakan Datu Panda’i akan nasehat mertuanya. Cinta dan kasih sayang terhadap Sari Bulan tak ada yang me-nandingi. Datu Panda’i memutuskan untuk memburu menjangan di pulau Dewa. Dan perahu pun berlabuhlah di salah satu pantai pulau iru. Datu Panda’i pun dengan segenap pengikutnya turun ke darat. Tinggal Sari Bulan seorang diri.
Tersebutlah, bahwa penghuni pulau Dewa adalah para Jin, dan iblis, dengan segala macam kelicikan-kelicikan dan kejahatannya. Konon di daerah pelabuhan tempat Sari Bulan berlabuh, termasuk dalam wilayah kekuasaan mereka.
Di antara penduduk pulau tersebut terdapat pula makhluk yang bernama Doro dan pelayan perempuannya bernama Kunti. Segala macam pekerjaan dikerjakan oleh Kunti demi untuk Tuannya. Kunti adalah gadis iblis dengan sifat-sifatnya yang amat buruk.
Perahu itu adalah perahunya Sari Bulan yang sedang ditinggalkan oleh suaminya. Dan sampan lumpan itu pun mendekati perahu.
“Perahu siapa ini,” teriak Kunti dari bawah.
“Perahu Datu Panda’i, suaminya Sari Bulan,” jawab Sari bulan dari atas perahu.
“Kau sendirian?” tanya Kunti sambil memendam rencana jahat. Dalam sekejap, Kunti berhasil menaiki perahu. Tanpa banyak bicara Kunti merampas semua milik perahu. Dan terjadilah perebutan kedudukan, kedudukan sebagai permaisuri Datu Panda’i.
Akhirnya Sari Bulan yang sedang hamil itu pun tak kuasa melawan iblis. Ia cuma menyerahkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Semua keadaan diterimanya dengan tabah. Sungguh mengerikan. Kedua mata Sari Bulan dicungkil alen Kunti. Dalam keadaan tak berdaya, Sari Bulan digelindingkan ke laut. Kunti merasa puas dengan keadaan itu. Rambut Sari Bulan yangpanjang dan menarik itu, tersangkut pada kemudi di dalam air. Dalam kekuatiran Kunti pun menyusun siasat baru. Pakoknya, Kunti harus dapat menggantikan kedudukan Sari Bulan sebagai permaisuri Datu Panda’i. Untuk itu segala macam perhiasan yang dibawa oleh Sari Bulan dicabanya satu demi satu, namun tak berhasil. Sari Bulan indah rupawan, sedangkan kunti bermuka jelek.
Kini diceriterakan Datu Panda’i kembali dari perburuan dan hanya memperoleh seekar anak menjangan. Daripada tidak sama sekali, lebih baik membawa hasil demi untuk memeriuhi keinginan Sari Bulan yang sedang hamil.
“Betapa nanti ocehan para penyambut di pelabuhan. Berkelana jauh cuma mendapatkan istri yang buruk sejelek ini.” ltulah yang dipikirkannya. Akhirnya diceriterakan, kapal berlabuh di pelabuhan kerajaan.
Para penyambut memenuhi darmaga. Rasa malu pada Datu Panda’i kian membenam. Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut Datu Panda’i. Sedang Kunti permaisuri haramitu, sebaliknya amat bertingkah. Tak mau turun tanpa diusung di atas tandu. Kereta tak laku buat Kunti. Usungan harus di atas pundak duabelas pengawal. Akan halnya Datu Panda’i yang ketika waktu berangkat tiada riang, kini juga dalam keadaan seperti semula. Tak ada rasa bangga lagi seperti ketika bersanding dengan Sari Bulan.
Mencari idaman dan menyusuri dunia dalam pengembaraan yang panjang hanya memperoleh Kunti yang buruk. Kutukankah ini, atau cobaan? Datu Panda’i tidak mengetahuinya. Hatinya rusak tiada berobat. la ingin sekali melupakan semuanya.
Maka akhirnya Datu Panda’i menjadi penjudi tingkat tinggi.
Pacuan kuda, sabungan ayam dan sederet macam aduan yang lain digaulinya. Harta kerajaan istana tak luput tergaelai. Untunglah tak sampai membangkrutkan rakyatnya. Pada pelayaran Datu Panda’i dari pulau Dewa ke pelabuhan kerajaan, dengan tak diketahui terseret tubuh Sari Bulan yang tak sadar akan dirinya lagi. Kedua matanya berongga tak berbiji. Dalam keadaan hamil, Sari Bulan terlepas dari sangkutan kemudi, dan langsung diselamatkan oleh kerang raksasa. Dengan kerang raksasa itu, Sari Bulan terbawa ombak dan terdampar di pantai, Sari Bulan melahirkan anaknya di pantai dalam keadaan tak sadar.
Selanjutnya dikisahkan Sari Bulan bersama anaknya yang bernama Aipad hidup dalam segala kemelaratan. Hingga Aipad bisa berjalan dan berbicara, nasib mereka tidak berubah. Mereka anak beranak hidup dari hasil matila,
Kerang raksasa yang menyelamatkannya dalam pelayaran tak lama hidup. Kulitnya dijadikan tempat berteduh. Sari Bulan dengan anaknya tak sanggup membangun.
Pada suatu hari sebagaimana biasa, Aipad kembali matila kepada seorang tak dikenalnya. Dimintanya seekor ikan yang terbesar di antara ikan-ikan lain. Nelayan tersebut diketahui sebagai keluarga yang tak mempunyai anak. Ia sangat senang dan sayang pada Aipad. Tapi Aipad tak pernah mau tinggal bersamanya, dan malahan Aipad merahasiakan tempat tinggalnya.
Konon dari perut ikan yang diberikan oleh nelayan mandul tersebut, Aipad menemukan kedua biji mata ibunya. Ibunya kembali seperti sediakala dengan memasang kedua biji mata itu. Dan kejadian ini diceriterakannya kepada nelayan itu, Untuk membalas jasa baik nelayan tersebut, Aipad menawarkan diri bersama ibunya untuk mengabdi kepada keluarga tersebut.
Betapa girangnya nelayan itu. Ia telah memperoleh dua orang murid. Selama ini ia sangat mendambakan kehadiran seseorang anak di tengah-tengah rumah tangganya. Dari kejadian ini diketahuilah nama nelayan itu. Ia bernama Tangko.
Setelah Aipad bersama Sari Bulan berada di keluarga nelayan itu Tangko menjadi amat bahagia. Rezeki menjadi murah. Aipad sangat dimanjakan. Kegemaran Aipad yang utama adalah pacuan kuda, sedang Sari Bulan membuka usaha sulam menjulam. Hasil karyanya memang indah. Latar belakang hidupnya semua diceriterakan kepada Tangko, karena itu Tangleo bangga dan bahagia.
Biarlah, kita akan melihat bagaimana perjalan, hidup’ dengan sang nasib,” kata Tangko menyambung ceritera Sari Bulan.Ketika ceritera itu diucapkan Sari Bulan, Aipad sedang asyiknya bertaruh pada suatu perlombaan pacuan kuda yang terbesar di daerahnya.
Begitulah. Beberapa pacuan dan perlombaan selalu diikuti oleh
Aipad. Ia hampir tak pernah kalah. Aiapad sangat teliti memelihara kuda. Tempat memandikan kuda pun tersendiri. pula. Beberapa tahun kemudian, terdengarlah berita bahwa kerajaan akfin mengadakan suatu pacuan kuda secara meriah dengan taruhan’ yang amat besar. Taruhan terendah adalah sepasang kerbau, Aipad berketetapan hati untuk ikut serta. Apa pun yang terjadi perlombaan itu adalah perlombaan luar biasa.
Pembesar-pembesar istana hampir semua turut serta. Karena semua orang maklum bahwa taruhan raja adalah mahkotanya. Kekalahan raja berarti mahkota berpindah, dan sebaliknya yang kalah jadi budak istana, dan harta bendanya lenyap.
Demikianlah pacuan kuda dimula. Banyak hati dicekam debaran hati yang kuat. Berbagai mantera dan doa berseliweran diucapkan. Dan, Yang Maha Kuasa bertindak lain. Banyak orang membunuh diri karena kalah.
Kuda Aipad meringkik terus menerus. Penonton menjadi heran di panggung kehormatan. Timbul keanehan. Kuda Aipad yang senang meringkik itu, suaranya aneh.
“Huiiihiiihiii ‘” abeaaaak he ke hua hapaaa … hapaaaaahe ke huaaaaa abaaaak !”
“Ahek,” kata Aiapad pada temannya. “Aneh kudaku, ada apa ini? Apa yang akan terjadi?”
Pihak raja dan pembesar-pembesar pun terpaku dan merasa khawatir. Dalam hati mereka bertanya, menanyakan apa yang akan terjadi. Dan akhirnya perlombaan dimenangkan oleh Aipad. Tapi ia tidaklah segembira Tangko ayah angkatnya.
“Aipad jadi raja. Aipad  jadi Datu. Anak tidak tahu Bapak.
Bapak tidak mengenal anak, “terial Tangko di arena. Datu Panda’i pucat Penentuan acara penyerahan mahkota diumumkan oleh Perdana Menteri, bahwa yang menang adalah Aipad anak Tangko. Ia diharapkan hadir bersama seluruh keluarganya di istana nanti malam.
Selayaknya sebagai pemenang, Aipad bersama ibu berangkat ke istana dengan segala keindahan yang dapat dijangkaunya.
Pada kata penerimaan Aipad sebagai Datu, raja baru, Aipad memperkenalkan seluruh keluarganya dan tentang Sari Bulan ibunyalah yang lebih banyak diceriterakannya. Tak ayal lagi, Panda’i menitikkan air bahagia dan haru. dan, semua hadirin dan rakyat bersuka ria dengan amat puas. Kembalilah Datu Panda’i, hidup rukun bersama anaknya yang berhak menjadi raja dan Sari Bulan kembali menjadi istrinya. Sungguh kekalahan yang nikmat bagi Datu Panda’i. Untuk mengenang jasa dan jerih payan Tangka, bapak angkatnya, yang memelihara dalam kasih sayang seorang bapak, maka Aipad memutuskan untuk mengganti nama kerajaan menjadi kerajaan Tangka. Akan halnya Kunti”,yang mengkhianati Sari Bulan, aleh Aipad dihukum dalam sumur yang dalam. Kunti meringkuk dalam sumur yang tertutup rapat. Cuma sebatang buluh buat saluran pernapasan. Dan Kunti mati dalam sumur tersebut.
Kulit kerang raksasa yang menyelamatkan Sari Bulan, hingga saat ini masih ditemui di tempat ceritera ini terjadi, di sebelah Kecamatan Empang. Demikian juga dalam Tangka, Aipad, Sari Bulan dan pulau Dewa, masih dapat kita saksikan.

ShareThis
View page »

SITUS BUDAYA SAMAWA

ShareThis
View page »

TEMU SASTRAWAN NASIONAL – SASTRAWAN BICARA SISWA BERTANYA (SBSB) 2010


Melalui Cita – cita sederhana mempersiapkan Generasi yang berbudaya maka membumikan kembali Sastra di tana Samawa melalui ranah pendidikan merupakan jalan pintas dan sebuah keharusan karena antara Sastra dan Budaya dua sisi yang tidak bisa kita pisahkan apalagi Masyarakat Sumbawa dikenal dengan masyarakat yang sangat berbudaya mungkin melalui even Sastrawan bicara siswa bertanya inilah salah satu cara merajut benang merahnya, demikian dikatakan M.Berlian Rayes S.Ag Ketua Panitia Penyelenggara Temu Sastrawan Nasional Tahun 2010 kepada Gaung NTB disela rapat pemantapan panitia di Sekretariat Panitia SMPN 1 Utan,kemarin.
Menurut mantan ketua Panwaslukada Sumbawa 2004 ini dan saat ini dipercaya oleh masyarakat Utan sebagai Ketua Komite Sekolah Standar Nasional SMPN 1 Utan, mengatakan bahwa Temu Sastrawan Nasional – Sastrawan Bicara Siswa Bertanya ini merupakan sebuah Agenda dari Dewan Kesenian Indonesia yang dilaksanakan setiap tahun.
Selama dua bulan lebih kami berjuang untuk bisa merebut even ini dan Alhamdulillah atas dukungan Dewan kesenian Sumbawa serta apresiasi yang tinggi dari Pemerintah Daerah sehingga even ini siap kami gelar” Ungkap Berlian Rayes.
“ ini kesempatan bagi Guru terutama Guru Bahasa Indonesia, Guru seni atau Pembina teather baik itu di SMP maupun SMU untuk lebih menambah pemahaman tentang Sastra sehingga mereka dapat menerapkan Secara praktis dalam kegiatan belajar di Sekolah” Tegas Berlian Rayes.
Lebih jauh Direktur Samawa Center ini menjelaskan, Penyair Nasional yang akan kami hadirkan sebagai Pembicara dalam even ini adalah D.Zawawi Imron.Kenapa musti beliau ? karena D.Zawawi Imron selain seorang Penyair Besar beliau juga seorang Ulama yang saat ini menjadi Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri Yogjakarta.Penyair Kelahiran Madura ini pada akhir Nopember kemarin menerima Penghargaan Sastra Tingkat Asean dari Majlis Sastra Kerajaan Malaysia sebagai Sastrawan terbaik lewat Buku “Kelenjar Laut” sehingga untuk saat ini D.Zawawi Imron bersama Dinullah Rayes (Penyair Sumbawa) termasuk penyair yang karyanya amat di minati dan popular di dua Negara melayu Malaysia dan Brunai.jelas Berlian.
“ Selama di Sumbawa nanti banyak sekali yang meminta beliau untuk memberikan Ceramah Umum tapi sayang sekali karena agenda beliau begitu padat Cuma yang disanggupi beliau akan memberikan Pengajian umum di Masjid Agung Nurul Huda Sumbawa pada Hari Sabtu malam minggu Ba’da magrib, beliau hanya 3 hari disini. Tanggal 17 beliau akan tiba melalui Bandara Brang Biji dan sambut oleh Warga Sumbawa Komunitas madura kemudian beliau akan dijamu dan diinapkan di Wisma sebagai tamu” tutur Berlian Rayes.
Untuk sesi Diskusi Sastra nanti, tambah Berlian Rayes akan di pandu langsung Oleh Bapak Agus Talino Pimpinan Radio Global Mataram dan juga Pemimpin Redaksi Koran Suara NTB.
“ Sementara Bapak Wakil Gubernur NTB menginformasikan kepada saya via sms kemarin dipastikan akan hadir untuk membuka acara ini karena beliau juga seorang penggemar sastra. Itulah yang membanggakan saya karena pemegang kebijakan daerah dari Provinsi sampai Kabupaten sangat apresiatif dengan even ini sebab menurut Bapak Dinullah Rayes even semacam ini didaerah lain jarang sekali dihadiri oleh pejabat sekelas Gubernur atau Bupati kalau ada yang mewakili itupun masih syukur “ ungkap Berlian Rayes.
Sementara itu di Tempat yang sama Sekretaris Panitia Penyelenggara Drs.Solihin menjelaskan, dari konfirmasi peserta sebanyak 450 peserta yang terdiri dari Kepala Sekolah Guru dan Siswa SMP serta SMU sekabupaten Sumbawa siap akan hadir.
“ Even ini memang dikhusus untuk Guru dan Siswa tanpa biaya pendaftaran bahkan panitia menyediakan snack dan makan siang mudah – mudahan tidak over kapasitas dari persediaan panitia melihat begitu antusiasnya peserta” Ungkap Drs. Solihin (….ihin…)
ShareThis
View page »

TEMU SASTRAWAN SUMBAWA 2010,LAHIRKAN DEKLARASI SAMAWA


Temu sastrawan nasional, Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) yang
menghadirkan penyair nasional K. H. D. Zawawi Imron di Kecamatan Utan, Minggu  (19/10) kemarin,berlangsung sukses dan semarak. Sekita 450 peserta yang terdiri dari guru dan siswa se Kabupaten Sumbawa ini, tampak antusias menyimak dan bertanya kepada narasumber.
 
Output dari temu sastrawan tersebut menghasilkan DEKLARASI SAMAWA.Penjabat Bupati Sumbawa, Ir. Mokhlis, M.Si, dalam sambutannya, menyatakan, Sumbawa memiliki kekayaan seni budaya. Meski Sumbawa didiami berbagai suku, namun semuanya menyatu sebagai Tau Samawa. Untuk itu, pihaknya memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan temu satrawan, SBSB. Dalam memberikan pemahaman sekaligus membumikan sastra yang ada di daerah ini sebagai perekat sosial.
 
Sementara Wakil Gubernur NTB, Ir. Badrul Munir, M.M, ketika membuka kegiatan  tersebut, menekankan pentingnya sastra. Dalam kerangka inilah Wagub meminta Pemkab membumikan sastra dikalangan pelajar. Bahkan buku sastra yang nantinya akan disedikan Pemprop perlu dijadikan bacaan wajib. Apalagi mengingat Sumbawa sebagai miniaturIndonesia karena dihuni oleh penduduk yang multi etnis. ‘’Kita akan sediakan buku sastra,’’ujarnya.
 
Pada kesempatan tersebut, Wagub juga mengingatkan pentingnya dilakukan pembenahan dalam peningkatan mutu dan kualitas hidup. Angka buta aksara masih tersisa. Begitu pula dengan tingkat kemiskinan yang relatif masih tinggi di NTB, dengan menduduki ranking empat tertinggi di Indonesia. Padahal daerah ini kaya akan potensi alam. Untuk itu, dituntut adanya kompetisi yang sehat untuk terus berprestasi dan berkarya. Dalam hal ini, putra NTB yang berprestasi juga akan diberikan penghargaan NTB Bersaing, termasuk di bidang sastra.Saat ini, seniman dan penyair Sumbawa cukup subur. Bahkan memiliki seorang penyair kelas nasional, H. Dinullah Rayes, yang juga hadir sebagai narasumber pendamping D. Zawawi Imron.
 
Pada sesi Diskusi Sastra Dipandu oleh Penanggungjawab Suara NTB yang juga Direktur Radio Global FM Mataram, Agus Talino.Ratusan guru dan siswa begitu antusias dan kagum mendengarkan puisi berjudul Ibu ciptaan D. Zawawi sewaktu berumur 17 tahun di Banyuwangi, sebagai pembuka sebelum memberikan materi. Bahkan Wagub dan Penjabat Bupati tertegun mendengar puisi yang menggetarkan hati tersebut. Acara juga dimeriahkan dengan penampilan dari siswa pemenang lomba pembacaan puisi tingkat kabupaten. Peserta juga bertanya tentang kiat menulis puisi kepada D. Zawawi.Bahkan ada yang secara spontan maju ke depan membacakan hasil karyanya.
 
Menurut D. Zawawi, puisi yang baik dan indah lahir dari hati yang jernih. Serta mampu menggetarkan hati. Kalau tidak mampu menjernihkan hati, maka tidak akan mampu melihat keindahan. Seorang pemimpin besar seperti Soekarno saja peduli sastra, seperti tampak dari beberapa pidatonya.Belajar sastra berarti menolak kebinatangan. Untuk itulah, Ia mengajak guru dan siswa untuk terus belajar dan berkarya. Apalagi di Sumbawa banyak potensi yang bisa dibuat tulisan. Bisa dimulai dari desa atau kecintaan terhadap Ibu atau guru bahkan tanah air dan lainnya. ‘’Banyak yang bisa dibuat. Yang penting berilmu dan terus belajar,’’ tukas
peraih penghargaan Sastra tingkat Asean ini.
 
Berangkat dari semangat dan keinginan yang besar dari peserta, pemandu temu sastrawan nasional, Agus Talino, pun menyatakan perlunya intervensi kebijakan pemerintah dalam membumikan sastra di Sumbawa. Agar generasi saat ini bisa melahirkan karya sastra yang bermutu. Apalagi Sumbawa sudah memiliki potensi melalui kebiasaan “bagesa”. “Hal ini perlu dipikirkan secara serius oleh Pemprov maupun Pemkab,’’ katanya.
 
SBSB yang berlangsung sehari itupun akhirnya melahirkan  konsep DEKLARASI SAMAWA yang isinya antara lain   mendesak pemerintah agar terus membumikan sastra serta menjadikan SBSB sebagai agenda rutin setiap tahun dan dikembangkan dalam bentuk bengkel sastra.
Ikrar Naskah Deklarasi tersebut dibacakan langsung Oleh Sekretaris Penyelenggara Drs.Solihin didampingi Ketua penyelenggara Berlian Rayes S.Ag
 
Deklarasi tersebut ditangani oleh sejumlah pejabat yang hadir pada kesempatan tersebut. Mulai dari Wagub NTB, Penjabat Bupati, D. Zawawi mewakili penyair nasional, Ketua DPRD Sumbawa, H. Farhan Bulkiyah, Ketua Dewan Kesenian Daerah (DKD) Sumbawa, Ir. Iskandar, Dinullah Rayes, Rektor Universitas Samawa (Unsa), Prof. Dr. Syaifuddin Iskandar, wartawan senior Agus Talino mewakili Pers, Kadiknas, Drs. Umar Idris, Camat Utan, Tarunawan, S.Sos dan panitia SBSB diwakili Ketua, Berlian Rayes S.Ag dan Sekretaris Drs. Solihin.
‘’Teks deklarasi ini nantinya akan kami dikirimkan ke Dewan Kesenian Indonesia,’’ Jelas  Berlian.